Advanced Search

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011


Read law translated into English here: https://www.global-regulation.com/translation/indonesia/8431300/peraturan-daerah-nomor-5-tahun-2011.html

Subscribe to a Global-Regulation Premium Membership Today!

Key Benefits:

Subscribe Now for only USD$40 per month.

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 05 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK

NOMOR 05 TAHUN 2011

TENTANG

PERIZINAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DEPOK,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 7 ayat (2) huruf b

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, salah satu urusan wajib yang

menjadi kewenangan pemerintahan Kabupaten/Kota meliputi penanganan

bidang kesehatan;

b. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, pemberian izin dan

sertifikasi sarana kesehatan tertentu merupakan urusan pemerintah

Kabupaten/Kota;

c. bahwa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu

membentuk Peraturan Daerah tentang Perizinan dan Sertifikasi Bidang

Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,

tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3219);

2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3656);

2

3. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya

Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3851);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4438);

10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 123, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5043);

11. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4593);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4737);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi

Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044 );

18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 18);

19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 80/Menkes/PER/II/1990 tentang Persyaratan Kesehatan Hotel;

20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 061/Menkes/PER/1991 tentang Persyaratan Kesehatan Kolam

Renang dan Pemandian Umum;

21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 378/Menkes/PER/V/1993 tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial Rumah

Sakit Swasta;

22. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 350/MENKES/SK/XII/2001 tentang Pestisida;

23. Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

Nomor 394/Menkes-Kesos/SK/V/2001 tentang Institusi Penguji Alat

Kesehatan;

4

24. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Perawat Gigi;

25. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Fisioterapis;

26. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Refraksionis Optisien;

27. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1331/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167/KAB/B.VIII/1972 tentang

Pedagang Eceran Obat;

28. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang

Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek;

29. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1424/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Optikal;

30. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 640/Menkes/SK/V/2003 tentang Teknisi Kardiovaskuler;

31. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Hygene Sanitasi Jasa

Boga;

32. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Tradisional;

33. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygene Sanitasi

Rumah Makan dan Restoran;

34. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1277/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Tenaga Akupunktur

35. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 867/Menkes/PER/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik Terapis

Wicara;

5

36. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1205/Menkes/PER/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan

Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA);

37. Keputusan Menteri Industri dan Perdagangan Nomor 651/MPP/Kep/10/2004

tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya;

38. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 357/Menkes/PER/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Radiografer;

39. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 284/Menkes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat;

40. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 512/Menkes/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan

Praktik Kedokteran;

41. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 548/Menkes/PER/IV/2007 tentang registrasi dan izin praktik

Okupasi Terapis;

42. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan

Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

43. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 780/Menkes/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Radiologi;

44. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi

Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan;

45. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 Tentang Perizinan Rumah Sakit;

46. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Perawat;

47. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 161/Menkes/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

48. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 299/MENKES/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program

Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip;

49. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 317/Menkes/PER/III/2010 tentang Pendayagunaan Tenaga

Kesehatan Warga Negara Asing di Indonesia;

6

50. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 340/Menkes/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit;

51. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 411/Menkes/PER/III/2010 tentang Laboratorium klinik;

52. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 492/Menkes/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum;

53. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/Per/VI/2010

tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum;

54. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 812/Menkes/PER/VII/2010 tentang Penyelengaaraan Pelayanan

Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

55. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1191/Menkes/PER/VII/2010 tentang Penyalur Alat Kesehatan;

56. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1464/Menkes/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Bidan;

57. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 028/Menkes/PER/I/2011 tentang Klinik;

58. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.00.05.5.1641 tahun 2003 tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana

Produksi Pangan Industri Rumah Tangga;

59. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintahan Wajib dan Pilihan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah

Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok tahun 2008 Nomor 07);

60. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang Pembentukan

dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok

tahun 2008 Nomor 08) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah

Kota Depok Nomor 06 Tahun 2010 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun

2010 Nomor 06);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK

dan

WALIKOTA DEPOK

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERIZINAN DAN SERTIFIKASI

BIDANG KESEHATAN.

7

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Kota adalah Kota Depok.

2. Walikota adalah Walikota Depok.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah DPRD Kota Depok.

4. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kota Depok.

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok.

6. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

secara sosial dan ekonomis.

7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

8. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

9. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi

atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,

untuk manusia.

10. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter

dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

11. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter

gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di

dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

12. Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang

diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi

yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran.

8

13. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis

yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah

memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

14. Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya

pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau

kedokteran gigi.

15. Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan

kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi,

komprehensif, mandiri, serta menggunakan pendekatan kedokteran

keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil

pendidikan dengan praktik di lapangan.

16. Peserta Program Internsip adalah dokter yang baru lulus program studi

pendidikan dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik

kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan dokter spesialis.

17. Surat Tanda Regristrasi untuk Kewenangan Internsip, selanjutnya disebut

STR Untuk Kewenangan Internsip adalah bukti tertulis yang diberikan oleh

Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter yang akan menjalankan praktik

kedokteran selama internsip.

18. Surat Ijin Praktek Internsip, selanjutnya disebut SIP Internsip adalah bukti

tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter yang akan menjalankan

praktik kedokteran selama internsip setelah memiliki STR Untuk

Kewenangan Internsip.

19. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di

dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan

perundangan-undangan .

20. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang dapat

diperoleh tanpa resep dokter.

21. Obat Bebas terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna biru yang

dapat diperoleh tanpa resep dokter.

22. Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

23. Surat Izin Perawat Gigi selanjutnya disebut SIPG adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan gigi di

seluruh wilayah Indonesia.

24. Surat Izin Kerja Perawat Gigi selanjutnya disebut SIK-PG adalah bukti

tertulis yang diberikan kepada perawat gigi untuk melakukan pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut di sarana kesehatan.

9

25. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang

telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

26. Surat Izin Kerja Bidan selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang

diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di

fasilitas pelayanan kesehatan.

27. Surat Izin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis

yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk

menjalankan praktik bidan mandiri.

28. Praktik Mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.

29. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat

atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,

bahan obat dan obat tradisional.

30. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan

kefarmasian, yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

31. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

32. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker

dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas sarjana farmasi,

ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten

Apoteker.

33. Surat Tanda Registrasi Apoteker selanjutnya disingkat STRA adalah bukti

tertulis yang diberikan oleh menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi.

34. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian selanjutnya disingkat

STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada tenaga

teknis kefarmasian yang telah diregistrasi.

35. Surat Izin Praktik Apoteker selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin

yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan

kefarmasian pada Apotek atau instalasi farmasi Rumah Sakit.

36. Surat Izin Kerja selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan

kepada apoteker dan tenaga teknis kefarmasian untuk dapat melaksanakan

pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau

penyaluran.

37. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10

38. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan

(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.

39. Surat Izin Fisioterapis selanjutnya disebut SIF adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan Fisioterapi di seluruh

wilayah Indonesia.

40. Surat Izin Praktik Fisioterapis yang selanjutnya disebut SIPF adalah bukti

tertulis yang diberikan kepada fisioterapis untuk menjalankan praktik

fisioterapi.

41. Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata Rontgen,

Diploma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/Akademi/Diploma III Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijasah sesuai

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

42. Surat Izin Radiografer selanjutnya disebut SIR adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan radiografer di seluruh

wilayah Indonesia.

43. Surat Izin Kerja Radiografer selanjutnya disebut SIKR adalah bukti tertulis

yang diberikan kepada Radiografer untuk menjalankan pekerjaan radiografi

di sarana pelayanan kesehatan.

44. Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

refraksionis optisien minimal program pendidikan diploma, baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

45. Pemeriksaan Mata Dasar adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan

menemukan adanya kelainan/penyakit mata yang perlu dirujuk ke dokter

spesialis mata.

46. Surat Izin Refraksionis Optisien selanjutnya disebut SIRO adalah bukti

tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan refraksionis

optisien di seluruh wilayah Indonesia.

47. Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien selanjutnya disebut SIK-RO adalah

bukti tertulis yang diberikan kepada Refraksionis Optisien untuk melakukan

pekerjaan di sarana pelayanan kesehatan.

48. Okupasi Terapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan okupasi

terapi minimal setingkat Diploma III sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

11

49. Okupasi Terapi adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada

masyarakat/pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan

menggunakan aktivitas bermakna (okupasi) untuk meningkatkan

kemandirian individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari,

produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

50. Surat Izin Okupasi Terapis selanjutnya disebut SIOT adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan okupasi terapi di

seluruh wilayah Indonesia.

51. Surat Izin Praktik Okupasi Terapis yang selanjutnya disebut SIPOT adalah

bukti tertulis yang diberikan kepada okupasi terapis untuk menjalankan

praktik pelayanan okupasi terapi.

52. Terapis Wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara

baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

53. Surat Izin Terapis Wicara selanjutnya disebut SITW adalah bukti tertulis atas

kewenangan untuk menjalankan pekerjaan terapis wicara di seluruh wilayah

Indonesia.

54. Surat Izin Praktik Terapis Wicara selanjutnya disebut SIPTW adalah bukti

tertulis yang diberikan kepada terapis wicara untuk menjalankan praktik

terapis wicara.

55. Profesi Gizi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan

berdasarkan suatu keilmuan (body of knowledge), memiliki kompetensi

yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang, memiliki kode etik

dan bersifat melayani masyarakat terdiri dari Ahli Gizi, Ahli Madya Gizi, RD

dan DTR.

56. Surat Izin Kerja Profesi Gizi (Ahli Gizi, Ahli Madya Gizi, RD dan DTR)

selanjutnya disebut SIKPG adalah bukti tertulis yang diberikan kepada

profesi gizi untuk menjalankan pekerjaan di bidang gizi pada sarana

kesehatan dan sarana pelayanan masyarakat lainnya.

57. Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing adalah yang selanjutnya disingkat

TK-WNA adalah warga negara asing pemegang izin tinggal terbatas yang

memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang

kesehatan dan bermaksud bekerja atau berpraktik di fasilitas pelayanan

kesehatan di wilayah Indonesia.

58. Tenaga Pendamping adalah tenaga kesehatan Indonesia dengan keahlian

yang sesuai yang ditunjuk sebagai pendamping TK-WNA dan dipersiapkan

sebagai calon pengganti TK-WNA.

12

59. TK-WNA Pemberi Pelatihan adalah tenaga kesehatan warga negara asing

yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih

teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan secara langsung

dengan pasien.

60. TK-WNA Pemberi Pelayanan adalah tenaga kesehatan warga negara asing

yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan yang berhubungan secara

langsung dengan pasien.

61. Pengobatan Komplementer-Alternatif adalah pengobatan non konvensional

yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui

pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi

yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam

kedokteran konvensional.

62. Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang

selanjutnya disebut SBR-TPKA adalah bukti tertulis pemberian kewenangan

untuk menjalankan pekerjaan tenaga pengobatan komplementer-alternatif

63. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang selanjutnya

disebut ST-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga

kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/ Surat Izin Kerja untuk

pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif.

64. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Alternatif yang

selanjutnya disebut SIK-TPKA adalah bukti tertulis yang diberikan kepada

tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka pelaksanaan

praktik pengobatan komplementer-alternatif.

65. Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan

dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan

turun menurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan

diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku.

66. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau

campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman.

67. Bahan Kimia Obat adalah bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang

berkhasiat obat.

68. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan

yang telah dikeringkan.

13

69. Pengobat Tradisional Asing adalah pengobat tradisional Warga Negara

Asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin

tinggal tetap untuk maksud bekerja di Wilayah Republik Indonesia.

70. Surat Terdaftar Pengobat Tradisional yang selanjutnya disebut STPT adalah

bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang telah

melaksanakan pendaftaran.

71. Surat Izin Pengobat Tradisional yang selanjutnya disebut SIPT adalah bukti

tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya telah

dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan.

72. Sehat Pakai Air (SPA) adalah upaya kesehatan tradisional yang

menggunakan pendekatan holistik, melalui perawatan menyeluruh dengan

menggunakan metode kombinasi keterampilan hidroterapi, pijat (massage)

yang diselenggarakan secara terpadu untuk menyeimbangkan tubuh,

pikiran dan perasaan (body, mind and spirit).

73. Sehat Pakai Air (SPA) Terapis adalah seseorang yang telah memiliki

kompetensi pada tingkat qualifikasi tertentu sesuai kategori pelayanan SPA

dan mempunyai kewenangan untuk menjalankan profesinya.

74. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

75. Izin Mendirikan Rumah Sakit adalah izin yang diberikan untuk mendirikan

Rumah Sakit setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan.

76. Izin Operasional Rumah Sakit adalah izin yang diberikan untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memenuhi persyaratan

dan standar.

77. Registrasi Rumah Sakit adalah pencatatan resmi tentang status Rumah

Sakit di Indonesia.

78. Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan yang diberikan oleh pemerintah

kepada manajemen Rumah Sakit yang telah memenuhi standar yang telah

ditetapkan.

79. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah sakit

berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan.

80. Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang diselenggarakan dan/atau

dikelola oleh yayasan atau perkumpulan sosial yang berbentuk badan

hukum dan badan hukum lain, serta rumah sakit BUMN yang melayani

pasien umum.

14

81. Fungsi Sosial Rumah Sakit Swasta adalah bagian dari tanggung jawab yang

melekat pada setiap rumah sakit, yang merupakan ikatan moral dan etik

dari rumah sakit dalam membantu pasien khususnya yang kurang/tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

82. Golongan masyarakat yang kurang mampu adalah masyarakat yang

penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar yang

minimal.

83. Golongan masyarakat yang tidak mampu adalah masyarakat yang tidak

mempunyai penghasilan tetap untuk menunjang kebutuhan pokoknya.

84. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan yang meyediakan pelayanan medis dasar

dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga

kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

85. Tenaga Medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi

spesialis.

86. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

87. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat.

88. Surat Izin Apotek atau SIA adalah surat izin yang diberikan oleh menteri

kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk

menyelenggarakan apotek disuatu tempat.

89. Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin pendirian apotek yang diberikan

oleh Menteri atau dan/ataupejabat yang ditunjuk.

90. Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya

pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan

kesehatan, dan tidak melakukan peracikan.

91. Pedagang Eceran Obat adalah orang atau bahan hukum Indonesia yang

memiliki ijin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas

terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu.

92. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat- obat

bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.

93. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan

kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan

obat bagi penderita sesuai undang-undang.

15

94. Laboratorium Klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan

pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi

tentang kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis

penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

95. Laboratorium Klinik Umum merupakan laboratorium yang melaksanakan

pelayanan pemeriksaan spesimen klinik di bidang hematologi, kimia klinik,

mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi klinik.

96. Laboratorium Klinik Umum Pratama merupakan laboratorium yang

melaksanakan pelayanan pemeriksaan spesimen klinik dengan kemampuan

pemeriksaan dengan teknis sederhana.

97. Pelayanan Radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua

modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik

pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif,

ultrasonografi dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik.

98. Pelayanan Radiologi Diagnostik adalah pelayanan penunjang dan/atau

terapi yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion

yang terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik, dan

radiologi intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit.

99. Optikal adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi serta pelayanan kacamata

koreksi dan/atau lensa kontak.

100. Laboratorium Optik adalah tempat yang khusus melakukan pembuatan

lensa koreksi dan/atau pemasangan lensa pada bingkai kacamata, sesuai

dengan ukuran yang ditentukan dalam resep.

101. Dialisis adalah tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti fungsi

ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya

mempertahankan kualitas hidup yang optimal yang terdiri dari

dialysis peritoneal dan hemodialisis .

102. Pelayanan Darah adalah upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan

darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak

untuk tujuan komersial.

103. Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD, adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan

darah, dan pendistribusian darah.

16

104. Klinik Kecantikan Estetika adalah satu sarana pelayanan kesehatan (praktik

dokter perorangan/berkelompok dokter) yang bersifat rawat jalan dengan

menyediakan jasa pelayanan medik (konsultasi, pemeriksaan, pengobatan

dan tindakan medik) untuk mengatasi berbagai penyakit/kondisi yang terkait

dengan kecantikan (estetika penampilan) seseorang, yang dilakukan oleh

tenaga medik (dokter,dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis)

sesuai keahlian dan kewenangannya.

105. Salon Kecantikan adalah sarana pelayanan umum untuk pemeliharaan

kecantikan khususnya memelihara dan merawat kesehatan kulit, wajah,

badan, tangan dan kaki serta rambut, dengan menggunakan kosmetik

secara manual, preparatif, aparatif dan dekoratif yang dilakukan oleh ahli

kecantikan sesuai kehalian dan kewenangannya.

106. Perusahaan Pemberantasan Hama adalah perusahaan yang sah menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bergerak di bidang

usaha pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida hygiene

lingkungan.

107. Ijin operasional adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan

yang menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan teknis kesehatan

suatu perusahaan pemberantasan hama dinilai laik beroperasi.

108. Tempat-Tempat Umum (TTU) adalah tempat-tempat yang dipergunakan

oleh umum untuk melakukan berbagai kegiatan, meliputi sarana pendidikan,

sarana pelayanan kesehatan, hotel, cottage, gedung pertemuan, kolam

renang, pasar, pusat perbelanjaan, perkantoran, sarana peribadatan,

sarana transportasi, bioskop dan asrama.

109. Rumah makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup

kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat

usahanya.

110. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di

sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan

peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,

penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat

usahanya.

111. Laik Higiene Sanitasi adalah Kondisi tempat-tempat umum atau tempat

pengelolaan makanan yang telah memenuhi persyaratan higiene sanitasi

yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

17

112. Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor-faktor

lingkungan baik secara fisik, kimia dan biologi di tempat-tempat umum dan

tempat pengelolaan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan

penyakit atau gangguan kesehatan.

113. Jasaboga (Catering) adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan

kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas

dasar pesanan.

114. Hotel adalah jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh

bangunan untuk menydiakan jasa pelayanan penginapan, yang dikelola

secara komersial yang meliputi hotel berbintang dan hotel melati.

115. Laik sehat adalah kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.

116. Pemandian umum adalah suatu usaha bagi umum yang menyediakan

tempat untuk mandi, berekreasi, berolah raga serta jasa pelayanan lainnya,

menggunakan air tanpa pengolahan terlebih dahulu, tidak termasuk

pemandian untuk pengobatan.

117. Kolam renang adalah suatu usaha bagi umum yang menyediakan tempat

untuk berenang, berekreasi, berolah raga serta jasa pelayanan lainnya,

menggunakan air bersih yang telah diolah.

118. Makanan dan minuman adalah barang yang dimasukkan ke dalam wadah

dan diberi label yang dimaksud untuk dimakan dan/atau diminum oleh

manusia serta semua bahan yang digunakan pada produksi makanan dan

minuman.

119. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk

gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan

pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan

bagian kemasan pangan.

120. Industri Rumah Tangga Pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki

tempat usaha di tempat tinggal dan/atau di tempat lain dengan peralatan

pengolahan pangan manual hingga semi otomatis.

121. Depot air minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan

air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen.

122. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang

tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,

memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan

memperbaiki fungsi tubuh.

18

123. Toko Alat Kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh

perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan,

penyimpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah ini mengatur tentang:

a. Perizinan Tenaga Kesehatan, Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif

(TPKA), Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (YANKESTRAD),

Fasilitas Pelayanan Kesehatan;dan

b. Perizinan dan sertifikasi tempat-tempat umum yang terkait dengan

kesehatan.

BAB II

PERIZINAN TENAGA KESEHATAN

Bagian Pertama

Jenis-Jenis Tenaga Kesehatan

Pasal 3

Tenaga Kesehatan meliputi :

a. dokter dan dokter gigi termasuk dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;

b. perawat;

c. perawat gigi;

d. bidan;

e. tenaga kefarmasian;

f. fisioterapis;

g. radiografer;

h. refraksionis optisien;

i. okupasi terapis;

j. terapis wicara;

k. profesi gizi;dan

l. tenaga kesehatan warga negara asing.

19

Bagian Kedua

Izin Tenaga Kesehatan

Paragraf 1

Izin Dokter/Dokter Gigi/Dokter Spesialis

Pasal 4

(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran

wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) SIP diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik baik pada sarana

pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan.

(3) Masa berlaku SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan

masa berlaku STR.

Paragraf 2

Izin Dokter Internsip

Pasal 5

(1) Setiap dokter yang akan mengikuti program internsip harus memiliki SIP

Internsip.

(2) SIP internsip dikeluarkan oleh Kepala Dinas apabila telah memiliki STR

untuk Kewenangan Internsip.

(3) STR untuk Kewenangan Internsip dan SIP Internsip hanya berlaku selama

menjalani program Internsip.

Paragraf 3

Izin Perawat

Pasal 6

(1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik wajib memiliki Surat Izin yang

dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Surat Izin diberikan paling banyak untuk 2 (dua) tempat praktik baik pada

sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta, maupun praktik

perorangan.

(3) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama STR

masih berlaku.

(4) Praktik keperawatan dilaksanakan pada seluruh fasilitas pelayanan.

(5) Praktik keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan :

a. pelaksanaan asuhan keperawatan, meliputi pengkajian, penetapan

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

keperawatan;

b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan

masyarakat;dan

c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.

20

(6) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan dapat memberikan obat

bebas dan/atau obat bebas terbatas.

Paragraf 4

Izin Perawat Gigi

Pasal 7

(1) Setiap perawat gigi yang menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi

pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki Surat Izin Kerja Perawat

Gigi (SIK-PG) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Perawat gigi dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai perawat gigi

maksimal pada 2 (dua) sarana pelayanan kesehatan dalam satu wilayah

Kabupaten/Kota.

(3) Masa berlaku SIK-PG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai

dengan masa berlaku SIPG.

(4) SIK-PG hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Paragraf 5

Izin Bidan

Pasal 8

(1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki

Surat Izin Kerja Bidan (SIKB).

(2) Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki Surat Izin

Praktik Bidan (SIPB).

(3) Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak

di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.

(4) SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),

dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(5) SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku

selama STR masih berlaku.

Paragraf 6

Izin Tenaga Kefarmasian

Pasal 9

(1) Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di

Indonesia wajib memiliki Surat Izin sesuai tempat tenaga kefarmasian

bekerja.

(2) Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

a. apoteker;dan

b. tenaga teknis kefarmasian.

21

(3) Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dan Apoteker

pendamping yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek,

Puskesmas atau instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. Surat Izin Kerja (SIK) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan

kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek , Puskesmas, dan

Instalasi farmasi Rumah Sakit;dan

c. SIK bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pekerjaan

kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

(4) Masa berlaku surat izin sesuai dengan masa berlaku STRA atau STRTTK.

(5) SIPA atau SIK dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

Pasal 10

(1) Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, hanya

boleh memiliki 1 (satu) SIPA.

(2) Apoteker pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)

huruf a, dapat memiliki paling banyak 3 (tiga) SIPA.

Paragraf 7

Izin Fisioterapis

Pasal 11

(1) Setiap Fisioterapis yang melaksanakan praktik fisioterapi harus memiliki

Surat Izin Praktik Fisioterapis (SIPF) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) SIPF berlaku sepanjang Surat Izin Fisioterapis (SIF) belum habis masa

berlakunya.

(3) Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana pelayanan

kesehatan, praktik perorangan, dan/atau per kelompok.

(4) Setiap Fisioterapis hanya dapat memiliki maksimal 2 (dua) SIPF.

Paragraf 8

Izin Radiografer

Pasal 12

(1) Setiap radiografer untuk melaksanakan pekerjaan radiografi pada sarana

pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta wajib memiliki SIKR

yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Masa berlaku Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR) sesuai dengan masa

berlaku Surat Izin Radiografer (SIR).

(3) Setiap Radiografer dapat memiliki maksimal 2 (dua) SIKR.

22

Paragraf 9

Izin Refraksionis Optisien

Pasal 13

(1) Setiap refraksionis optisien untuk melakukan pekerjaan pada sarana

kesehatan wajib memiliki Surat Izin Kerja (SIK-RO) yang dikeluarkan oleh

Kepala Dinas.

(2) SIK-RO berlaku sepanjang Surat Izin Refraksionis Optisien (SIRO) belum

habis masa berlakunya.

(3) Setiap refraksionis optisien dapat memiliki maksimal 2 (dua) SIK-RO.

(4) Kewenangan refraksionis optisien hanya melakukan pemeriksaan

mata dasar.

Paragraf 10

Izin Okupasi Terapis

Pasal 14

(1) Setiap okupasi terapis yang melakukan praktik pada sarana pelayanan

okupasi terapi wajib memiliki Surat Izin Praktik Okupasi Terapis (SIPOT)

yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Masa berlaku SIPOT sesuai dengan masa berlaku Surat Izin Okupasi

Terapis (SIOT).

(3) Setiap okupasi terapis dapat memiliki maksimal 2 (dua) SIPOT.

Paragraf 11

Izin Terapis Wicara

Pasal 15

(1) Setiap terapis wicara yang melakukan praktik harus memiliki Surat Izin

Praktik Terapis Wicara (SIPTW) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Masa berlaku SIPTW berlaku sesuai masa berlaku Surat Izin Terapis

Wicara (SITW).

(3) Setiap terapis wicara dapat memiliki maksimal 2 (dua) SIPTW.

Paragraf 12

Profesi Gizi

Pasal 16

(1) Setiap profesi gizi yang melaksanakan pekerjaan di bidang gizi harus

memiliki Surat Izin Kerja Profesi Gizi (SIKPG) yang dikeluarkan oleh

Kepala Dinas.

(2) SIKPG berlaku sepanjang Surat Izin Profesi Gizi (SIPG) belum habis masa

berlakunya.

23

Paragraf 13

Izin Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing

Pasal 17

(1) Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA) yang bekerja di

Indonesia harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh

Kepala Dinas.

(2) Bidang pekerjaan yang dapat ditempati TK-WNA sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), meliputi :

a. pemberi pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu

pengetahuan;dan

b. pemberi pelayanan.

(3) TK-WNA hanya dapat bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan.

Bagian Ketiga

Pertimbangan Dalam Pemberian Izin Tenaga Kesehatan

Pasal 18

(1) Kepala Dinas dalam memberikan Izin Tenaga Kesehatan

mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah tenaga Kesehatan

dengan kebutuhan dan kondisi pelayanan kesehatan di Kota Depok.

(2) Izin diterbitkan apabila telah memenuhi syarat administrasi dan

syarat teknis.

BAB III

PERIZINAN

TENAGA PENGOBATAN KOMPLEMENTER ALTERNATIF (TPKA)

Bagian Pertama

Jenis-Jenis TPKA

Pasal 19

Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA) meliputi:

a. Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif;dan

b. Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Asing.

Bagian Kedua

Perizinan TPKA

Paragraf 1

Izin Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif

Pasal 20

(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melaksanakan praktik pengobatan

komplementer alternatif harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan wajib

memiliki Surat Tugas (ST-TPKA) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

24

(2) Setiap tenaga kesehatan yang belum memiliki registrasi yang akan

melaksanakan praktik pengobatan komplementer alternatif wajib memiliki

Surat Izin Kerja (SIK-TPKA) yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(3) Setiap tenaga kesehatan yang telah memiliki registrasi selain dokter dan

dokter gigi yang akan melaksanakan praktik pengobatan komplementer

alternatif wajib memiliki ST-TPKA yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(4) ST-TPKA , SIK-TPKA berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

(5) ST-TPKA, SIK-TPKA hanya berlaku untuk 1 (satu) fasilitas pelayanan

kesehatan

Pasal 21

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dapat memiliki maksimal 3 (tiga) ST-TPKA.

(2) Setiap tenaga kesehatan selain dokter atau dokter gigi hanya memiliki

1 (satu) ST-TPKA/SIK-TPKA.

Paragraf 2

Izin Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif Asing

Pasal 22

(1) Setiap tenaga asing yang akan melakukan pelayanan pengobatan

komplementer alternatif wajib memiliki SIK-TPKA yang dikeluarkan Kepala

Dinas.

(2) Setiap tenaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat

melaksanakan praktik di fasilitas pelayanan kesehatan yang bukan

merupakan praktik perorangan.

(3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah mempekerjakan minimal 2 (dua) orang dokter/dokter gigi yang

telah memiliki Surat Bukti Registrasi (SBR-TPKA) dan ST-TPKA;

b. memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan;dan

c. memiliki fasilitas, prasarana, dan peralatan yang memenuhi syarat

sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) Tenaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki

kemampuan berbahasa Indonesia dengan baik.

(5) Masa berlaku SIK-TPKA sama dengan masa berlaku SBR-TPKA yaitu

selama 1 (satu) tahun.

25

BAB IV

PERIZINAN TENAGA PELAYANAN

KESEHATAN TRADISIONAL (YANKESTRAD)

Bagian Pertama

Jenis-Jenis Yankestrad

Pasal 23

(1) Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional berdasarkan cara

pengobatannya terbagi menjadi:

a. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan;dan

b. pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.

(2) Tenaga pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain: pijat urut,

shiatsu, patah tulang, dukun bayi, batra sunat, refleksi, akupressur,

akupunktur, chiropraksi, bekam, api terapi, penata kecantikan kulit/rambut,

tenaga dalam, reiki, paranormal, gigong, kebatinan, dan sejenisnya.

(3) Tenaga pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain: tabib, shinse,

jamu, gurah, homoeopathy, aromaterapi, SPA terapis, dan sejenisnya.

(4) Tenaga pelayanan kesehatan tradisional dalam melaksanakan pelayanan

tidak boleh menggunakan ramuan yang mengandung Bahan Kimia Obat.

(5) Tenaga pelayanan kesehatan tradisional yang dalam pelayanannya

mengunakan ramuan selain simplisia wajib melampirkan hasil uji ramuan

dari laboratorium yang terakreditasi.

Bagian Kedua

Perizinan Yankestrad

Pasal 24

(1) Semua sarana dan tenaga pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23, wajib memiliki izin dari Kepala Dinas.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa Surat Terdaftar

Pengobat Tradisional (STPT) atau Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT).

(3) SIPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada tenaga

pelayanan kesehatan tradisional yang telah teruji.

(4) SIPT dan STPT berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.

(5) Izin Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah mendapat

rekomendasi dari :

a. Kejaksaan Negeri Depok untuk tenaga pelayanan kesehatan

tradisional dengan cara supranatural (paranormal, prana, reiki, gigong,

dukun kebatinan dan sejenisnya);

26

b. Kantor Kementrian Agama Kota Depok untuk tenaga pelayanan

kesehatan tradisonal dengan cara pendekatan agama (Islam, Kristen,

Katolik, Hindu, atau Budha);dan

c. MUI Kota Depok untuk tenaga pelayanan kesehatan tradisional

dengan cara pendekatan agama Islam.

BAB V

PERIZINAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Bagian Pertama

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 25

Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:

a. rumah sakit;

b. klinik;

c. apotek;

d. apotek rakyat;

e. toko obat;

f. laboratorium;

g. radiologi;

h. optik;

i. sarana pelayanan dialisis;

j. pelayanan darah;

k. klinik kecantikan;

l. sarana pemberantasan hama;

m. toko alat kesehatan;dan

n. institusi penguji alat kesehatan.

Bagian Kedua

Perizinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Paragraf 1

Izin Rumah Sakit

Pasal 26

(1) Setiap penyelenggara Rumah Sakit kelas C dan kelas D wajib memiliki

izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a. untuk Pemerintah Kota berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari

Organisasi Perangkat Daerah yang bertugas di bidang kesehatan,

instansi tertentu atau Lembaga Teknis Daerah;dan

b. untuk Swasta berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya

bergerak di bidang perumahsakitan.

27

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari izin mendirikan

rumah sakit dan izin operasional.

(4) Izin mendirikan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk

1 (satu) tahun.

(5) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri atas izin

operasional sementara dan izin operasional tetap.

(6) Izin operasional sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5),

diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

(7) Izin operasional tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berlaku untuk

jangka waktu 5 (lima) tahun.

(8) Izin operasional tetap dapat diberikan kepada Rumah Sakit apabila telah

mendapat klasifikasi/penetapan kelas yang dikeluarkan oleh Menteri.

Paragraf 2

Izin Klinik

Pasal 27

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan klinik wajib mendapat izin dari Walikota atau Pejabat

yang ditunjuk.

(2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan untuk jangka waktu

5 (lima) tahun.

Paragraf 3

Izin Apotek

Pasal 28

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan apotek wajib memiliki izin dari Walikota atau pejabat

yang ditunjuk.

(2) Izin apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku 5 (lima) tahun.

Paragraf 4

Izin Apotek Rakyat

Pasal 29

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan apotek rakyat wajib memiliki izin dari Walikota atau

Pejabat yang ditunjuk.

(2) Apotek Rakyat dalam pelayanan kefarmasian wajib mengutamakan obat

generik dan dilarang menyediakan Narkotika dan Psikotropika, meracik

obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.

28

(3) Setiap apotek rakyat wajib memiliki satu orang apoteker sebagai

penanggung jawab dan dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian.

(4) Pedagang eceran obat dapat merubah statusnya menjadi apotek rakyat

yang dapat berupa 1 (satu) atau gabungan dari paling banyak 4 (empat)

pedagang eceran obat.

Paragraf 5

Izin Toko Obat

Pasal 30

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan toko obat wajib memiliki izin dari Walikota atau

Pejabat yang ditunjuk.

(2) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan toko obat wajib memperkerjakan seorang Tenaga

Teknis Kefarmasian (TTK) sebagai penanggung jawab teknis farmasi.

(3) Izin toko obat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), berlaku selama

5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

(4) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan toko obat dilarang:

a. menerima atau melayani resep dokter;

b. membuat obat;dan

c. membungkus (mengemas) obat, membungkus kembali obat.

Paragraf 6

Izin laboratorium

Pasal 31

(1) Setiap orang atau badan hukum yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan laboratorium klinik umum pratama wajib memiliki izin

dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan untuk jangka waktu

5 (lima) tahun.

Paragraf 7

Izin Pelayanan Radiologi Diagnostik

Pasal 32

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan radiologi diagnostik wajib memiliki izin dari

Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , berlaku untuk jangka

waktu 5 (lima) tahun.

29

Paragraf 8

Izin Optikal dan Laboratorium Optik

Pasal 33

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan optikal dan/atau Laboratorium optik wajib

memiliki izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 5 (lima) tahun.

(3) Setiap penyelenggara optikal dan/atau Laboratorium optik wajib memiliki

sekurang-kurangnya 1 (satu) orang refraksionis optisien yang bekerja

penuh sebagai penanggung jawab.

Paragraf 9

Izin Sarana Pelayanan Dialisis

Pasal 34

(1) Penyelenggaraan pelayanan dialisis hanya dapat dilaksanakan pada

fasilitas pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang atau badan usaha yang memiliki fasilitas pelayanan

kesehatan dan akan menyelenggarakan pelayanan dialisis harus memiliki

izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(3) Izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), berlaku untuk jangka

waktu 5 (lima) tahun.

Paragraf 10

Izin Pelayanan Darah

Pasal 35

(1) Setiap Unit Transfusi Darah (UTD) tingkat Kota wajib memiliki izin yang

dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), diberikan untuk jangka

waktu 5 (lima) tahun.

Paragraf 11

Izin Klinik Kecantikan

Pasal 36

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan klinik kecantikan wajib memiliki izin yang

dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk masa waktu

5 (lima) tahun.

30

Paragraf 12

Izin Usaha Pemberantasan Hama

Pasal 37

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan pemberantasan hama wajib memiliki izin

operasional yang dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk masa waktu

1 (satu) tahun.

Paragraf 13

Izin Toko Alat Kesehatan

Pasal 38

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan toko alat kesehatan

wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk masa waktu

5 (lima) tahun.

(3) Toko Alat Kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu

dan dalam jumlah terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Paragraf 14

Izin Institusi Penguji Alat Kesehatan

Pasal 39

(1) Yayasan dan/atau badan hukum yang akan melaksanakan pengujian alat

kesehatan wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku untuk masa waktu

5 (lima) tahun.

Bagian Ketiga

Penentuan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 40

(1) Dalam pemberian izin fasilitas pelayanan kesehatan, Walikota atau

Pejabat yang ditunjuk dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas

pelayanan kesehatan.

(2) Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan :

a. luas wilayah;

b. kebutuhan kesehatan;

c. jumlah dan persebaran penduduk;

d. pola penyakit;

31

e. pemanfaatannya;

f. fungsi sosial;

g. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi;

h. akses;dan

i. kualitas fasilitas.

(3) Ketentuan mengenai jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku untuk jenis

Rumah Sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum.

(4) Dalam rangka pemberian izin fasilitas pelayanan kesehatan, pejabat yang

ditunjuk berdasarkan rekomendasi Dinas dapat menentukan jumlah,

komposisi dan kompetensi tenaga kesehatan di fasilitas yang sesuai

standar dan kebutuhan.

(5) Dalam upaya pengembangan sistem kesehatan, Walikota atau Pejabat

yang ditunjuk dapat menentukan layanan unggulan di fasilitas kesehatan

dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat.

BAB VI

PERIZINAN DAN SERTIFIKASI TEMPAT-TEMPAT UMUM

YANG TERKAIT DENGAN KESEHATAN

Bagian Pertama

Jenis Tempat-tempat Umum yang terkait dengan Kesehatan

Pasal 41

Tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan, terdiri dari :

a. salon kecantikan;

b. Sehat Pakai Air (SPA);

c. rumah makan, restoran, jasa boga atau catering;

d. industri rumah tangga pangan;

c. depot air minum;

d. hotel;dan

e. kolam renang.

Bagian Kedua

Perizinan Tempat-tempat Umum yang terkait dengan Kesehatan

Paragraf 1

Izin Salon Kecantikan

Pasal 42

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan salon kecantikan wajib memiliki izin yang

dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

32

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang diberikan berlaku selama

3 (tiga) tahun.

Paragraf 2

Izin Sehat Pakai Air (SPA)

Pasal 43

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan dan

menyelenggarakan pelayanan SPA wajib memiliki izin yang dikeluarkan

oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa izin sementara

dan izin tetap.

(3) Izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku selama

6 bulan.

(4) Izin tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku selama

3 (tiga) tahun.

Bagian Ketiga

Sertifikasi tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan

Paragraf 1

Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi/ Sertifikat Laik Sehat

Pasal 44

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mengajukan izin rumah makan,

restoran, jasa boga dan/atau catering, depot air minum wajib memiliki

sertifikat laik hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas.

(2) Setiap orang atau badan usaha yang akan mengajukan izin hotel dan/atau

kolam renang wajib memiliki sertifikat laik sehat yang dikeluarkan oleh

Kepala Dinas.

(3) Sertifikat sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diberikan dalam bentuk

sementara atau tetap.

(4) Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi/Sertifikat Laik Sehat Sementara

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku selama 6 (enam) bulan dan

dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.

(5) Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi /Sertifikat Laik Sehat Tetap sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), berlaku selama 3 (tiga) tahun.

(6) Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi/Sertifikat Laik sehat menjadi batal

bilamana terjadi penggantian pemilik, pindah lokasi/alamat, tutup dan atau

menyebabkan terjadinya keracunan makanan/wabah.

33

Paragraf 2

Sertifikat Penyuluhan Pangan Industri Rumah Tangga

Pasal 45

(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan menyelenggarakan Industri

Rumah Tangga Pangan wajib memiliki Sertifikat Penyuluhan Pangan

Industri Rumah Tangga dari Kepala Dinas.

(2) Industri Rumah Tangga Pangan yang hasil produksinya memiliki masa

kadaluarsa kurang dari 1 (satu) minggu terhitung dari saat produksinya

dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pangan produksi industri rumah tangga harus diberi label.

(4) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat sekurang-kurangnya

keterangan mengenai :

a. nama produk;

b. daftar bahan yang digunakan;

c. berat bersih atau isi bersih;

d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan

ke dalam wilayah Indonesia;

e. nomor sertifikat produksi pangan industri rumah tangga;dan

f. tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.

Pasal 46

(1) Dalam rangka sertifikasi Industri Rumah Tangga Pangan, Dinas Kesehatan

Kota Depok melaksanakan penyuluhan terhadap pemilik atau penanggung

jawab industri makanan dan minuman rumah tangga.

(2) Pemilik atau penanggung jawab makanan dan minuman industri rumah

tangga yang telah mengikuti penyuluhan diberikan sertifikat penyuluhan

oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok.

(3) Pemilik atau penanggungjawab industri rumah tangga pangan yang telah

memiliki sertifikat penyuluhan dapat mencantumkan nomor sertifikat

produksi pangan pada label pangan hasil produk industri rumah tangga.

(4) Sertifikat Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dicabut

apabila pemilik atau penanggung jawab tidak melaksanakan ketentuan

persyaratan kesehatan industri rumah tangga pangan.

34

BAB VII

KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Kewajiban Tenaga Kesehatan dan

Tenaga Pengobatan Komplementer Alternatif (TPKA)

Pasal 47

Tenaga Kesehatan dan TPKA wajib :

a. menjalankan pelayanan sesuai kompetensinya;

b. memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayan

kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional;

c. mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

yang dimiliki;

d. menyimpan rahasia pasien;

e. merujuk pasien kepada tenaga kesehatan dan TPKA yang mempunyai

keahlian dan kemampuan yang lebih baik apabila tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan;

f. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila

dia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;

g. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang

akan dilakukan;

h. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

i. membuat dan memelihara rekam medis;dan

j. membuat izin baru apabila pindah lokasi.

Bagian Kedua

Kewajiban Tenaga Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad)

Pasal 48

Tenaga Yankestrad wajib :

a. melakukan pelayanan yang aman, bermanfaat dan dapat

dipertanggungjawabkan;

b. tidak bertentangan dengan norma, etika dan agama;

c. membuat pencatatan dan melaporkan kegiatannya ke Dinas;

d. memberikan informasi kepada masyarakat berkaitan dengan tempat

pelayanan, jam praktik, metode pelayanan, keahlian, dan gelar yang

sesuai dengan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT) dan Surat Izin

Pengobat Tradisional (SIPT) yang dimilikinya;

e. meningkatkan keilmuan, keterampilan dan pengetahuannya melalui

pendidikan dan pelatihan;dan

f. membuat izin baru apabila pindah lokasi.

35

Bagian Ketiga

Kewajiban Pemegang Izin Sarana Pelayanan Kesehatan

Pasal 49

Pemegang Izin Sarana Pelayanan Kesehatan wajib:

a. memberikan informasi yang benar kepada masyarakat tentang pelayanan

kesehatan yang diberikan;

b. memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi pelayanan

dan prosedur operasional;

c. memberikan pelayanan gawat darurat tanpa meminta uang muka terlebih

dahulu;

d. menyediakan sarana dan pelayanan kepada masyarakat yang tidak mampu

atau miskin;

e. meminta persetujuan medik dan persetujuan perubahan jenis obat;

f. menyelenggarakan rekam medis dan sistem rujukan;

g. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan etika dan peraturan

perundang-undangan;

h. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

i. membuat daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bekerja di sarana

pelayanan kesehatan miliknya;

j. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan;

k. memberlakukan seluruh lingkungan fasilitas sebagai kawasan tanpa rokok;

l. untuk Rumah Sakit, melakukan registrasi dan akreditasi;

m. membuat izin baru apabila pindah lokasi dan/atau perubahan pemilik

dan/atau perubahan nama pada sarana pelayanan kesehatannya;dan

n. melaporkan kepada pemberi izin apabila terjadi perubahan penanggung

jawab dan/atau pelaksana harian, pada sarana pelayanan kesehatannya.

Bagian Keempat

Kewajiban Pemegang Izin dan Sertifikat Tempat-tempat Umum yang

Terkait dengan Kesehatan

Pasal 50

Pemegang izin dan sertifikat tempat-tempat umum yang terkait dengan

kesehatan wajib :

a. melaksanakan kegiatan sesuai dengan izin dan sertifikat yang

diberikan;dan

b. menjaga kualitas pelayanan dan produk yang dihasilkan sesuai dengan

standar yang ditetapkan berdasarkan peraturan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

36

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 51

(1) Dinas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga

kesehatan, tenaga kesehatan komplementer alternatif, tenaga pelayanan

kesehatan tradisional, fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum

yang terkait dengan kesehatan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan untuk

meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien, dan melindungi

masyarakat terhadap resiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi

kesehatan atau merugikan masyarakat.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

berupa pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan

pelatihan serta kegiatan pemberdayaan lain secara insidentil maupun

secara periodik.

(4) Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Dinas dibantu atau bekerjasama dengan organisasi profesi

dan asosiasi yang terkait dan khusus untuk tenaga pelayanan kesehatan

tradisional Dinas dapat membentuk Majelis Disiplin tenaga pelayanan

kesehatan tradisional apabila diperlukan.

BAB IX

KETENTUAN SANKSI

Bagian Pertama

Sanksi Administrasi

Pasal 52

(1) Setiap pemegang izin tenaga kesehatan, TPKA, Yankestrad, fasilitas

pelayanan kesehatan, dan tempat-tempat umum yang terkait dengan

kesehatan yang melanggar ketentuan Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49,

Pasal 50 dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa :

a. teguran tertulis;

b. denda;

c. pembekuan izin;dan

d. pencabutan izin;

(3) Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,

ditetapkan:

a. bagi pemegang izin tenaga kesehatan dan TPKA sebesar:

Rp.10.000.000.,- (sepuluh juta rupiah);

37

b. bagi pemegang izin Yankestrad sebesar Rp. 5.000.000,-

(lima juta rupiah);

c. bagi pemegang izin fasilitas kesehatan Rp. 20.000.000,-

(dua puluh juta rupiah);dan

d. bagi pemegang izin dan pemegang sertifikat tempat-tempat umum

yang terkait dengan kesehatan, sebesar Rp. 5.000.000,-

(lima juta rupiah).

(4) Hasil pengenaan sanksi administrasi denda sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), disetorkan ke kas daerah.

(5) Tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), diatur dengan Peraturan Walikota.

Bagian Kedua

Sanksi Pidana

Pasal 53

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1),

Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1),

ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1),

Pasal 13 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1),

Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 22 ayat (1),

Pasal 24 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1),

Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (1) , Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1),

Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (2), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1),

Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 42 ayat (1),

Pasal 43 ayat (1), Pasal 44 ayat (1), ayat (2), Pasal 45 ayat (1) dikenakan

sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling

banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan penerimaan

daerah dan disetor ke Kas Daerah.

(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.

Pasal 54

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik dipidana sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

(2) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja

memperkerjakan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP, dipidana

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

38

(3) Setiap orang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak

memiliki izin, dipidana dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44

tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

(4) Setiap orang yang melakukan praktik kefarmasian tetapi tidak memiliki

keahlian dan kewenangan dibidang kefarmasian dipidana sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 36 tahun tahun 2009 tentang Kesehatan.

(5) Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan

tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sehinggga

mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun tahun 2009 tentang

Kesehatan.

(6) Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan kegiatan atau

proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran

pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi

dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun tahun 1996

tentang Pangan.

(7) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang

digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan

tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang

ditetapkan, dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996

tentang Pangan.

(8) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan yang dilarang

digunakan sebagai kemasan pangan dan/atau bahan apapun yang dapat

melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan

manusia, dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996

tentang Pangan.

(9) Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan pangan yang dilarang

untuk diedarkan, dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1996 tentang Pangan.

(10) Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan pangan yang tidak

memenuhi standar mutu yang diwajibkan, dipidana sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

(11) Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan pangan yang

mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dianjurkan,

dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang

Pangan.

39

(12) Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan pangan yang tidak

memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, dipidana sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

(13) Setiap orang yang dengan sengaja mengganti, melabel kembali, atau

menukar tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa pangan yang diedarkan,

dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang

Pangan.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 55

Tenaga Kesehatan, TPKA, Yankestrad, fasilitas pelayanan kesehatan, dan

tempat-tempat umum yang terkait dengan kesehatan yang sebelum Peraturan

Daerah ini ditetapkan telah memiliki izin dan izin tersebut belum berakhir, maka

izin tersebut dinyatakan tetap berlaku sampai masa izinnya habis.

BAB XI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 56

(1) Walikota dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya

di bidang izin sarana pelayanan Kesehatan kepada pejabat yang ditunjuk

melalui Peraturan Walikota dengan berpedoman kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Tata cara perizinan tenaga kesehatan, TPKA, Yankestrad, sarana

pelayanan kesehatan dan tempat-tempat umum yang terkait dengan

kesehatan, serta tata cara sertifikasi pada tempat-tempat umum yang

terkait dengan kesehatan dan industri pangan rumah tangga diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Walikota.

(3) Hal-hal yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur berkaitan

dengan Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis

pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

40

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota Depok

Nomor 05 tahun 2003 tentang Izin Pelayanan Kesehatan Swasta dan Peraturan

Daerah Kota Depok Nomor 06 tahun 2003 tentang Retribusi Izin Pelayanan

Kesehatan Swasta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 58

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan

Peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Kota Depok.

Ditetapkan di Depok

pada tanggal 6 Juni 2011

WALIKOTA DEPOK,

H. NUR MAHMUDI ISMA’IL

Diundangkan di Depok

pada tanggal 6 Juni 2011

SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK

H. ETY SURYAHATI, SE, M.Si NIP 19631217 198903 2 006

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2011 NOMOR 06