Advanced Search

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.42.06.10.4556 Tahun 2010


Published: 2010-07-26
Read law translated into English here: https://www.global-regulation.com/translation/indonesia/7211896/peraturan-badan-pengawas-obat-dan-makanan-nomor-hk.03.42.06.10.4556-tahun-2010.html

Subscribe to a Global-Regulation Premium Membership Today!

Key Benefits:

Subscribe Now for only USD$40 per month.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.361,2010 Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Petunjuk Operasional. Pembuatan Kosmetik.

PERATURAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR HK. 03.42.06.10.4556 TENTANG

PETUNJUK OPERASIONAL PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 2

Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);

5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;

6. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005;

7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik;

9. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.3870 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik;

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 3

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.1018 Tahun 2008 tentang Bahan Kosmetik;

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.42.2995 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetik;

12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.1.42.4974 Tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kosmetik;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

: PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK.

Pertama : Mengesahkan dan memberlakukan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Kedua : Industri kosmetik dan semua pihak yang terkait dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan kosmetik mengacu pada Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik sebagaimana dimaksud dalam diktum Pertama.

Ketiga : Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 4

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2010 KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KUSTANTINAH

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PATRIALIS AKBAR

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 5

KATA SAMBUTAN

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.4.3870 tahun

2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik maka untuk lebih

menjelaskan dan menggambarkan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang

Baik di lapangan diperlukan Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan

Kosmetik yang Baik.

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan persyaratan kelayakan dasar,

agar suatu industri kosmetik mampu menghasilkan produk yang aman,

bermanfaat dan bermutu. Disamping itu dalam rangka Harmonisasi ASEAN di

bidang kosmetik, maka penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

menjadi hal yang prioritas untuk dipenuhi oleh suatu industri kosmetik.

Kepada pihak industri diharapkan dapat memahami bahwa penerapan Cara

Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan kebutuhan mendasar pihak industri

untuk lebih meningkatkan mutu dan posisi tawar produk, yang pada akhirnya

dapat memperkuat katahanan ekonomi negara Indonesia.

Oleh karena itu, saya menyambut baik diterbitkannya buku Petunjuk

Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik dengan harapan

adanya peningkatan mutu dan daya saing produk kosmetik Indonesia di pasar

global.

Jakarta, Maret 2010

Deputi Bidang Pengawasan

Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Ruslan Aspan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 6

KATA PENGANTAR

Kami bersyukur kepada Allah yang dengan bimbingan dan ridhoNya, kami

dapat menyelesaikan Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan

Kosmetik yang Baik.

Buku Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

dilakukan dalam rangka penjabaran secara rinci mengenai penerapan Cara

Pembuatan Kosmetik yang Baik. Buku Petunjuk Operasional Pedoman Cara

Pembuatan Kosmetik yang Baik merupakan acuan yang digunakan oleh petugas

Badan POM di Pusat dan Provinsi serta kalangan industri kosmetik dalam

rangka penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa Petunjuk Operasional Pedoman Cara

Pembuatan Kosmetik yang Baik ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik

dan saran guna perbaikan sangat kami harapkan. Semoga buku Petunjuk

Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik ini bermanfaat

bagi petugas dan industri kosmetik dalam penerapan Cara Pembuatan Kosmetik

yang Baik.

Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini kami

mengucapkan penghargaan dan terima kasih.

Jakarta, Maret 2010

Direktur Standardisasi

Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

Hary Wahyu T

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 7

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI Nomor : HK. 03.42.06.10.4556 Tanggal : 21 Juni 2010

PETUNJUK OPERASIONAL

PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK

YANG BAIK

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 8

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA 2010

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ………………………………………………………...................... i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….............. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

BAB II KETENTUAN UMUM ……………………………………… 3

BAB III PERSONALIA ………………………………………… 5

BAB IV BANGUNAN DAN FASILITAS ……………………… 14

BAB V PERALATAN ……………………………… 23

BAB VI SANITASI DAN HIGIENE ……………………………… 37

BAB VII PRODUKSI ……………………………………… 64

BAB VIII PENGAWASAN MUTU ............................................................ 97

BAB IX DOKUMENTASI .................................................................... 148

BAB X AUDIT INTERNAL …………………………………………… 169

BAB XI PENYIMPANAN …………………………………………… 182

BAB XII KONTRAK PRODUKSI DAN PENGUJIAN …………………… 189

BAB XIII PENANGANAN KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK ........... 220

DAFTAR LAMPIRAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB)………… iv

DAFTAR LAMPIRAN INSTRUKSI KERJA (IK)……………………….. vi

DAFTAR LAMPIRAN CATATAN................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN LAIN-LAIN......................................... viii

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 9

DAFTAR LAMPIRAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU (POB)

Nomor

Lampiran

Lampiran Halaman

V.2 : Prosedur Operasional Baku Pemeliharaan Peralatan …..................... 27

V.4 : Prosedur Operasional Baku Untuk Kalibrasi ...................................... 29

V.6 : Prosedur Operasional Baku Pembersihan dan Sanitasi Mesin Mixer........ 31

V.9 : Prosedur Operasional Baku Kalibrasi Timbangan dengan Kapasitas 70 kg...

34

VI. 5 : Prosedur Operasional Baku Penerapan Higiene Perseorangan............... 44

VI. 9 : Prosedur Operasional Baku Sanitasi Bangunan .................. 51

VI.11 : Prosedur Operasional Baku Pembersihan dan Desinfeksi Ruangan Produksi ...........................................

54

VI.14

: Prosedur Operasional Baku Pemakaian Pestisida di Sarana Produksi Kosmetik ..........................................................................

62

VII.4 : Prosedur Operasional Baku Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan Bahan Awal ..........................................................

80

VII.5 : Prosedur Operasional Baku Pemberian Nomor Bets/Lot................................

81

VII.9 : Prosedur Operasional Baku Prosedur Pengolahan Induk.............. 85

VII.12 : Prosedur Operasional Baku Pengemasan .............................. 89

VII.13 : Prosedur Operasional Baku Prosedur Pengemasan Induk............. 90

VII.16 : Prosedur Operasional Baku Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan Produk Jadi .......................................................

93

VII.18 : Prosedur Operasional Baku Penanganan Produk Tidak Sesuai ..................... 95

VIII.2 : Prosedur Operasional Baku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Pembasuh Mata................................

110

VIII.4 : Prosedur Operasional Baku Kalibrasi pH Meter................... 112

VIII.11 : Prosedur Operasional Baku Evaluasi dan Penilaian Pemasok ............ 119

VIII.19 : Prosedur Operasional Baku Penanganan Contoh Pertinggal ............... 131

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 10

VIII.4 : Prosedur Operasional Baku Kalibrasi pH Meter........... 112 VIII.11 : Prosedur Operasional Baku Evaluasi dan Penilaian Pemasok ............. 119 VIII.19 : Prosedur Operasional Baku Penanganan Contoh Pertinggal ................... 131

VIII.23 : Prosedur Operasional Baku Penanganan Keluhan Pelanggan .................... 138 VIII.25 : Prosedur Operasional Baku Penarikan Produk ..................... 141 VIII.26 : Prosedur Operasional Baku Pemusnahan Barang.......................... 143 IX.3 : Prosedur Operasional Baku Penomoran Dokumen ............... 164 IX.4 : Prosedur Operasional Baku Cara Pembuatan Prosedur Operasional

Baku................................................. ....................... 166

X.1 : Prosedur Operasional Baku Audit Internal............................. 171 XII.1 : Prosedur Operasional Baku Kontrak Produksi............................. 192 XII.4 : Prosedur Operasional Baku Kontrak Pengujian...................... 208 XIII.1 : Prosedur Operasional Baku Penanganan Keluhan.................................. 223

XIII. 3 : Prosedur Operasional Baku Penarikan Produk Dari Peredaran ................ 226

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 11

DAFTAR LAMPIRAN INSTRUKSI KERJA (IK)

Nomor

Lampiran

Lampiran (Contoh) Halaman

I.1 : Struktur Organisasi Pabrik......................................................... 2

VII.6 : Instruksi Kerja Penimbangan Bahan Baku………………….. 82

VIII.3 : Instruksi Kerja Cara Pemasangan Respirator Untuk Bahan Organik/Uap Asam ……………….………………...................

111

VIII.5 : Instruksi Kerja Penggunaan Alat pH Meter............................. 113

VIII.12 : Instruksi Kerja Pengambilan Contoh Bahan Baku dan Bahan Pengemas ..........................................................................

121

VIII.13 : Instruksi Kerja Pengambilan Contoh Produk Antara dan Produk Ruahan ............................................................................

124

VIII.14 : Instruksi Kerja Pengambilan Contoh Produk Jadi................. 126

VIII.15 : Instruksi Kerja Pemeriksaan Bahan Baku................................ 127

VIII.16 : Instruksi Kerja Pemeriksaan Bahan Pengemas ...................... 128

VIII.17 : Instruksi Kerja Pemeriksaan In Process Control (IPC) Perawatan Kulit / Perawatan Rambut / Sediaan Mandi......

129

VIII.22 : Instruksi Kerja Pemeriksaan Produk Jadi Perawatan Kulit, Perawatan Rambut, Sediaan Mandi .........................................

137

VIII.24 : Instruksi Kerja Kriteria Keluhan Pelanggan............................ 139

VIII.27 : Instruksi Kerja Pemusnahan Barang ........................................ 145

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 12

DAFTAR LAMPIRAN CATATAN

Nomor

Lampiran

Lampiran Halaman

III.4 : Catatan Perseorangan Tentang Pelatihan Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik.....................................................................

13

V.3 : Catatan Pemeliharaan Peralatan ............................................... 28

V.5 : Catatan Kalibrasi dan Inspeksi Alat............................. 30

V.7 : Catatan Pemakaian dan Pembersihan Mesin Mixer............... 32

V.10 : Catatan Kalibrasi Timbangan Dengan Kapasitas 70 Kg......... 35

V.11 : Catatan Perbaikan Alat .............................................................. 36

VI.8 : Catatan Pembersihan Ruangan ................................................. 50

VI. 10 : Catatan Sanitasi Bangunan ........................................................ 53

VII.3 : Catatan Penerimaan Bahan Awal ............................................. 79

VII.10 : Catatan Pengolahan Bets ............................................................ 87

VII.14 : Catatan Pengemasan Bets .......................................................... 91

VIII.7 : Catatan Pembuatan Larutan Pereaksi Dan Media Pembiakan ................. 115

XI.3 : Catatan Distribusi Kosmetik ..................................................... 188

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 13

DAFTAR LAMPIRAN LAIN-LAIN

Nomor

Lampiran

Lampiran Halaman

I.1 : Struktur Organisasi Pabrik......................................................... 2

III.1 : Uraian Jabatan Kepala Bagian Produksi................................... 7

III.2 : Uraian Jabatan Kepala Bagian Pengawasan Mutu………….. 9

III.3 : Program Pelatihan CPKB ........................................................... 11

IV.1 : Tata Letak Ruangan Pabrik........................................................ 18

IV.2 : Jenis Bahan Bangunan ................................................................ 19

IV.3 : Desain Saluran Pembuangan Air (Penampang membujur).. 21

IV.4 : Rekomendasi Kekuatan Cahaya Lampu Dalam Ruangan..... 22

V.1 : Rekomendasi Penandaan Pipa Saluran ................................... 26

V.8 : Label Kebersihan Peralatan ………….…………………......... 33

VI.1 : Program Pemeriksaan Kesehatan untuk Personil Bagian Produksi ..... 40

VI.2 : Keadaan yang Dapat Merugikan Produk ................................ 41

VI.3 : Pelindung Tubuh Sesuai Dengan Pemakainya di Ruangan Dengan Kelas Kebersihan Tertentu ..........................................

42

VI.4 : Penandaan Pada Daerah Tertentu Yang Dilarang......................... 43

VI.6 : Rekomendasi Mencuci Tangan ................................................. 46

VI. 7 : Program Pembersihan Ruangan ............................................... 47

VI.12 : Rekomendasi Bahan Desinfektan Untuk Sanitasi................... 57

VI.13 : Rekomendasi Alat-Alat Untuk Membersihkan Ruangan Produksi.......... 60

VII.1 : Rekomendasi Label/Penandaan ............................................... 76

VII.2 : Formulir Permintaan Bahan Awal ............................................ 78

VII.7 : Daftar Pemeriksaan Kesiapan Pengolahan Bets...................... 83

VII.8 : Daftar Pemeriksaan Untuk Pengolahan Krim Sebelum Operasional ....... 84

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 14

VII.11 : Daftar Pemeriksaan Sarana Untuk Pengemasan ................... 88

VII.15 : Surat Penyerahan Produk Jadi .................................................. 92

VII.17 : Kartu Stok Produk Jadi ............................................................. 94

VIII.1 : Tata Letak Laboratorium Pengawasan Mutu ........................ 109

VIII.6 : Rekomendasi Label Status Peralatan ..................................... 114

VIII.8 : Rekomendasi Label Wadah Larutan Pereaksi dan Media Pembiakan dan Label Wadah Larutan Titer............................

116

VIII.9 : Spesifikasi Bahan Baku dan Bahan Pengemas ........................ 117

VIII.10 : Sertifikat Analisis ..................................................................... 118

VIII.18 : Laporan Penyelidikan Kegagalan Bets..................................... 130

VIII.20 : Uji Stabilitas ................................................................................ 134

VIII.21 : Laporan Uji Stabilitas ................................................................. 136

VIII.28 : Berita Acara Pemusnahan Barang.......................................... 146

VIII.29 : Permohonan Pemusnahan Barang .......................................... 147

IX.1 : Tingkatan Dokumen, Tujuan, Isi dan Pengguna Dokumen................. 160

IX.2 : Jenis-Jenis Dokumen Dalam CPKB .......................................... 163

X.2 : Daftar Periksa Audit Internal .................................................... 173

X.3 : Laporan Audit Internal .............................................................. 180

XI.1 : Kartu Persediaan Bahan Baku ................................................... 186

XI.2 : Kartu Persediaan Produk Jadi ................................................... 187

XII.2 : Daftar Penanggung Jawab Aktivitas ........................................ 199

XII.3 : Perjanjian Kontrak Produksi Kosmetik.................................... 200

XII.5 : Perjanjian Kontrak Pengujian Kosmetik................................... 211

XIII. 2 : Formulir Laporan Keluhan Kosmetik....................................... 224

XIII.4 : Laporan Penarikan Produk ....................................................... 228

XIII. 5 : Rekomendasi Pemusnahan Bahan Awal / Produk Jadi ....... 229

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 15

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Cukup jelas

2. Tujuan 2.1. Umum 2.1.1. Cukup jelas 2.1.2. Cukup jelas 2.2. Khusus 2.2.1. Cukup jelas 2.2.2. Cukup jelas

3. Sistem Manajemen Mutu Setiap perusahaan hendaklah memiliki visi dan misi yang menunjukkan komitmen terhadap mutu dan keamanan produk yang diproduksi.

Setiap perusahaan harus menjamin bahwa produk kosmetik yang dihasilkan memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku.

Perusahaan hendaknya memahami sistem penjaminan mutu termasuk Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), dan dilengkapi dengan personil yang handal, bangunan, peralatan dan fasilitas yang sesuai serta cukup dalam mencapai sasaran mutu yang telah ditetapkan.

Penjaminan Mutu mencakup semua hal yang dapat mempengaruhi mutu produk, baik secara individu maupun kolektif. Hal ini terkait pada semua aktivitas perusahaan secara total untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. 3.1. Struktur Organisasi Industri Kosmetik tercantum pada Lampiran I.1.

Kewenangan dan tanggung jawab manajemen telah ditetapkan secara jelas.

3.2. Cukup jelas

3.3. Dipastikan bahwa produk yang diluluskan telah diperiksa oleh personil yang diberi kewenangan. Menyediakan sarana yang memadai untuk memastikan produk disimpan, didistribusikan, dan ditangani secara baik. Melakukan secara teratur audit internal mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 16

Lampiran I.1

(Contoh)

Struktur Organisasi Industri Kosmetik Struktur organisasi pada industri kosmetik harus dibuat sedemikian rupa yang mencerminkan keterpisahan antara personil dan fungsi dari Bagian Produksi dengan Bagian Pengawasan Mutu. Bagian lain merupakan pendukung untuk pelaksanaan operasional suatu pabrik dan bila diperlukan dapat dikembangkan sesuai dengan keperluan pabrik.

MANAJEMEN

BAGIAN PENGAWASAN

MUTU

BAGIAN PRODUKSI

TATA USAHA

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 17

II. KETENTUAN UMUM

1. Audit Internal Cukup jelas 2. Bahan Awal

Cukup jelas 3. Bahan Baku Cukup jelas 4. Bahan Pengemas

Bahan pengemas meliputi: a. Bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang bersentuhan langsung dengan produk antara lain seperti botol, tube dan pot. b. Bahan pengemas sekunder yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produk antara lain seperti dus dan karton.

5. Bahan Pengawet Cukup jelas 6. Bets Cukup jelas 7. Dokumentasi Cukup jelas 8. Kalibrasi Cukup jelas Catatan: Kalibrasi dilakukan terhadap alat ukur. 9. Karantina Cukup jelas 10. Nomor Bets Cukup jelas 11. Pelulusan (released) Cukup jelas 12. Pembuatan Cukup jelas 13. Pengawasan Dalam Proses Cukup jelas 14. Pengawasan Mutu (Quality Control) Cukup jelas

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 18

15. Pengemasan Cukup jelas 16. Pengolahan Cukup jelas 17. Penolakan (rejected) Cukup jelas 18. Produk (kosmetik) Cukup jelas 19. Produksi Cukup jelas 20. Produk Antara Cukup jelas 21. Produk Jadi Cukup jelas 22. Produk Kembalian (returned) Cukup jelas 23. Produk Ruahan Cukup jelas 24. Sanitasi Segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kebersihan terhadap sarana

pembuatan, personil, peralatan untuk menjamin kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.

25. Spesifikasi Bahan Cukup jelas 26. Tanggal Pembuatan Cukup jelas

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 19

III. PERSONALIA

Semua personil harus memenuhi persyaratan kesehatan, baik fisik maupun mental, serta mengenakan pakaian kerja yang bersih. Personil yang bekerja di area produksi hendaklah tidak berpenyakit kulit, penyakit menular atau memiliki luka terbuka, memakai pakaian kerja, penutup rambut dan alas kaki yang sesuai dan memakai sarung tangan serta masker apabila diperlukan. Personil harus tersedia dalam jumlah yang memadai, mempunyai pengalaman praktis sesuai dengan prosedur, proses dan peralatan. Personil di Bagian Pengolahan, Produksi dan Pengawasan Mutu setidak-tidaknya berpendidikan minimal setara dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas. Semua personil harus memahami prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakannya melalui pelatihan berkala dan berkelanjutan. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab

1.1 Cukup jelas

Contoh Struktur Organisasi Industri Kosmetik tercantum pada Lampiran I.1.

1.2 Kepala Bagian Produksi dapat dijabat oleh seorang Apoteker, Sarjana Farmasi, Sarjana Kimia atau tenaga lain yang memperoleh pendidikan khusus di bidang produksi kosmetik dan mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas sebagai profesional.

Kepala Bagian Produksi hendaklah independen, memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk mengelola produksi kosmetik mencakup tugas operasional produksi, peralatan, personil, area produksi dan dokumentasi.

1.3 Kepala Bagian Pengawasan Mutu dapat dijabat oleh seorang Apoteker, Sarjana

Farmasi, Sarjana Kimia atau tenaga lain yang memperoleh pendidikan khusus di bidang pengawasan mutu produk kosmetik. Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh dalam semua aspek pengawasan mutu seperti penyusunan, verifikasi dan penerapan prosedur pengawasan mutu dan mempunyai wewenang (bila diperlukan) menunjuk personil untuk memeriksa, meloloskan dan menolak bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang dibuat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui.

1.4 Uraian tugas yang mencakup tanggung jawab dan wewenang setiap personil inti (“Key Personil”) seperti Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Teknik dan Kepala Bagian Personalia hendaknya dirinci dan didefinisikan secara jelas. Uraian Jabatan Kepala Bagian Produksi tercantum pada Lampiran III.1 Uraian Jabatan Kepala Bagian Pengawasan Mutu tercantum pada Lampiran III.2.

1.5 Cukup jelas

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 20

Pelatihan

2.1. Personil inti hendaknya mengetahui, memahami dan pernah mendapat pelatihan tentang CPKB baik yang diselenggarakan pihak pemerintah (misal: Badan/Balai Besar POM) maupun asosiasi. Personil inti merencanakan dan membuat program pelatihan serta berperan aktif dalam pelatihan CPKB.

2.2 Program Pelatihan 2.2.1. Pelatihan peningkatan pengetahuan tentang CPKB diberikan kepada

seluruh personil yang terlibat langsung dalam kegiatan pembuatan produk kosmetik.

2.2.2. Pelatihan khusus harus diberikan kepada personil yang bekerja dengan bahan yang berbahaya dan beracun.

2.2.3. Program pelatihan diberikan secara berkesinambungan paling sedikit sekali dalam setahun untuk menjamin agar personil terbiasa dengan persyaratan CPKB yang berkaitan dengan tugasnya.

2.2.4. Pelatihan hendaklah dilakukan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh Kepala Bagian Produksi dan atau Kepala Bagian Pengawasan Mutu atau Bagian lain yang terkait.

2.2.5. Pelatihan CPKB dapat diberikan oleh atasan yang bersangkutan, tenaga ahli atau oleh pelatih dari luar perusahaan.

2.2.6. Materi pelatihan dapat berupa pengenalan CPKB secara umum untuk semua personil di pabrik dan materi khusus untuk bagian tertentu, misalnya Bagian Produksi atau Pengawasan Mutu.

Contoh Program Pelatihan CPKB tercantum pada lampiran III.3.

2.3. Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan hendaklah dilakukan evaluasi yang meliputi : 2.3.1. Pengetahuan CPKB secara menyeluruh dan secara khusus sesuai dengan

tugasnya masing-masing. 2.3.2. Penilaian terhadap pelatihan personil.

Pelatihan yang sudah dilaksanakan perlu dicatat. Catatan Perseorangan Pelatihan CPKB hendaklah dibuat sesuai dengan bidang tugasnya masing–masing yang mencakup: 2.3.2.1. Tanggal pelatihan. 2.3.2.2. Nama personil yang mengikuti pelatihan. 2.3.2.3. Nama instruktur, bagian atau lembaga yang memberi pelatihan. 2.3.2.4. Materi pelatihan dan alat bantu yang digunakan. 2.3.2.5. Peragaan yang dilakukan, jika ada. 2.3.2.6. Evaluasi terhadap peserta pelatihan.

Contoh Catatan Perseorangan tentang Pelatihan CPKB tercantum pada lampiran III.4.

2.3.3. Penilaian terhadap perilaku personil

Tiga bulan setelah mengikuti pelatihan CPKB dilakukan penilaian terhadap perilaku setiap personil dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai CPKB.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 21

Lampiran III.1 (Contoh)

URAIAN JABATAN KEPALA BAGIAN PRODUKSI

Uraian Tugas Jabatan

Jabatan : Kepala Bagian Produksi Bagian : Produksi

Melaporkan kepada : Direktur Membawahi : - Supervisor Gudang Bahan Baku

- Supervisor Pengolahan - Supervisor Pengemasan - Supervisor Gudang Produk Jadi

1. Pengetahuan dan Kemampuan

Kepala Bagian Produksi dapat dijabat oleh seorang Apoteker atau tenaga lain, memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pembuatan kosmetik, perencanaan dan pengendalian produksi, pengetahuan mengenai mesin, CPKB dan memiliki jiwa kepemimpinan.

2. Uraian Tugas Secara Umum

Kepala Bagian Produksi bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan kosmetik, agar kosmetik tersebut memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan dibuat dengan memperhatikan pelaksanaan CPKB, dalam batas waktu dan biaya produksi yang telah ditetapkan.

3. Ruang Lingkup Tugas dan Tanggung Jawab

3.1. Mengatur perencanaan dan pengendalian produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan agar stok bahan baku maupun produk jadi seimbang sesuai kebijakan perusahaan.

3.2. Memimpin dan mengarahkan bawahan dalam semua pelaksanaan tugas pengolahan dan pengemasan, baik secara teknis maupun administrasi.

3.3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi. 3.4. Menjalin jejaring kerja dengan instansi pemerintah terkait. 3.5. Mengevaluasi hasil kerja bagian produksi, melakukan perbaikan secara berkesinambungan

dan membuat laporan bulanan. 3.6. Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan produk kosmetik yang memenuhi

persyaratan mutu yang telah ditetapkan, mulai dari penimbangan, pengolahan, pengemasan sampai pengiriman ke Gudang Produk Jadi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 22

Lanjutan

3.1. Bertanggung jawab atas ketersediaan Prosedur Operasional Baku (POB) di Bagian Produksi. 3.2. Bertanggung jawab untuk memeriksa Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan

Bets serta menjamin semua tahapan produksi dilaksanakan sesuai dengan POB Pengolahan dan POB Pengemasan.

3.3. Bertanggung jawab agar peralatan dan mesin produksi tepat desain, tepat ukuran, digunakan secara benar dan terjamin kebersihannya.

3.4. Bertanggung jawab atas kebersihan di seluruh daerah produksi. 3.5. Bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelatihan karyawan bawahannya, menjaga

disiplin, memelihara motivasi kerja dan melakukan evaluasi terhadap karyawan bawahannya.

1. Wewenang :

4.1. Menambah dan mengurangi jumlah karyawan, mutasi dan promosi di Bagian Produksi

sesuai dengan kebutuhannya dengan persetujuan Direktur. 4.2. Membuat anggaran tahunan Bagian Produksi dengan persetujuan Direktur dan melakukan

pengawasan pelaksanaan anggaran tersebut. 4.3. Meminta dan atau menyetujui pengadaan sarana dan prasarana produksi sesuai dengan

prosedur dan kebijakan perusahaan yang berlaku. 4.4. Menyetujui, mengubah atau memperbaiki POB di Bagian Produksi.

…………… Tgl …………. 20……. Telah dibaca dan dimengerti Tembusan kepada:

1. Direktur 2. Kepala Bagian Personalia 3. Yang bersangkutan 4. Arsip (……….nama ……..) Kepala Bagian Produksi

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 23

Lampiran III.2

Contoh URAIAN JABATAN KEPALA BAGIAN PENGAWASAN MUTU

Uraian Tugas Jabatan

Jabatan : Kepala Bagian Pengawasan Mutu Bagian : Pengawasan Mutu Melaporkan kepada : Direktur Membawahi : Supervisor Laboratorium Fisika Kimia Supervisor Laboratorium Mikrobiologi Inspektor

1. Pengetahuan dan Kemampuan

Kepala Bagian Pengawasan Mutu dapat dijabat oleh seorang Apoteker atau tenaga lain, memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pengawasan mutu kosmetik, pengetahuan mengenai peralatan laboratorium, CPKB dan memiliki jiwa kepemimpinan.

2. Uraian Tugas Secara Umum

Kepala Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab atas terjaminnya mutu kosmetik yang diproduksi sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan oleh perusahaan dan standar CPKB. Tugas utamanya adalah menetapkan spesifikasi, status bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan serta menindaklanjuti keluhan konsumen.

3. Ruang Lingkup Tugas dan Tanggung Jawab

3.1. Mengawasi pelaksanaan semua POB apakah telah dijalankan dengan benar sesuai dengan

ketentuan yang dibuat. 3.2. Menganalisa kegagalan produksi, mendiskusikannya dengan bagian-bagian terkait serta

mencari sebab-sebab dan jalan keluarnya. 3.3. Mengevaluasi dan menetapkan stabilitas produk/bahan dan menetapkan standar sesuai

dengan data-data yang ada. 3.4. Menjalin jejaring kerja dengan instansi pemerintah terkait. 3.5. Membuat laporan berkala dan laporan-laporan lain yang diminta oleh atasan atau bagian

bagian lain. 3.6. Bertanggung jawab atas ketersediaan spesifikasi dan metode uji bahan awal, produk antara,

produk ruahan, produk jadi serta POB pengawasan selama proses produksi. 3.7. Bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan seluruh aktifitas Bagian Pengawasan

Mutu mencakup pelaksanaan tugas di laboratorium fisika kimia, mikrobiologi, pelaksanaan pengawasan selama proses produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 24

Lanjutan

3.1. Bertanggung jawab atas keputusan meluluskan atau menolak bahan awal. 3.2. Bertanggung jawab atas keputusan meluluskan, menolak, atau memproses ulang produk

yang diproduksi maupun menghentikan proses produksi bila diperlukan. 3.3. Bertanggung jawab untuk memeriksa Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan

Bets. 3.4. Bertanggung jawab untuk pengembangan dan pelatihan karyawan bawahannya, menjaga

disiplin, memelihara, memotivasi kerja dan melakukan evaluasi terhadap karyawan bawahannya.

1. Wewenang

4.1. Menambah dan mengurangi jumlah karyawan, mutasi dan promosi di Bagian Pengawasan

Mutu sesuai dengan kebutuhannya dengan persetujuan Kepala Pabrik. 4.2. Membuat anggaran tahunan bagian Pengawasan Mutu dengan persetujuan Kepala Pabrik

dan melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran tersebut. 4.3. Meminta dan atau menyetujui pengadaan sarana dan prasarana pengawasan mutu sesuai

dengan prosedur dan kebijakan perusahaan yang berlaku. 4.4. Menyetujui, mengubah atau memperbaiki POB di bagian Pengawasan Mutu. 4.5. Mengusulkan perubahan POB . 4.6. Mengusulkan penarikan kembali produk dari peredaran berdasarkan hasil pengujian mutu

sampel pertinggal atau instruksi instansi yang berwenang.

…………… Tgl …………. 20… Telah dibaca dan dimengerti Tembusan kepada:

1. Kepala Pabrik 2. Kepala Bagian Personalia 3. Yang bersangkutan 4. Arsip ( ……..nama ..……) Kepala Bagian Pengawasan Mutu

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 25

PROGRAM PELATIHAN CPKB Halaman 1 dari 2

MATERI PESERTA PELATIH METODE PELATIHAN/ ALAT BANTU

JADWAL METODE PENILAIAN

I. PELATIHAN SECARA UMUM 1. Orientasi Umum

1.1. Pengenalan Perusahaan

1.1.1. Sejarah Perusahaan

1.1.2. Struktur Organisasi

1.1.3. Tata tertib Perusahaan

1.2. Pengenalan Produk

1.3. Uraian tugas yang rinci dari

masing-masing personil

1.4. Pengenalan tempat bekerja, toilet,

kantin dan lalu lintas yang

diperkenankan

Untuk semua personil

Bagian Umum

Penjelasan lisan

Mulai masuk kerja

Pertanyaan lisan

2. Dasar-dasar CPKB

2.1. Kekhususan pabrik kosmetik

Personil baru

Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual

Mulai masuk kerja

Pertanyaan sebelum & sesudah pelatihan

2.2. Higiene perseorangan : 2.2.1. Perlunya memakai pakaian

kerja dan perlengkapan kerja, seperti :

masker, sarung tangan, tutup

kepala, alas kaki

2.2.2. Perlunya mencuci tangan sebelum bekerja

2.2.3. Personil yang sakit dan mempunyai luka terbuka tidak diperkenankan bekerja dalam pengolahan kosmetik

2.2.4. Pengetahuan tentang mikroba

terutama mengenai bakteri &

bagaimana cara mencegah agar

Semua Personil

Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah/presentasi audio visual

Sekali setahun

Pertanyaan sebelum & sesudah latihan

bakteri tidak berkembang biak

2. 3. Kebersihan umum

2.3.1. Perlunya kebiasaan bekerja dalam ruangan dengan pakaian dan peralatan/mesin yang bersih

Semua Personil

Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual

Sekali setahun

Pertanyaan sebelum & sesudah pelatihan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 26

Lanjutan

MATERI PESERTA PELATIH METODE PELATIHAN/ ALAT BANTU

JADWAL METODE PENILAIAN

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3.1. Pelatihan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan

Personil yang ditentukan

Pelatih K3 / Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual / peragaan

Mulai masuk Kerja dan Sekali setahun

Peragaan / pengamatan pelaksanaan langsung di tempat kerja

3.2. Penanganan Limbah Bahan Berbahaya (B3)

Semua Personil

Instansi Pemerintah terkait/ Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual

Sekali setahun

idem

3.3. Penanggulangan Bahaya Kebakaran

Semua Personil

Pelatih K3 / Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual / peragaan

Sekali setahun

idem

3.4. Keselamatan Kerja

Semua Personil

Pelatih K3 / Pelatih CPKB/ Atasan yang bersangkutan

Ceramah/ presentasi audio visual /peragaan

Setiap 6-12 Bulan

idem

II. PELATIHAN SECARA KHUSUS 1. Orientasi Umum

1.1. Penjelasan tentang kekhususan bekerja di bagian tertentu, misal : Pelarangan personil memakai perhiasan, jam tangan, bulu mata palsu dan make up berlebihan di ruang produksi

Personil di bagian yang bersangkutan

Atasan yang bersangkutan

Ceramah / presentasi audio visual

Mulai masuk kerja & Sekali setahun

Pertanyaan lisan & tertulis

1.2. Penjelasan tentang penggunaan alat tertentu

Personil di bagian yang bersangkutan

Atasan yang bersangkutan / teknisi

Penjelasan di tempat / peragaan

Mulai masuk kerja & Sekali setahun

Pertanyaan lisan & peragaan

2. Pelatihan di tempat kerja

2.1. Latihan melaksanakan POB

2.2. Latihan mengenai tata cara memasuki ruang produksi

2.3. Latihan mengenai tata cara menggunakan alat tertentu

Personil di bagian yang bersangkutan

Atasan yang bersangkutan

Penjelasan di tempat / peragaan

Mulai masuk kerja & Sekali setahun

Peragaan / pengamatan pelaksanaan langsung di tempat

III. PELATIHAN TAMBAHAN 1. Penjelasan jika ada perubahan peraturan baik mengenai CPKB, POB, alat baru dan produk baru

Personil di bagian yang bersangkutan

Pelatih CPKB / teknisi / Atasan yang bersangkutan

Penjelasan di tempat / peragaan

Bila ada perubahan

Pertanyaan lisan & tertulis atau peragaan

2. Mengevaluasi kesalahan yang pernah

terjadi dan cara mengatasinya

Personil di bagian yang bersangkutan

Atasan yang bersangkutan

Penjelasan dan peragaan

Bila ada kesalahan

Pertanyaan lisan & tertulis

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 27

Lampiran III.4

(Contoh) CATATAN PERSEORANGAN TENTANG PELATIHAN

CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

CATATAN PERSEORANGAN TENTANG PELATIHAN CPKB

NAMA : ......................................................... TANGGAL LAHIR : ......................................................... JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI/PEREMPUAN *) MULAI BEKERJA : ......................................................... PEKERJAAN TERDAHULU

: .........................................................

Tgl Materi Pelatih Penilaian Keterangan TANDA TANGAN Personil yang

Bersangkutan Supervisor Kepala

Bagian Umum / Personalia

*) Coret yang tidak perlu

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 28

IV. BANGUNAN DAN FASILITAS

1. Harus dipilih lokasi yang bebas banjir, jauh dari tempat pembuangan sampah, tidak di tempat pemukiman padat penduduk, terhindar dari pencemaran dan tidak mencemari lingkungan. Jika tidak mungkin dihindarkan maka harus dilakukan tindakan pencegahan terhadap pencemaran, misalnya :

Media Polutan / Hama Tindakan pencegahan

Udara Debu jalan, debu industri lain, partikel, pestisida

Melengkapi sistem ventilasi dengan saringan udara yang tepat

Tanah Bekas timbunan sampah, pestisida dan bahan kimia

- Konstruksi bangunan kokoh dan kedap air

- Bebas dari rembesan air

Air tanah - rembesan air melalui tanah dan banjir

- air sadah - air mengandung zat

koloid - mikroba patogen

- Dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang efektif.

- Air tanah harus melalui filtrasi awal misal sand filter, klorinasi dan dilanjutkan dengan perlakuan yang lain, misalnya deionisasi dsb.

Bangunan - Serangga, tikus,

burung dan binatang lainnya

- Pemasangan kawat kasa pada jendela dan lubang ventilasi

- Pemasangan tirai plastik pada pintu - Pembasmian serangga - Perangkap serangga

Bangunan hendaklah memenuhi persyaratan konstruksi sesuai peraturan yang berlaku seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk sarana keamanan. Perlu dilakukan upaya untuk mencegah cemaran pabrik ke lingkungan sekitarnya. Bila terjadi kebocoran ataupun tumpahnya bahan baku/produk ruahan harus segera dilokalisir agar tidak meluas.

2. Bangunan untuk produksi kosmetik harus terpisah dari bangunan untuk produksi produk

lain seperti obat atau obat tradisional. Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang tidak mengandung bahan berbahaya (non hazardous), misal sabun cuci tangan cair, dapat diproduksi dalam satu bangunan tetapi dengan suatu perlakuan khusus untuk mencegah pencemaran silang dan risiko campur baur, yaitu dengan melakukan pembersihan, perawatan serta pengecekan sarana/peralatan pada setiap pergantian produksi termasuk menjadwalkan produksi secara bergiliran.

3. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, produksi serbuk hendaklah dilakukan di

ruangan terpisah yang dilengkapi dengan pengendali debu (dust collector).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 29

Pembuatan produk yang mudah terbakar, seperti produk aerosol hendaklah dilakukan di ruang pengolahan yang ditempatkan pada bangunan terpisah dan mempunyai sistem perlindungan terhadap bahaya kebakaran ataupun ledakan. Untuk produksi produk beralkohol kadar tinggi dan cat kuku, bila pemisahan bangunan tidak memungkinkan maka diambil tindakan pencegahan dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran ataupun ledakan.

4. Kamar ganti pakaian hendaklah dipisah dari ruang pengolahan dengan suatu ruang

antara. Harus disediakan juga sarana untuk menyimpan pakaian/sepatu/alas kaki/tas dan barang–barang milik pribadi. Pintu kamar kecil (toilet) tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi, dilengkapi dengan water sprayer atau shower, tempat cuci tangan dan alat pengering dengan udara panas, kertas tissue atau handuk bersih dan kering. Kamar kecil untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah.

Dicantumkan tanda peringatan, bahwa setiap personil harus mencuci tangan dengan sabun/deterjen sesudah menggunakan kamar kecil. Tempat cuci tangan, hendaklah :

4.1. Ditempatkan pada tempat yang diperlukan, misalnya di ruang ganti pakaian. 4.2. Dilengkapi dengan kran, sabun atau deterjen dan alat pengering dengan udara panas atau handuk bersih dan kering serta tempat sampah bertutup.

Jumlah minimum kamar kecil yang dianjurkan berdasarkan jumlah personil adalah :

Jumlah Personil Jumlah kamar kecil yang diperlukan

1 – 15 1 - 2 16 – 35 2 36 – 55 3 56 – 80 4

81 – 110 6 > 150 ORANG Tambah 1 buah untuk setiap

tambahan 40 personil

5. Tata-ruang hendaklah dirancang sesuai dengan alur penerimaan barang dan alur proses produksi untuk mencegah terjadinya risiko kekeliruan, campur-baur dan pencemaran silang produk. Hendaklah disediakan area yang memadai untuk :

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 30

5.1. Penerimaan bahan baku dan bahan pengemas 5.2. Karantina bahan baku dan bahan pengemas 5.3. Pengambilan contoh bahan baku dan bahan pengemas 5.4. Penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas 5.5. Penimbangan 5.6. Pencampuran atau pengolahan 5.7. Pencucian alat 5.8. Penyimpanan alat bersih 5.9. Penyimpanan produk antara dan produk ruahan 5.10. Pengemasan primer 5.11. Pengemasan sekunder 5.12. Karantina produk jadi 5.13. Penyimpanan dan penyerahan produk jadi 5.14. Laboratorium

Daerah produksi tidak boleh dipakai sebagai lalu lintas umum bagi personil yang tidak bekerja di ruangan tersebut. Hendaklah dibuat koridor untuk lalu lintas personil dimana setiap ruang produksi dapat dicapai tanpa harus melalui ruang produksi lainnya.

Contoh Tata Letak Ruangan Pabrik tercantum pada Lampiran IV.1.

6. Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah : 6.1. Kedap air 6.2. Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel.

Apabila tidak dapat dihindarkan harus dibuat prosedur khusus untuk pembersihannya.

6.3. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan pembersih dan atau desinfektan. Untuk daerah produksi hendaklah dihindari pemakaian bahan dari kayu. Jika menggunakan bahan dari kayu agar diberi lapisan akhir, misal cat minyak. Pertemuan antara lantai, dinding dan langit-langit hendaklah berbentuk lengkung untuk memudahkan pembersihan. Contoh Jenis Bahan Bangunan tercantum pada Lampiran IV.2.

7. Cukup jelas.

Desain drainase tercantum pada Lampiran IV.3.

8. Instalasi saluran udara dan instalasi pipa lainnya hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dilakukan perawatan dan pembersihan, misal di atas plafon koridor atau di dalam ruangan dan diberi jarak yang cukup dengan dinding untuk menghindari penumpukan debu dan untuk memudahkan pembersihan.

9. Setiap kegiatan memerlukan pencahayaan dengan intensitas tertentu.

9.1 Rekomendasi Kekuatan Cahaya Lampu Dalam Ruangan tercantum pada Lampiran IV.4.

9.2 Ventilasi dan Pengatur Suhu 9.2.1. Ventilasi ruangan hendaklah diatur sedemikian rupa sehingga pertukaran

udara dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu serta panas yang berdampak buruk terhadap kegiatan produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 31

9.2.2. Lubang ventilasi hendaklah dilengkapi dengan alat penyaring yang dapat mencegah masuknya serangga atau debu udara ke dalam ruangan dan mudah dibersihkan.

9.2.3. Jika diperlukan pengatur suhu, maka hendaklah berfungsi dengan baik untuk dapat mencegah pencemaran hasil produksi melalui udara yang mengalir.

9.3 Untuk ruang pengolahan terkendali (sediaan bayi dan sediaan sekitar mata),

hendaklah dipasang suatu sistem pengendali udara yang dilengkapi alat penyaring, termasuk pengatur suhu dan kelembaban, yang berfungsi dengan baik untuk mencegah pencemaran partikel dan mikroba terhadap produk melalui udara yang mengalir ke dalam ruangan. Untuk produk serbuk harus dilengkapi dengan dust collector.

10. Pemasangan lampu di daerah pengolahan dan pengemasan hendaklah rata dengan langit-

langit dan bertutup. Stop kontak listrik hendaklah dibuat rata dengan permukaan dinding agar mudah dibersihkan. Kabel listrik untuk mesin pengolahan hendaklah berasal dari sumber listrik di atas langit-langit atau dari koridor yang berada sepanjang ruang pengolahan.

11. Cukup jelas.

12. Cukup jelas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 32

Lampiran IV.1 (Contoh)

TATA LETAK RUANGAN PABRIK

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 33

Lampiran IV.2 (Contoh)

JENIS BAHAN BANGUNAN

PERMUKAAN

DALAM JENIS BANGUNAN KETERANGAN SESUAI UNTUK

1. LANTAI a. Beton Padat a. Bersifat menahan debu b. Tidak tahan terhadap tumpahan

larutan bahan kimia

Digunakan hanya di daerah gudang

b. Beton dilapisi lembaran vinil

a. Ketahanan terhadap bahan kimia terbatas

b. Sambungan dilas agar kedap air c. Mudah tergores d. Untuk pembebanan sedang

Kantor, koridor dan laboratorium

c. Epoksi atau poliuretan

a. Monolitik, permukaan tidak berpori dan tidak licin

b. Menahan pertumbuhan bakteri c. Mudah tergores

Ruang produksi

d. Ubin keramik a. Tahan terhadap bahan kimia dan goresan

b. Mudah diperbaiki c. Memerlukan penutupan celah d. Sambungan sukar dibersihkan

Daerah produksi

e. Ubin semen a. Ekonomis dan mudah diperbaiki b. Memerlukan penutupan celah c. Sambungan sukar dibersihkan d. Tidak tahan terhadap tumpahan

bahan kimia e. Tidak tahan terhadap goresan

Kantor dan dapur

2. DINDING Bata atau blok, beton padat yang permukaannya diplester halus dan dibuat kedap air dengan lapisan cat minyak, cat dari bahan akrilik atau enamel polimer tinggi, poliuretan atau epoksi.

a. Mudah retak bila pengerjaannya kurang baik

b. Menimbulkan debu bila dibongkar untuk perbaikan atau renovasi.

Daerah produksi

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 34

Lanjutan

PERMUKAAN DALAM

JENIS BANGUNAN KETERANGAN SESUAI UNTUK

3. LANGIT- LANGIT

a. Beton yang dicat

dengan cat minyak, bahan akrilik, enamel polimer tinggi atau epoksi

a. Sukar dimodifikasi untuk

pemasangan saluran listrik dan saluran udara

b. Dirancang untuk menahan beban berat

c. Ruangan di atasnya dapat digunakan untuk penempatan saluran udara dan layanan lain

Daerah pengolahan dan pengisian

b. Panel jenis gantung

(terbuat dari gipsum, triplek dilapisi enamel)

a. Membutuhkan baja penopang b. Tidak dapat menahan beban berat c. Sambungan perlu ditutup dengan

karet silikon untuk pencegahan pencemaran dari ruang di atasnya

Daerah produksi

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 35

Lampiran IV.3 (Contoh)

DESAIN SALURAN PEMBUANGAN AIR

(Penampang membujur)

Lantai

Perangkap air dari baja tahan karat

Badan dari baja

tahan

Kisi-kisi baja tahan karat dengan tutup

bersekrup

Sambungan ke pembuangan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 36

Lampiran IV.4

REKOMENDASI KEKUATAN CAHAYA LAMPU DALAM RUANGAN

Kekuatan Cahaya (Satuan Lux)

Daerah Kegiatan

20 Koridor sempit, gang 50 Gudang untuk wadah berukuran besar, koridor untuk lalu lintas

orang 100 Koridor untuk lalu lintas orang dan forklift, ruang istirahat, ruang

ganti pakaian, toilet, ruang sarana penunjang, tangga, ruang penerima tamu

200 Bengkel, gudang 300 Laboratorium 500 Kantor, ruang produksi, ruang pertolongan pertama pada

kecelakaan (P3K) 750 Ruang gambar 1000 Pemeriksaan visual

Catatan: 1 foot candle (flc) = 1 lumen/foot2 (lm/ft2) = 10,764 lux Kekuatan cahaya diukur dengan menggunakan Luxmeter

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 37

V. PERALATAN Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki rancang bangun yang tepat, ukuran memadai dan sesuai dengan ukuran bets yang dikehendaki. Peralatan tidak boleh bereaksi dengan bahan/produk, mudah dibersihkan/disanitasi serta diletakkan di lokasi yang tepat, sehingga terjamin keamanan dan keseragaman mutu produk yang dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan.

1. Rancang Bangun

1.1. Contoh bahan yang tidak bereaksi atau menyerap bahan, antara lain stainless steel tipe AISI 316, 316 L.

1.2. Cukup jelas. 1.3. Semua bagian peralatan harus bisa terjangkau, mudah dibongkar dan dipasang

kembali serta tidak ada bagian yang dapat menahan sisa produk atau bahan pembersih dan sanitasi.

1.4. Cukup jelas.

2. Pemasangan dan Penempatan

2.1. Pemasangan dan penempatan peralatan/mesin harus mempertimbangkan kelancaran lalu lintas barang dan orang selama tahapan proses produksi; jarak antara peralatan satu dengan yang lain tidak mengganggu proses produksi; menjamin tidak terjadi kontaminasi silang; mempermudah cara perawatan, pembersihan dan sanitasi; Untuk menghindari kontaminasi terhadap produk lain, serta melindungi kesehatan personil, peralatan yang dapat menimbulkan debu selama berlangsungnya proses produksi, ditempatkan pada ruangan yang terpisah dan dilengkapi dengan alat penghisap debu. Untuk pembuatan produk bayi dan produk sekitar mata, peralatan yang digunakan hendaklah diberi perhatian khusus terutama terhadap cemaran mikroba serta ditempatkan dalam ruangan yang telah didesinfeksi terlebih dahulu.

2.2. Sistem pemipaan saluran air, uap, udara bertekanan dan hampa udara:

2.2.1. Harus dilengkapi dengan kran yang dapat dioperasikan dengan mudah. 2.2.2. Harus dilengkapi dengan alat ukur yang dikalibrasi atau diverifikasi kebenaran

dan ketepatan fungsinya. 2.2.3. Tidak boleh ditanam untuk mempermudah pembersihan dan perawatan. 2.2.4. Diberi penandaan warna yang berbeda dan arah aliran yang jelas. 2.2.5. Diupayakan agar tidak membentuk sudut yang menyulitkan untuk proses

pembersihan. Rekomendasi Penandaan Pipa Saluran tercantum pada lampiran V.1.

2.3. Ketepatan fungsi semua sistem penunjang harus dikalibrasi secara berkala terutama untuk alat ukur yang mempengaruhi mutu produk.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 38

Instalasi listrik hendaklah dipasang sedemikian rupa agar mudah dicapai selama kegiatan produksi berlangsung dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

3. Pemeliharaan

3.1. Untuk proses kalibrasi, hendaklah ditetapkan Prosedur Operasional Baku (POB) yang dilengkapi dengan periode kalibrasi.

3.1.1 Ketepatan kalibrator yang dipakai hendaklah telah diverifikasi oleh Badan Sertifikasi yang diakui, bila tidak tersedia, proses kalibrasi dapat dilakukan oleh instansi yang diakui.

3.1.2 Hasil kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan selama periode yang ditetapkan dalam POB.

Contoh POB Pemeliharaan Peralatan tercantum pada Lampiran V.2

Contoh Catatan Pemeliharaan Peralatan tercantum pada Lampiran V.3

Contoh POB Untuk Kalibrasi tercantum pada Lampiran V.4.

Contoh Catatan Kalibrasi dan Inspeksi Alat tercantum pada Lampiran V.5

3.2. Cukup jelas 3.2.1 POB pembersihan dan sanitasi setiap peralatan hendaklah dibuktikan

ketepatannya. 3.2.2 POB tersebut harus :

3.2.2.1. menjamin bahwa pada peralatan tidak ada tertinggal sisa dari produk yang diproduksi sebelumnya dan sisa bahan pembersih;

3.2.2.2. menjamin peralatan bebas dari bahan yang dipakai untuk sanitasi; 3.2.2.3. dilakukan pada setiap perubahan produk yang akan diproduksi atau

setiap selesai proses produksi. 3.2.3 Peralatan yang sudah dibersihkan diberi label ‘BERSIH’ yang jelas. 3.2.4 Label ‘BERSIH’ hendaklah mencantumkan waktu dan nama pelaksana yang

melakukan proses pembersihan, serta waktu validitas status bersih dari alat tersebut.

3.2.5 Sanitasi hendaklah dilakukan secara berkala atau bila terjadi kontaminasi bakteri atau jamur pada hasil produk keluarannya (produk antara, produk ruahan atau produk jadi).

Contoh POB Pembersihan dan Sanitasi Mesin Mixer tercantum pada Lampiran V.6.

Contoh Catatan Pemakaian dan Pembersihan Mesin Mixer tercantum pada Lampiran V.7.

Contoh Label Kebersihan Peralatan tercantum pada Lampiran V.8.

Contoh POB Kalibrasi Timbangan dengan Kapasitas 70 Kg tercantum pada Lampiran V.9.

Contoh Catatan Kalibrasi Timbangan dengan Kapasitas 70 Kg tercantum pada Lampiran V.10.

Contoh Catatan Perbaikan Alat tercantum pada Lampiran V.11.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 39

Lampiran V.1

PENANDAAN PIPA SALURAN

WARNA DASAR WARNA UNTUK HURUF/PENANDAAN

Uap air bertekanan Merah Hitam Udara bertekanan Jingga Hitam Hampa udara (vakum) Kuning Hitam Gas Nitrogen Abu-abu Hitam Gas Oksigen Biru muda Hitam LPG Hijau tua Hitam Gas CO2 Ungu Hitam Air suling Putih Hitam Air demineral Hijau muda Hitam Air tanah / untuk pemadam kebakaran

Hitam Putih

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 40

Lampiran V.2 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMELIHARAAN PERALATAN

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMELIHARAAN PERALATAN

Nomor ……..........

N A M A

PERUSAHAAN

…………………………. BAGIAN

……………….. SEKSI

………………….. Tanggal berlaku ……………….........

Disusun oleh ……………………… Tanggal ………………………

Diperiksa oleh ………………...... Tanggal ……………….....

Disetujui oleh ………………...... Tanggal ………………......

Mengganti nomor …………………… Tanggal ……………………

Tujuan : Untuk mendapatkan pemeliharaan peralatan sesuai standar yang ditetapakan.

Alat a. Mesin Giling b. Mesin ayak c. Mesin Pengisi Serbuk d. Peralatan elektronik Metode : Berdasarkan spesifikasi masing-masing alat

Nama Alat Parameter yang dipelihara Keterangan

1. Mesin Giling a. ban penggerak Setiap pagi diperiksa

b. pelumas/oli Setiap 1 minggu oli ditambah,

setiap 6 bulan oli diganti c. palu pemukul Setiap 1 bulan diganti d. saringan Setiap 1 bulan diganti 2. Mesin ayak a. pelumas/oli/vaselin

food grade Setiap 1 minggu ditambah, setiap 3 bulan diganti

b. sabuk penggerak Setiap 1 bulan diperiksa c. roda gilas Setiap 1 bulan diganti

d. daun kipas separator Setiap 3 bulan

diperiksa/direposisi 3. Mesin Pengisi Serbuk a. Perawatan mekanik :

- pembersihan sealer, pemberian grease dan

oli

Setiap hari dibersihkan dengan sikat tembaga, diberi oli pada bagian engsel penggerak.

- pengisian vet Seminggu sekali diisi vet pada bagian yang sudah terpasang vetnipple

b. Perawatan Elektronik :

- kekerasan baut dan

mur Setiap hari dicek

- pembersihan debu Setiap hari dibersihkan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 41

Lampiran V.3 (Contoh)

CATATAN PEMELIHARAAN PERALATAN

NAMA PERUSAHAAN

……………………………………

CATATAN PEMELIHARAAN ALAT

Dilaksanakan sesuai Nomor POB: .................................... Tanggal: ....................................

NAMA ALAT : ………… TIPE/MEREK : ................... RUANGAN : .................

PEMELIHARAAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Mulai Selesai NO. JENIS PEKERJAAN Tgl Jam Tgl Jam

Oleh Tgl Jam Baik Jam Keterangan

Pemeliharaan dan pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan POB nomor.....tanggal..........

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 42

Lampiran V.4 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU UNTUK KALIBRASI

N A M A

PERUSAHAAN

………………………….

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

UNTUK KALIBRASI

Halaman 1 dari 1

Nomor ……..........

BAGIAN ………………..

SEKSI …………………..

Tanggal berlaku ……………….........

Disusun oleh ……………………… Tanggal ………………………

Diperiksa oleh ………………...... Tanggal ……………….....

Disetujui oleh ………………...... Tanggal ………………......

Mengganti nomor …………………… Tanggal ……………………

Tujuan : Untuk mendapatkan alat yang tepat sesuai spesifikasi sehingga dapat menunjang proses analisa dan pengawasan mutu.

Alat a. Masing-masing alat yang dapat dikalibrasi

b. Standar larutan kalibrasi c. Standar anak timbangan Metode : Berdasarkan spesifikasi masing-masing alat

Nama Alat Parameter yang dikalibrasi Kalibrasi ulang

Timbangan analitik berat Internal : secara berkala

seminggu sekali atau sesuai frekuensi pemakaian.

Eksternal : minimal 1 tahun sekali Timbangan lain-lain berat Internal : secara berkala

seminggu sekali atau sesuai frekuensi pemakaian.

Eksternal : minimal 1 tahun sekali pH-meter pH Setiap sebelum digunakan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 43

Lampiran V.5 (Contoh)

CATATAN KALIBRASI DAN INSPEKSI ALAT

NAMA PERUSAHAAN

…………………………………………

KALIBRASI DAN INSPEKSI ALAT ……….

Dilaksanakan sesuai Nomor POB: ................................. Tanggal: ................................

Pengamatan Sesuai Prosedur

Memenuhi Syarat

Tgl.

Parameter

HASIL

Ya Tidak

Dilaksanakan

Oleh

Penyelia

Catatan*

*) Catatan: • Catat perbaikan yang dilakukan apabila hasil kalibrasi atau inspeksi tidak memenuhi syarat. • Lakukan kalibrasi ulang setelah alat diperbaiki.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 44

Lampiran V.6 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMBERSIHAN DAN SANITASI MESIN MIXER

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PEMBERSIHAN DAN SANITASI MESIN MIXER

Nomor ……..........

N A M A

PERUSAHAAN

………………………….. BAGIAN

……………………. SEKSI

…………………. Tanggal berlaku ……………….........

Disusun oleh ……………………… Tanggal ………………………

Diperiksa oleh ………………...... Tanggal ……………….....

Disetujui oleh ………………...... Tanggal ………………......

Mengganti nomor …………………… Tanggal ……………………

1. Tujuan : Untuk mendapatkan mesin mixer yang selalu dalam keadaan bersih sehingga bebas dari bahan-bahan yang digunakan pada bets sebelumnya.

2. Perhatian :

2.1. Mesin mixer harus selalu dibersihkan setelah selesai digunakan agar tidak terjadi pengerakan dan noda yang sulit dibersihkan.

2.2. Pembersihan mesin harus segera dilaksanakan setelah terlihat label “INSTRUKSI UNTUK DIBERSIHKAN”.

2.3. Setelah selesai pembersihan, mesin ditempel label “BERSIH” dan segera dilaporkan kepada penyelia untuk dilakukan pemeriksaan.

3. Bahan pembersih yang digunakan :

Air bersih Aquadest Alkohol 70 % Bahan kimia pembersih Uap panas

4. Alat pembersih

4.1. Lap kering yang tidak berserat/ lap basah 4.2. Mesin vacuum cleaner

5. Tempat untuk membersihkan :

Ruang produksi krim 6. Pelaksanaan pembersihan :

Dengan menggunakan mesin vacuum cleaner, seluruh bagian dalam mesin mixer dibersihkan termasuk pisau mixer dan sela-sela yang terdapat di dalam sampai sisa-sisa bahan seluruhnya hilang dan bersih, kemudian dilap dengan lap basah dan selanjutnya dilap dengan lap kering. Bilas dengan alkohol 70 %, setelah kering dan bersih, tempelkan label “BERSIH” dan laporkan kepada Penyelia untuk pemeriksaan tingkat kebersihannya.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 45

Lampiran V.7 (Contoh)

CATATAN PEMAKAIAN DAN PEMBERSIHAN MESIN MIXER

NAMA PERUSAHAAN

…………………………………………

CATATAN

PEMAKAIAN DAN PEMBERSIHAN MESIN MIXER

Dilaksanakan sesuai Nomor POB: ....................... Tanggal: ..................................... NAMA ALAT : …………. TIPE/MEREK : ………….. RUANGAN : ………..

PEMAKAIAN PEMBERSIHAN Mulai Selesai Mulai Selesai

No.

Tgl Jam PRODUKSI No.

Bets Tgl Jam Oleh

Tgl Jam Tgl Jam Ket.

Pembersihan dan pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan POB nomor.....tanggal..........

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 46

Lampiran V.8 (Contoh)

LABEL KEBERSIHAN PERALATAN

NAMA PERUSAHAAN ………………………………………………………

T E L A H D I B E R S I H K A N

A L A T : …………..

NOMOR PENGENAL : ………..

RUANGAN : ……………..

DIBERSIHKAN OLEH : …………………………..

TANGGAL : ………………………………

PUKUL :

……………………………..

TERAKHIR DIGUNAKAN UNTUK : …………………………….. PRODUK : ………………………… NOMOR BETS : …………………………. DIPERIKSA DAN DINYATAKAN BERSIH OLEH : …………………………….. TANGGAL : …………………………

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 47

Lampiran V.9 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KALIBRASI TIMBANGAN

DENGAN KAPASITAS 70 KG

Halaman 1 dari 1

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

KALIBRASI TIMBANGAN DENGAN KAPASITAS 70 KG

Nomor …………….

NAMA

PERUSAHAAN …………………………

BAGIAN ………………..

SEKSI ………………..

Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………….. Tanggal ……………………………..

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh …….………. Tanggal ……………...

Mengganti nomor ……………………… Tanggal ………………………

1. Tujuan: Untuk mendapatkan ketelitian suatu alat sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

2. Pelaksana:

Petugas Penimbangan 3. Prosedur Kerja:

3.1 Periksa titik nol; jarum penunjuk atau angka harus menunjukkan angka nol. 3.2 Letakkan anak timbangan standar yang paling ringan, baca jarum penunjuk atau

yang tertera. Ulangi penimbangan ini dengan anak timbangan yang lebih berat. Anak timbangan standar yang dipakai: 10 kg, 20 kg, 40 kg, 70 kg.

3.3 Catat hasil kalibrasi timbangan ini di catatan kalibrasi timbangan.

3.4 Buat kesimpulan dari hasil kalibrasi ini.

Timbangan dianggap berfungsi baik bila berat yang ditunjukkan oleh alat timbangan tidak menyimpang lebih dari 0,1% dari berat masing-masing anak timbangan standar yang dipakai.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 48

Lampiran V.10 (Contoh)

CATATAN KALIBRASI TIMBANGAN DENGAN KAPASITAS 70 KG

NAMA PERUSAHAAN …………………………..

SEKSI ………………………………………………..

CATATAN

KALIBRASI TIMBANGAN

DENGAN KAPASITAS 70 KG

Nama …………………………. Model …………………….. Kapasitas ………….

Fungsi ………………………… Nomor Identitas ………….. Lokasi ………….

Tanggal digunakan: ……………..

KALIBRASI DAN INSPEKSI

Dilakukan sesuai dengan POB ....................................................... Nomor: ............................................ Tanggal : ................................

Anak timbangan

Standar Batas

1. 10,000 kg (9,990 - 10,010) kg 2. 20,000 kg (19,980 – 20,020) kg 3. 40,000 kg (39,960 – 40,040) kg 4. 70,000 kg (69,930 – 70,070) kg

Tgl Anak

Timbang- an 10 kg

Meme- nuhi

Syarat (Ya /

Tidak)

Anak Timbang- an 20 kg

Meme- nuhi

Syarat (Ya /

Tidak)

Anak Timbang- an 40 kg

Meme- nuhi

Syarat (Ya /

Tidak)

Anak Timbang- an 70 kg

Meme- nuhi

Syarat (Ya /

Tidak)

Ket.

Paraf

4.01.05 9,995 Ya 20,000 Ya 39,980 Ya 69,950 Ya Baik Catat setiap perbaikan yang dilakukan apabila hasil kalibrasi/inspeksi tidak memenuhi syarat. Lakukan kalibrasi ulang setelah perbaikan selesai dilakukan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 49

Lampiran V.11 (Contoh)

CATATAN PERBAIKAN ALAT

NAMA PERUSAHAAN ……………………………

CATATAN PERBAIKAN ALAT

NAMA ALAT : ………………………. TIPE/MEREK : ……………………… RUANGAN : ……………………

KERUSAKAN PERBAIKAN PEMERIKSAAN

Mulai Selesai No Tgl Jam Pada waktu proses

produk, No. bets

Jenis kerusakan

Oleh Tgl Jam Tgl Jam

Oleh Tgl Jam Baik Tidak Baik

Bagian yg

diperiksa

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 50

VI. SANITASI DAN HIGIENE

Sanitasi dan higiene bertujuan untuk menghilangkan semua sumber potensial kontaminasi dan kontaminasi silang di semua area yang dapat berisiko pada kualitas produk. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan awal, lingkungan, bahan pembersih dan sanitasi. Pembersihan dan sanitasi merupakan pertimbangan utama pada saat merancang bangunan dan peralatan dalam suatu pabrik kosmetik. Pembersihan yang baik mempunyai peran yang sangat penting untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi dan biaya yang rendah (efisien). Pelaksanaan pembersihan dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu: 1. Pembersihan rutin (Housekeeping cleaning). 2. Pembersihan dengan lebih teliti menggunakan bantuan bahan pembersih dan sanitasi (Deep

cleaning). 3. Pembersihan dalam rangka pemeliharaan (Maintenance cleaning).

1. Personalia

1.1. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik sebelum diterima maupun selama masa bekerja. Pemeriksaan kesehatan hendaklah dilakukan secara berkala untuk setiap personil yang terlibat pada proses produksi maupun yang bertugas di laboratorium. Contoh Program Pemeriksaan Kesehatan untuk Personil Bagian Produksi tercantum pada Lampiran VI.1.

1.2. Semua personil yang kontak langsung dengan produk selama bekerja harus mematuhi aturan higiene sedemikian rupa guna melindungi produk dari kontaminasi. Higiene perseorangan harus dilakukan seperti mencuci tangan sebelum masuk ke area produksi, setelah dari toilet, setelah makan dan merokok, serta memakai pakaian kerja dan alat pelindung lainnya sesuai dengan tempat/area kerjanya seperti tercantum dalam Prosedur Operasional Baku (POB) pada Lampiran VI.5.

1.3. Cukup jelas.

1.4. Cukup jelas.

Contoh Keadaan Yang Dapat Merugikan Produk tercantum pada Lampiran VI.2.

1.5. Untuk menghindari kontak langsung dengan produk, personil hendaklah menggunakan sarung tangan dan alat bantu lain yang diperlukan. Untuk melindungi produk dari pencemaran dan menjamin keamanan diri personil, hendaklah mengenakan pakaian pelindung badan yang bersih, penutup rambut, masker, kacamata, penutup telinga dan alas kaki yang sesuai dengan tugas yang dilaksanakan. Personil tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin, jam tangan, giwang, dsb), bulu mata palsu serta riasan wajah yang berlebihan pada saat bekerja di ruang produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 51

Contoh Pelindung Tubuh Sesuai Dengan Pemakainya di Ruangan dengan Kelas Kebersihan Tertentu tercantum pada Lampiran VI.3.

1.6. Cukup jelas Rekomendasi Penandaan pada Daerah Tertentu yang Dilarang tercantum pada Lampiran VI.4

1.7. Semua orang yang memasuki daerah produksi, baik bagi personil yang bekerja

tetap atau sementara, maupun bagi personil yang tidak bertugas di daerah produksi tapi berada di daerah produksi misalnya personil administrasi, kontraktor, pengunjung, staf/pimpinan perusahaan dan inspektur hendaklah menerapkan POB Higiene Perseorangan termasuk mengenakan pakaian pelindung.

Contoh POB Penerapan Higiene Perseorangan tercantum pada Lampiran VI.5. Contoh Rekomendasi Mencuci Tangan tercantum pada Lampiran VI.6.

2. Bangunan

2.1. Pasokan air dan pemipaan untuk kegiatan sanitasi harus dipastikan cukup, tidak

bocor dan bersih untuk kegiatan pembersihan dan sanitasi. tercantum pada Bab IV butir 4

2.2. Cukup jelas. tercantum pada Bab IV butir 4

2.3. Cukup jelas.

2.4. Hendaklah dibuat POB tentang sanitasi bangunan yang menguraikan jadwal,

metode, peralatan, bahan pembersih, bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fungisida yang digunakan serta nama penanggung jawab pelaksanaan sanitasi. Contoh Program Pembersihan Ruangan tercantum pada Lampiran VI.7. Contoh Catatan Pembersihan Ruangan tercantum pada Lampiran VI.8. Contoh POB Sanitasi Bangunan tercantum pada Lampiran VI.9. Contoh Catatan Sanitasi Bangunan tercantum pada Lampiran VI.10. Contoh POB Pembersihan dan Desinfeksi Ruangan Produksi tercantum pada Lampiran VI.11. Contoh Rekomendasi Bahan Desinfektan Untuk Sanitasi tercantum pada Lampiran VI.12. Contoh Rekomendasi Alat-alat untuk Membersihkan Ruangan Produksi tercantum pada Lampiran VI.13. Contoh POB Pemakaian Pestisida di Sarana Produksi Kosmetik tercantum pada Lampiran VI.14.

3. Peralatan dan Perlengkapan

3.1. Cukup jelas. Tercantum pada Lampiran Label Bersih.

3.2. Cukup jelas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 52

3.3. Hendaklah dibuat POB Pembersihan dan Sanitasi Peralatan/Perlengkapan yang menguraikan jadwal, metode, alat dan bahan yang digunakan serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan bila diperlukan.

POB Pembersihan dan Sanitasi hendaklah dikaji ulang secara berkala untuk memastikan bahwa prosedur tersebut masih efektif dan memenuhi persyaratan. Catatan pelaksanaan pembersihan dan sanitasi hendaklah dibuat dan disimpan.

Lampiran VI.1

(Contoh)

PROGRAM PEMERIKSAAN KESEHATAN UNTUK PERSONIL BAGIAN PRODUKSI

JENIS PEMERIKSAAN

MEDIS

Sebelum Diterima Bekerja

Setiap Tahun

Sesudah pulih dari penyakit infeksi

berat 1. Pemeriksaan

Umum 2. Pemeriksaan

Sinar X 3. Pemeriksaan

tinja, urine dan darah

4. Pemeriksaan saluran pernafasan

Bila perlu

Bila perlu

Bila perlu

Bila perlu

Bila perlu

Bila perlu

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 53

Lampiran VI.2 (Contoh)

KEADAAN YANG DAPAT MERUGIKAN PRODUK

Hal

Contoh

1. Sarana

a. Ruangan yang belum dibersihkan atau kotor. b. Kontaminasi oleh suatu bahan yang tidak ada

hubungannya dengan produksi yang sedang dilaksanakan.

c. Kebocoran pada pipa.

2. Peralatan

a. Kemungkinan akan terjadinya kerusakan mesin dimulai

dengan gejala kecil yang terjadi namun belum terlihat jelas.

b. Instalasi yang salah namun belum menyebabkan kerusakan mesin.

c. Pemakaian peralatan yang belum dibersihkan.

3. Personalia

a. Pelaksanaan produksi tidak sesuai CPKB. b. Kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja yang

tidak dilaporkan oleh pelaku kesalahan. c. Melaporkan personil lain yang terkena penyakit infeksi

atau menderita luka terbuka.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 54

Lampiran VI.3 (Contoh)

PELINDUNG TUBUH SESUAI DENGAN PEMAKAINYA

DI RUANGAN DENGAN KELAS KEBERSIHAN TERTENTU

JENIS SERAGAM PELINDUNG

TUBUH

PEMAKAIAN DAN PERSYARATAN LAIN DI RUANGAN DENGAN KELAS KEBERSIHAN

1. Pakaian Diganti 2 atau 3 kali tiap minggu atau bila kotor.

2. Sepatu Sepatu kerja khusus.

3. Pelindung rambut Diganti 2 atau 3 kali tiap minggu atau bila kotor.

4. Penutup mulut Dipakai pada pengolahan bahan berdebu, pada saat menangani

bahan yang terbuka. Diganti setiap hari

5. Sarung tangan Dipakai pada pengolahan dengan tangan. Dibuat dari bahan karet. Diganti bila kotor

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 55

Lampiran VI.4

PENANDAAN PADA DAERAH TERTENTU YANG DILARANG

DILARANG MAKAN DILARANG MEROKOK DILARANG MINUM

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 56

Lampiran VI. 5 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENERAPAN HIGIENE PERSEORANGAN

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENERAPAN HIGIENE PERSEORANGAN Nomor ………………

N A M A PERUSAHAAN

………………………. BAGIAN

............................ SEKSI

............................... Tanggal berlaku

………………………. Disusun oleh ……………………… Tanggal ………………………

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ……………………

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ………………………

Mengganti nomor ……………………….. Tanggal ………………………..

I. PENDAHULUAN

Kosmetik pada umumnya digunakan untuk memelihara penampilan dan kebersihan. Oleh karena itu kosmetik tersebut harus diupayakan agar bebas dari segala jenis pencemaran. Salah satu sumber pencemaran adalah kulit /tubuh manusia sendiri yang membawa banyak mikroorganisme.

II. KETENTUAN

Higiene perseorangan hendaklah dilaksanakan oleh setiap orang & karyawan yang berada di daerah produksi, termasuk tamu, pelaksana teknis perawatan dan perbaikan, staf manajemen.

III. PENERAPAN HIGIENE PERSEORANGAN

Setiap orang yang terlibat dalam proses produksi hendaklah menerapkan prinsip higiene perseorangan yang meliputi : 1. Kesehatan

1.1. Tidak diperbolehkan bekerja dalam proses produksi apabila: 1.1.1. Mempunyai luka terbuka, bercak- bercak gatal, bisul atau penyakit

kulit. 1.1.2. Mengidap penyakit infeksi pada saluran pernafasan bagian atas, pilek,

batuk, alergi-serbuk. Karyawan yang mengidap penyakit tersebut hendaknya melapor kepada atasannya untuk segera dilakukan langkah-langkah pengamanan selanjutnya.

1.2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. 1.3. Sesudah sembuh dari penyakit menular hendaklah diadakan pemeriksaan

kesehatan yang sesuai untuk menentukan kelayakan bekerja. 1.4. Pengawasan hendaklah dilakukan terhadap gejala penyakit menular pada

karyawan yang bekerja di bagian produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 57

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENERAPAN HIGIENE

PERSEORANGAN Nomor ……………

N A M A PERUSAHAAN

………………………. BAGIAN

........................... SEKSI

............................ Tanggal berlaku ……………………….

Disusun oleh ……………………… Tanggal ………………………

Diperiksa oleh …………………….. Tanggal ……………………..

Disetujui oleh ……………………. Tanggal …………………….

Mengganti nomor ……………………… Tanggal ………………………

2. Kebersihan Perseorangan 2.1. Setiap orang hendaklah melaksanakan kebiasaan kebersihaan

perseorangan. 2.2. Mandi secara teratur setiap hari. 2.3. Cuci tangan secara teratur antara lain sesudah buang air kecil maupun

buang air besar. Hendaklah diadakan penjelasan mengenai penggunaan sabun dan cara penggunaan sarana cuci tangan.

2.4. Rambut hendaklah dipelihara agar senantiasa bersih dan rapi. 2.5. Dilarang menyisir rambut di ruang produksi. 2.6. Dilarang memakai anting, kalung dan perhiasan lain. 2.7. Pemakaian kosmetik hendaklah sedikit mungkin. 2.8. Dilarang memakai bulu mata palsu dan berbagai bahan pembantu

kecantikan yang dapat jatuh ke dalam produk.

3. Kebiasan Higienis 3.1. Dilarang mengunyah, makan dan minum di ruang produksi dan

laboratorium. 3.2. Dilarang merokok di ruang produksi dan laboratorium. Tanda

“DILARANG MEROKOK” hendaklah dipasang di pintu masuk dan di tempat penting.

3.3. Kebersihan dan keteraturan ruang kerja hendaklah senantiasa dipelihara. 3.4. Ruangan hendaklah segera dibersihkan sebelum mulai pekerjaan jenis

lain. 3.5. Lemari pakaian hendaklah dipelihara agar senantiasa bersih dan rapi.

4. Pakaian Bersih

Pakaian bersih digunakan baik untuk melindungi pelaksana produksi terhadap produk maupun produk terhadap pelaksana. 4.1 Setiap orang yang berada di daerah produksi harus mengenakan pakaian

pelindung yang bersih dan khusus dirancang dan disediakan untuk keperluan tersebut.

4.2 Pakaian kerja bersih dan pelindung lain seperti topi, sarung tangan hendaklah mengenakan pakaian pelindung tambahan seperti masker dan kaca mata pelindung.

4.3 Pakaian kerja tidak boleh digunakan di luar pabrik. 4.4 Pakaian kerja hendaklah senantiasa bersih. 4.5 Pakaian kerja hendaklah dikenakan secara tepat sebagaimana mestinya. 4.6 Pakaian kerja hendaklah tidak memiliki kantong di atas pinggang.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 58

Lampiran VI.6 (Contoh)

REKOMENDASI MENCUCI TANGAN

1. Cucilah tangan dengan menggunakan sabun atau larutan deterjen. Bila perlu

kuku disikat dengan sikat yang sudah tersedia dan memakai sabun atau deterjen yang tersedia.

2. Tangan kemudian dibilas dengan air yang cukup hingga tidak terasa adanya

sisa sabun atau deterjen. 3. Sesudah dicuci, tangan dikeringkan dengan kain lap sekali pakai atau jenis kain

lap lain yang bersih dan kering atau dengan alat penghembus udara hangat pada suhu 32 0 - 60 0C, yang kecepatan hembusnya cukup kuat.

4. Sesudah kering, tangan tidak menyentuh benda-benda yang dapat mengotori.

Bila terjadi demikian, pencucian tangan harus diulangi lagi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 59

Lampiran VI. 7 (Contoh)

PROGRAM PEMBERSIHAN RUANGAN

PROGRAM PEMBERSIHAN RUANGAN

Halaman 1 dari 3

Nama ruangan / benda-

benda yang dibersihkan

Membersih kan dengan alat vakum

Membersihkan dengan

lap basah

Membersihkan dengan lap basah dan desinfektan

Membersihkan dengan sikat

Ket.

RUANGAN TIMBANG, PENGOLAHAN & PENGEMASAN 1. Lantai

Setiap hari dan bila

perlu pada jam kerja

Setiap hari setelah jam kerja selesai dan bila perlu pada jam

kerja

Seminggu sekali dengan

menggunakan deterjen, setelah itu

dengan lap yang dibasahi desinfektan

2. Dinding porselen

Setiap hari

setelah ruangan selesai

dipakai

Seminggu sekali

3. Lampu, Langit-langit

Seminggu sekali

4. Jendela, Celah

Setiap hari

5. Lemari, Meja, Kursi, Pegangan Pintu

Setiap hari setelah

produksi

Seminggu sekali

1. Tempat cuci tangan, Tempat cuci alat- alat

Setiap hari Setiap hari Setiap hari

6. Keranjang sampah Seminggu sekali dibersihkan

dengan deterjen lalu dengan lap yang dibasahi

dengan desinfektan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 60

PROGRAM PEMBERSIHAN RUANGAN

Halaman 2 dari 3

Nama ruangan / benda-

benda yang dibersihkan

Membersih kan dengan

bubuk pembersih

Membersih kan

dengan alat vakum

Membersih kan dengan lap basah

Membersihkan dengan lap basah dan

desinfektan

Membersih kan dengan

sikat

RUANGAN ISTIRAHAT 1. Lantai

Sehari dua kali

Seminggu sekali

memakai deterjen

kemudian lap basah

dan desinfektan

2. Dinding Porselen

Seminggu sekali

3. Lemari, Meja, Kursi

Seminggu dua kali

4. Jendela, pintu

Setiap hari

KAMAR KECIL (TOILET) 1. Lantai

Setiap hari bila perlu pada jam

kerja

Seminggu sekali

memakai deterjen

kemudian dengan lap

yang dibasahi

desinfektan

2. Kloset

Setiap hari

3. Tutup kloset Setiap hari 4. Dinding porselen Seminggu

sekali

5. Pintu, pegangan pintu

Setiap hari

6. Tempat cuci tangan Sehari dua kali 7. Saluran pembuangan air

Setiap hari

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 61

PROGRAM PEMBERSIHAN RUANGAN

Halaman 3 dari 3

Nama ruangan /

benda- benda yang dibersihkan

Membersih kan dengan alat vakum

Membersihkan

dengan lap basah

Membersihkan

dengan lap basah dan

desinfektan

Membersihkan

dengan sikat

Ket.

RUANGAN LOKER 1. Lantai

Sehari dua kali

Seminggu sekali dengan menggunakan

deterjen, setelah itu dengan lap

yang dibasahi disinfektan

2. Dinding

Seminggu sekali

KORIDOR 1. Lantai

Setiap hari

selesai produksi dan bila

perlu pada jam kerja

Sehari dua kali

Seminggu

sekali dengan menggunakan

deterjen, setelah itu dengan lap

yang dibasahi disinfektan

2. Dinding porselen

Seminggu sekali

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 62

Lampiran VI.8 (Contoh)

CATATAN PEMBERSIHAN RUANGAN

Tgl Pelaksana Hasil Tgl Pelaksana Hasil

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 63

Lampiran VI. 9

(Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU SANITASI BANGUNAN

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

SANITASI BANGUNAN Nama

Perusahaan

........................................ BAGIAN

.......................... SEKSI

.................................

Nomor……………… Tanggal berlaku ……………………....

Disusun oleh ……………………........ Tanggal .......................................

Diperiksa oleh …………………….... Tanggal ....................................

Disetujui oleh …………………….... Tanggal ....................................

Mengganti Nomor ………………............. Tanggal .....................................

I. Tujuan

Sanitasi bangunan bertujuan mengurangi populasi mikroba agar sarana produksi kosmetik dan sarana sekelilingnya mempunyai tingkat kebersihan yang sesuai untuk menunjang produksi kosmetik yang memenuhi syarat mutu.

II. Pelaksana dan Penanggung Jawab

1. Sanitasi bangunan dilaksanakan oleh Pelaksana Sanitasi. 2. Dalam tugas dan tanggung jawabnya Pelaksana Sanitasi melapor kepada Kepala

Bagian Teknik. 3. Kepala Bagian Pengawasan Mutu mengatur jadwal pemeriksaan tingkat

kebersihan dan menghubungi Kepala Bagian Teknik jika didapati hasil yang tidak memenuhi syarat.

4. Kepala Bagian Produksi menghubungi Kepala Bagian Teknik jika sesudah pelaksanaan sanitasi di ruangan produksi dan sekitarnya tingkat kebersihan yang dicapai tidak memenuhi syarat.

III. Larutan Sanitasi

Larutan sanitasi yang dapat digunakan antara lain: 1. Etil alkohol 95% 2. Etil alkohol 70% aqua solution 3. Isopropil alkohol full strength 4. Isopropil alkohol 70% aqua solution 5. Formalin 3,75 cc/m2

Catatan: - larutan sanitasi hendaknya diganti sebulan sekali - larutan sanitasi disimpan tidak lebih dari seminggu.

IV. Pelaksanaan Sanitasi

1. Bersihkan lantai dengan vacuum cleaner paling sedikit sekali sehari. Dipel dengan larutan antiseptik dan disemprot menggunakan sanitizer. Jangan gunakan sapu, karena akan menyebabkan debu dan kotoran beterbangan ke dalam kosmetik yang diproduksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 64

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU SANITASI BANGUNAN

Nama Perusahaan

............................... BAGIAN

................................ SEKSI

.................................

Nomor..……………… Tanggal berlaku ……………………....

Disusun oleh …………………… Tanggal ...............................

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ...............................

Disetujui oleh ……………………. Tanggal .................................

Mengganti Nomor ………………............ Tanggal ...................................

2. Hilangkan kotoran dari bawah peralatan, di sudut-sudut dan di tempat yang

sukar terjangkau. Hal ini akan meniadakan persediaan pangan bagi hama serta mempertahankan kebersihan area bangunan.

3. Bersihkan dan sanitasi permukaan meja kerja. Bakteri patogen mungkin terdapat pada permukaan tersebut dan dapat terbawa ke dalam kosmetik.

4. Atur tekanan udara, filter, kelembaban serta suhu yang sesuai. Sering bersihkan filter dan pipa. Filter yang bersih akan memperpanjang umur “exhaust fan”, karena tidak perlu bekerja terlalu keras.

5. Singkirkan barang-barang yang tidak terpakai. 6. Sediakan tong sampah tertutup di luar ruangan. 7. Cuci dan sanitasi wadah dan tangki sebelum digunakan. Hal ini akan

mengurangi penyebaran mikroorganisme yang patogen. 8. Bersihkan toilet, loker dan ruang ganti sedikitnya sekali sehari. 9. Sediakan air panas dan air dingin yang mengalir dan sabun dalam dispenser

untuk memcuci tangan. Gunakan hand dryer atau handuk kering dan bersih untuk mengeringkan.

10. Untuk mencegah kontaminasi, maka pintu sebaiknya dilengkapi dengan penutup otomatis.

I. Pengendalian Hama

1. Hilangkan tempat untuk bersarang dengan menyingkirkan peralatan yang

tak dipakai serta mempertahankan kebersihan di semua area, terutama di belakang peralatan. Merawat lantai dan dinding dengan baik juga menghilangkan tempat untuk bersarang.

2. Cegah hama masuk dengan memasang screen pada jendela dan pintu. 3. Isi lubang sekitar pipa dan drainase. 4. Periksa barang hantaran terhadap kemungkinan gigitan tikus atau kecoa

yang mati dsb. 5. Eliminasi sumber air dan makanan bagi hama. 6. Gunakan perusahaan pengendali hama yang mempunyai izin. 7. Rodentisida, insektisida dan bahan fumigasi tidak mencemari kemasan,

bahan baku, ruahan serta produk jadi. 8. Cegah kontaminasi disebabkan oleh umpan yang beracun, yang harus diberi

label racun. 9. Hama yang mati harus segera disingkirkan. 10. Sampah harus disimpan dalam wadah yang kedap terhadap hama dan

kebersihan area harus dijaga.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 65

Lampiran VI. 10 (Contoh)

CATATAN SANITASI BANGUNAN

Tgl Pelaksana Hasil Tgl Pelaksana Hasil

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 66

Lampiran VI.11 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PEMBERSIHAN DAN DESINFEKSI RUANGAN PRODUKSI

Halaman 1 dari 3 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMBERSIHAN DAN DESINFEKSI

RUANGAN PRODUKSI

Nama Perusahaan

....................................... BAGIAN

................................. SEKSI

...................................

Nomor………………… Tanggal berlaku …………………….

Disusun oleh …………………… Tanggal ...............................

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ...............................

Disetujui oleh ……………………. Tanggal .................................

Mengganti Nomor ………………......... Tanggal .................................

1. Tujuan

Bangunan untuk produksi kosmetik hendaklah dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur dan seperlunya agar : 1.1. Terpelihara suatu lingkungan yang bersih dan aman. 1.2. Debu dan kotoran disingkirkan karena merupakan rintangan terhadap mutu kosmetik dan

pelaksanaan produksi. 1.3. Mengurangi risiko cemaran silang antara berbagai produk yang dibuat dengan

menggunakan ruangan yang sama dan/atau peralatan yang sama. 1.4. Mengurangi pencemaran oleh mikroorganisme.

2. Bahan-Bahan

2.1. Air tidaklah selalu memadai sebagai bahan pembersih dan desinfeksi, sehingga untuk keperluan tersebut diperlukan bahan pembersih dan desinfektan.

2.2. Bahan pembersih adalah bahan yang digunakan untuk menghilangkan kotoran dari permukaan suatu objek.

2.3. Keterangan mengenai kegunaan spesifik dari bahan pembersih harus diperoleh dari pabrik pembuatnya dan harus dievaluasi dahulu sebelum diputuskan untuk digunakan.

2.4. Bila mungkin, gunakan selalu bahan pembersih berbentuk cairan. Bahan pembersih berbentuk serbuk akan menimbulkan cemaran partikel.

2.5. Contoh bahan pembersih seperti tercantum pada tabel tersebut di bawah ini :

No.

Nama Bahan Kadar yang digunakan

Pemakaian

1. Deterjen benzen sulfonat, alkohol eter sulfonat dan alkohol etoksilat

0,1 % v/v

Serba guna untuk peralatan, lantai dan alat gelas

2.

Cairan deterjen anionik dan jenis natrium alkilsulfat

1 % v/v Tangki dan wadah yang digunakan untuk pengolahan kosmetik cair

3. Sabun atau sabun cair Secukupnya Mencuci tangan dan peralatan 4. Deterjen lain Secukupnya Permukaan luar tangki, barang gelas,

peralatan dari baja tahan karat, kamar kecil dan lantai

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 67

2.1. Desinfeksi adalah proses perusakan sel mikroba, tetapi tidak dapat menghilangkan/

merusak spora. 2.1.1. Desinfektan hendaknya dipilih menurut kegunaannya berdasarkan pemeriksaan

potensinya secara mikrobiologi atau informasi dari pabrik pembuat. 2.1.2. Desinfektan yang digunakan hendaklah sesuai dengan permukaan objek yang akan

didesinfeksi dan alat yang akan digunakan untuk pelaksanaan desinfeksi 2.1.3. Harus dipastikan bahwa desinfektan tidak menyebabkan korosi atau perubahan

warna pada lantai, permukaan alat dari logam maupun yang dicat. 2.1.4. Harus diperhatikan keterangan pembuat mengenai formulasinya dan kemungkinan

dampaknya terhadap kesehatan. 2.1.5. Dianjurkan agar pemakaian silih berganti dua atau lebih desinfektan masing-masing

selama waktu tertentu untuk mencegah resistensi mikroba. Desinfektan pengganti hendaklah mempunyai struktur kimia dan kerja anti mikroba yang berbeda.

2.1.6. Contoh desinfektan seperti tercantum pada tabel di bawah ini :

2.2. Antiseptik adalah bahan yang digunakan pada jaringan hidup (misalnya kulit) untuk membunuh mikro organisme atau menghambat pertumbuhannya.

Halaman 2 dari 3 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMBERSIHAN DAN DESINFEKSI

RUANGAN PRODUKSI

Nama Perusahaan ................................

BAGIAN SEKSI

Nomor………………… Tanggal berlaku …………………….

Disusun oleh …………………… Tanggal ...............................

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ...............................

Disetujui oleh ……………………. Tanggal .................................

Mengganti Nomor ………………......... Tanggal .................................

NO. NAMA BAHAN KADAR YANG DIGUNAKAN

PEMAKAIAN DAN KETERANGAN

1. Klorheksidin glukonat dan Setrimid

2,5 % a. Lantai, tangan dan peralatan untuk pengolahan aseptis.

b. Daya kerjanya dihambat oleh sabun dan deterjen anionik.

c. Daya kerjanya berkurang jika kontak dengan plastik, kain pel katun dan air sadah.

2. Kresol 5 % Lantai 3. Isopropil Alkohol 70 % Peralatan dan permukaan 4. Formaldehida Bentuk gas a. Fumigasi daerah pengolahan secara

aseptis. b. Uapnya yang berbau menusuk

bersifat sporisidal. 5. Natrium Hipoklorit 0,1 – 1 % a. Permukaan-permukaan.

b. Dapat mengikis baja tahan karat.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 68

Halaman 3 dari 3 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMBERSIHAN DAN DESINFEKSI

RUANGAN PRODUKSI

Nama Perusahaan

................................

BAGIAN .....................................

SEKSI .................................

Nomor………………… Tanggal berlaku …………………….

Disusun oleh …………………… Tanggal ...............................

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ...............................

Disetujui oleh ……………………. Tanggal .................................

Mengganti Nomor ………………......... Tanggal .................................

2. Pengamanan

2.1. Bahan pembersih dan desinfektan harus ditangani secara hati-hati karena merupakan bahan yang ampuh dan berbahaya. Petunjuk penggunaan dari pabrik pembuat harus diperhatikan/diikuti baik-baik.

2.2. Gunakan alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, kaca mata pelindung, sepatu pengaman pada waktu bekerja dengan bahan-bahan tersebut.

2.3. Bahan pembersih dan desinfektan umumnya jangan digunakan dalam campuran, karena ada kemungkinan bereaksi secara kimia dan menimbulkan bahaya.

2.4. Desinfektan yang mengandung alkohol atau pelarut lain yang mudah terbakar harus disimpan dan ditangani secara khusus.

2.5. Bahan pembersih atau desinfektan jangan diganti dengan yang lain sebelum dipastikan bahwa bahan pengganti tersebut mempunyai efektifitas dan keamanan yang sama dengan bahan yang digunakan sebelumnya.

3. Pemakaian Bahan Pembersih dan Desinfektan

3.1. Desinfektan pada umumnya tersedia dalam bentuk larutan pekat serta harus diencerkan sesuai petunjuk dari pabrik pembuatnya. Pengenceran tersebut harus sesuai dengan ketentuan dan dicatat. Janganlah membuat pengenceran lebih lanjut selama penggunaannya.

3.2. Pengenceran hendaklah dilakukan menggunakan air bersih. Penggunaan air sadah harus dihindari karena dapat menurunkan efektifitasnya.

3.3. Desinfektan dan bahan pembersih harus diencerkan segera sebelum dipakai. 3.4. Larutan pembersih dan larutan desinfektan yang tidak terpakai harus dibuang dan

wadahnya dicuci setiap hari setelah selesai digunakan. 3.5. Jangan mencampur desinfektan yang mempunyai struktur kimia yang berlainan dengan

bahan pembersih, karena dapat mengurangi daya kerja anti mikroba secara drastis.

4. Ketentuan mengenai POB Pembersihan dan Desinfeksi. 4.1. Harus ada POB mengenai setiap cara pembersihan dan desinfeksi. Prosedur tersebut

hendaknya ditulis dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh pelaksana pembersih dan desinfeksi.

4.2. Prosedur tersebut hendaknya meliputi secara rinci: 4.2.1. Daerah atau ruangan yang harus dibersihkan dan didesinfeksi. 4.2.2. Permukaan yang harus dibersihkan dan didesinfeksi. 4.2.3. Jadwal pembersihan dan desinfeksi. 4.2.4. Jenis bahan yang digunakan, konsentrasi yang digunakan dan cara

penggunaan. 4.2.5. Jadwal pertukaran penggunaan bahan desinfeksi.

4.3. Prosedur tersebut harus disetujui oleh Kepala Pengawasan Mutu. 4.4. Prosedur tidak boleh diubah tanpa sepengetahuan Penanggung Jawab Kebersihan

termasuk Penanggung Jawab Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 69

Lampiran VI.12 (Contoh)

REKOMENDASI BAHAN DESINFEKTAN UNTUK SANITASI

Hal. 1 dari 3

PENGARUH PADA PEMAKAIAN

NO

NAMA BAHAN

KONSENTRASI YANG

DIGUNAKAN (%)

CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN

1.

Etanol

70

Denaturasi protein dan

enzim.

Bereaksi cepat, menguap tanpa meninggalkan

sisa, mempunyai daya pembersih.

Mempercepat pembentukan karat, mudah

terbakar, dapat menyebabkan

iritasi mata.

2.

Gol. fenol

0 – 90

Denaturasi protein dan

enzim.

Bersifat

bakterisida, daya desinfektan tidak terpengaruh oleh zat organik dan

air sadah.

Menyebabkan

iritasi pada kulit dan

selaput lendir, berbau, tidak

dapat disatukan

dengan alkali, tidak bersifat

pembersih yang berhasil

guna.

3.

Gol. Aldehida

- Formalin

- Glutaraldehida

3 – 5

2 % larutan dalam air

ditambah larutan dapar natrium

bikarbonat.

Denaturasi protein dan

enzim.

Formalin tidak bersifat korosif

terhadap logam.

Glutaraldehida dapat disatukan dengan deterjen,

tetapi pada beberapa

permukaan membentuk film berwarna kuning.

Beracun, baunya

menyengat bersifat iritasi

pada mata, saluran

pernafasan dan kulit.

Glutaraldehid bersifat korosif terhadap baja tahan karat

berkadar karbon

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 70

Hal. 2 dari 3 PENGARUH PADA

PEMAKAIAN

NO

NAMA BAHAN KONSENTRASI

YANG DIGUNAKAN

(%)

CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN

4.

Iodium dan senyawa Iodium

75 – 150

bpj (ppm)

Oksidator

Bereaksi cepat,

sudah ada pengaruh dalam konsentrasi kecil,

stabil secara kimia, tidak

bersifat iritasi pada kulit, daya

penetrasinya baik

Bersifat korosif, mewarnai dan

merusak beberapa jenis

plastik dan bahan sandang, tak tersatukan

dengan deterjen anionik,

bersifat iritasi pada mata

5. Gol. peroksida: Hidrogen peroksida

5 - 7

Oksidator

Tidak

meninggalkan residu

Tidak

tersatukan dengan

beberapa deterjen,

bersifat korosif terhadap beberapa

logam, merusak karet,

plastik dan sandang,

mudah terurai menjadi air dan

oksigen

6.

Senyawa klor: - Kloramin - Hipoklorit

1 - 4

Oksidator

Bersifat

bakterisida luas

Bersifat iritasi

pada kulit, mata dan paru-

paru, korosif terhadap beberapa

logam, merusak karet,

plastik dan sandang, tidak

tersatukan dengan

beberapa deterjen.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 71

Hal. 3 dari 3 PENGARUH PADA

PEMAKAIAN

NO

NAMA BAHAN KONSENTRASI

YANG DIGUNAKAN

(%)

CARA KERJA KEUNTUNGAN KERUGIAN

7.

Senyawa ammonium kuaterner

1 - 6

Menguraikan protein dan enzim, mengganggu integritas membran sel

Merupakan

pembersih yang baik, masih dapat berfungsi jika ada

bahan organik dan air sadah,

merupakan deodoran yang

baik, stabil, tidak korosif terhadap

metal.

Menyebabkan

iritasi, beberapa

senyawa dapat merusak mata,

tidak tersatukan

dengan senyawa anion

8.

Etilen oksida

Alkilasi pada

senyawa yang

diperlukan dalam reaksi metabolisme

Mempunyai daya

penetrasi yang baik terhadap bahan yang berserat dan

berpori

Memerlukan pengawasan yang ketat

pada pemakaian,

meninggalkan sisa yang

bersifat toksik, sebelum

dipakai sisa- sisa etilen

oksida harus dihilangkan dari bahan yang diolah

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 72

Lampiran VI.13 (Contoh)

REKOMENDASI ALAT-ALAT UNTUK MEMBERSIHKAN

RUANGAN PRODUKSI

Pendahuluan Alat dan bahan yang digunakan untuk membersihkan tergantung jenis produksi yang dilaksanakan dalam ruangan dan jenis ruangan yang akan dibersihkan. Berdasarkan jenis pengotoran yang terjadi di suatu ruangan, dibuatlah Prosedur Pembersihan serta ditentukan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan prosedur tersebut. POB ini memberi keterangan mengenai alat dan bahan yang umum digunakan untuk membersihkan ruangan produksi tidak steril. Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan ruangan produksi, seperti tercantum pada tabel di bawah ini :

NO ALAT CARA PENGGUNAAN DIGUNAKAN

PADA/KETERANGAN

1. Kain lap atau busa (spons), harus jenis yang menyerap dan tidak melepaskan serat atau zat warna

Basahi dengan air dingin atau air hangat dan lap pada permukaan yang akan dibersihkan, jika sudah cukup menyerap kotoran, bilas dengan air dingin atau air hangat hingga bersih, lanjutkan dengan pembersihan

1.1. Permukaan perabotan 1.2. Permukaan peralatan yang

tidak berminyak 1.3. Dinding Keterangan:

1.1. Kain lap atau busa yang sudah usang diganti dengan yang baru

1.2. Simpan dalam keadaan kering

2. Alat pembersih lantai dengan bahan kain atau busa dan tangkai pemegang dibuat dari logam atau plastik, sebaiknya jangan digunakan tangkai dari kayu

2..1 Basahi dengan air atau

larutan desinfektan untuk pengepelan

2..2 Peras secukupnya dengan menggunakan alat peras

2..3 Pel lantai dengan alat tersebut

2..4 Kain pel atau busa harus sering dibersihkan selama pengepelan.

Lantai Keterangan:

2.1 Sebaiknya disediakan 2 ember masing-masing berisi air atau larutan desinfektan untuk pengepelan dan air untuk pembersihan

2.2 Air yang sudah mulai kotor harus diganti dengan yang baru

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 73

lanjutan NO ALAT CARA PENGGUNAAN DIGUNAKAN

PADA/KETERANGAN 3. Peralatan terdiri dari

tangkai dengan ujung kain pel atau busa, satu atau dua ember untuk wadah larutan pengepelan dan larutan pembilas, di atas landasan beroda dan alat peras

3.1. Bilas dan bersihkan dalam air yang ditempatkan dalam ember pembilas khusus dan peras secukupnya

3.2. Basahi dengan air atau larutan desinfektan untuk pengepelan

3.3. Peras secukupnya dengan menggunakan alat peras

3.4. Lanjutkan dengan pengepelan dan pembersihan sesuai cara di atas

Keterangan: Air untuk pembersihan lantai yang sudah mulai kotor harus diganti dengan yang baru.

4. Alat pembersih lantai terdiri dari : - Bagian sapu yang

berputar secara mekanik pada permukaan lantai yang dibersihkan

- Wadah larutan pembersih dan memegang pengatur arah dan mati hidupnya alat pembersih

- Dapat dilengkapi dengan cairan di lantai

4.1. Isi wadah larutan pembersih dengan larutan deterjen

4.2. Nyalakan mesin pengepel lantai terutama ke arah yang bernoda atau lengket dan arahkan alat pembersih sesuai tujuan pembersihan

4.3. Lantai yang sudah dibersihkan akan masih basah, pel dengan alat pengepel yang disebut pada butir b di atas

Lantai, terutama untuk membersihkan kotoran yang menempel kuat pada lantai Keterangan: Dengan menggunakan alat ini, larutan pembersih akan terpercik ke lantai dan sekeliling daerah pembersihan

5. Alat atau botol penyemprot larutan pembersih

Isi botol dengan larutan pembersih, semprotkan ke arah yang dibersihkan dan keringkan dengan lap kain atau busa

Kaca, daun pintu dan sebagainya. Keterangan: Botol untuk menempatkan larutan pembersih biasanya dibuat dari plastik dan semprotkan ke arah yang akan dibersihkan.

Catatan: Jangan menggunakan sapu dan kemoceng karena dapat menyebarkan debu ke tempat lain pada waktu membersihkan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 74

Lampiran VI.14 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PEMAKAIAN PESTISIDA DI SARANA PRODUKSI KOSMETIK

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMAKAIAN PESTISIDA

DI SARANA PRODUKSI KOSMETIK Nomor......................

NAMA PERUSAHAAN

............................. BAGIAN

……………………….. SEKSI

…………………. Tanggal…………

Disusun oleh ………………….. Tanggal .............................

Diperiksa oleh ……………………… Tanggal ...................................

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ...................................

Mengganti Nomor …………….......... Tanggal ...............................

1. Pestisida Terdaftar

Pestisida yang boleh digunakan adalah yang terdaftar dan disetujui peredaran, pemasaran serta penggunaannya oleh Pemerintah.

2. Jenis Penggunaan Dari jenis dan cara penggunaannya, pestisida dikelompokkan sesuai cara penggunaannya sebagai berikut : 2..1 Disemprotkan pada retakan dan rongga di daerah produksi dan di luar daerah

produksi 2..2 Disemprotkan secara otomatis sebagai kabut di luar daerah produksi. 2..3 Secara teratur digunakan dalam bentuk kabut di luar daerah produksi dan pada

waktu tertentu digunakan di dalam ruangan produksi. 2..4 Digunakan di bawah tanah tanpa timbul ke permukaan. 2..5 Disemprotkan di sekitar bagian luar gedung. 2..6 Ditaburkan di tanah di sekitar bagian luar gedung. 2..7 Diletakkan di atas baki atau wadah umpan di luar daerah produksi. 2..8 Fumigasi (pengasapan).

3. Ketentuan Umum 3.1. Penggunaan pestisida dibatasi pada penyemprotan retakan dan rongga yang ada

di sekeliling daerah produksi. 3.2. Cara kabut dan umpan dibatasi penggunaannya untuk ruangan kantor, lorong,

ruang istirahat, gudang dan daerah bukan produksi lain yang tidak terdapat produk terbuka.

3.3. Penyemprotan dilaksanakan pada retakan dan rongga di daerah bukan produksi. 3.4. Tanah dan sekeliling bagian luar gedung dapat disemprot atau ditaburi pestisida

kering. 3.5. Penggunaan pestisida yang menyimpang dari aturan baku:

3.5.1. Mengubah konsentrasi pestisida yang dianjurkan pada label 3.5.2. Menyimpang dari jadwal yang berlaku 3.5.3. Menggunakan cara kabut di daerah produksi 3.5.4. Menyemprot daerah produksi tanpa membatasinya pada retakan atau

rongga yang ada di dalamnya.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 75

NAMA

PERUSAHAAN

............................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMAKAIAN PESTISIDA

DI SARANA PRODUKSI KOSMETIK

Halaman 2 dari 2 Nomor......................

BAGIAN …………………………

SEKSI ………………………

Tanggal…………

Disusun oleh ………………….. Tanggal .............................

Diperiksa oleh ……………………… Tanggal ...................................

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ...................................

Mengganti Nomor ……………........... Tanggal ...............................

3.5.5 Semua kegiatan lain yang menyangkut penggunaan pestisida yang

prosedur pengawasannya tidak digariskan dalam POB tertulis, penggunaan cara tersebut di atas harus terlebih dahulu disetujui oleh Penanggung Jawab Pengawasan Mutu.

3.6 Prosedur Pengawasan harus mempertimbangkan:

3.6.1 Kepastian bahwa hama dapat dibasmi atau dikendalikan 3.6.2 Pestisida tidak mencemari produk kosmetik atau permukaan yang

berhubungan dengan produk kosmetik

3.7 Pengasapan dan penggunaan umpan hendaklah dibatasi pada kantor, koridor, gudang atau ruang non produksi lain dimana produk tidak secara langsung terpapar.

3.8 Harus dibuat dokumentasi mengenai pemasukan, pemakaian dan sisa pestisida

yang disimpan dan nama pemakai yang berwenang. 3.9 Penyimpanan pestisida harus diawasi agar dapat dicegah terjadinya pencampur-

bauran dengan bahan baku atau produk jadi. 3.10 Sebelum pestisida digunakan di suatu ruangan, hendaklah petugas di ruangan

tersebut lebih dahulu memeriksa ruangan dan mengadakan pencegahan atau pengamanan seperlunya agar tidak terjadi pencemaran terhadap produk jadi. Hasil pemeriksaan hendaknya didokumentasikan.

3.11 Pelaksanaan penggunaan pestisida hendaknya diawasi orang yang diberi

wewenang oleh Bagian Pengawasan Mutu. Bila pestisida digunakan petugas pabrik, hendaknya dipastikan bahwa pelaksana tersebut membaca, mengerti dan mengikuti petunjuk yang tertera pada POB yang bersangkutan.

3.12 Hendaklah dilakukan pencatatan tanggal, waktu dan cara penggunaan pestisida,

daerah yang diliput dan bahan yang digunakan, nomor tata cara yang diikuti, ditandatangani pelaksana dan pengawas yang bersangkutan.

3.13 Dalam surat perjanjian kontrak pelaksanaan penggunaan pestisida hendaklah

dicantumkan bahwa yang digunakan hanyalah bahan yang diluluskan penggunaannya oleh Pemerintah dan setiap kali digunakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku dan POB yang bersangkutan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 76

VII . PRODUKSI 1. Bahan awal

1.1. Air

1.1.1 Air merupakan salah satu bahan baku yang utama di dalam industri kosmetik. Oleh karena itu air harus mendapat perhatian khusus baik dalam sistem pembuatan, penyimpanan maupun pendistribusian.

1.1.2 Sumber Air

1.1.2.1 Dapat diperoleh dari : 1.1.2.1.1 Air tanah (sumur). 1.1.2.1.2 Perusahaan pengolahan air bersih.

1.1.2.2 Hendaklah disediakan air bersih sesuai standar yang berlaku.

1.1.2.3 Air dari kedua sumber di atas harus diproses lebih lanjut agar dapat digunakan dalam proses produksi.

1.1.2.4 Pencucian dan sanitasi peralatan yang digunakan dalam sistem pemrosesan air, haruslah dilaksanakan secara rutin dengan suatu Prosedur Operasional Baku (POB). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat mempengaruhi kualitas air. Pemilihan cara sanitasi sangat tergantung dari jenis instalasi yang ada dan dapat dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) atau dengan bahan kimiawi. Bila digunakan suatu bahan kimiawi, haruslah diupayakan agar sisa bahan kimiawi tidak tertinggal di dalam air tersebut pada saat akan dipakai.

1.1.2.5 Kualitas Air

1.1.2.5.1 Untuk produk :

Spesifikasi dan kualitas air yang dipergunakan tergantung dari peruntukannya yaitu : 1.1.2.5.1.1 Sekurang-kurangnya kualitas air minum yang sesuai

dengan standar baku nasional, misalnya untuk produk shampo, sabun, conditioner.

1.1.2.5.1.2 Kualitas air murni menurut standar farmakope untuk produk sediaan bayi dan sediaan sekitar mata.

1.1.2.5.2 Untuk pembersihan/pencucian :

Air bersih yang kualitasnya tidak perlu setingkat dengan air untuk proses produksi.

1.1.2.5.3 Untuk pembilasan akhir :

Harus menggunakan air yang sama kualitasnya dengan air untuk proses produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 77

1.1.2.5.4 Untuk sanitasi :

Uap air panas.

1.1.2.5.5 Pemeriksaan kualitas air secara lengkap hendaklah dilakukan secara berkala sesuai POB yang ada. Hendaklah dilakukan juga pemeriksaan air setiap akan digunakan, misalnya pemerian/organoleptis, pH, dan konduktivitas serta harus dilakukan pencatatan untuk monitoring. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sendiri atau dengan laboratorium eksternal.

1.1.2.5.6 Pembersihan tangki penyimpan dan sistem perpipaan dilakukan secara berkala sesuai dengan POB yang ada. Setiap terjadi penyimpangan terhadap sistem yang ada, harus segera ditindaklanjuti serta dilakukan koreksi dan pencegahan.

1.1.2.5.7 Khusus untuk parameter mikrobiologi dilakukan pemeriksaan rutin secara kuantitatif dan kualitatif.

1.1.3 Metoda Pengolahan Air

1.1.3.1 Dikenal beberapa tingkatan pembuatan air murni untuk produksi:

1.1.3.1.1 Pra-desinfeksi (misalnya dengan klorinasi), flokulasi/ koagulasi (misalnya dengan aluminium).

1.1.3.1.2 Penyaringan/filtrasi menggunakan saringan multimedia (gravel- sand-carbon) sampai ukuran 10 mikron, penyaringan kembali dengan saringan berukuran 2 mikron.

1.1.3.1.3 Penghilangan kesadahan (softening column).

1.1.3.1.4 Deionisasi/demineralisasi Sistem ini dapat berupa suatu rangkaian resin penukar kation, resin penukar anion atau gabungan antara resin penukar anion dan kation (mixed beds).

1.1.3.1.5 Sistem distilasi dilakukan dengan cara pemanasan dan kondensasi uap air.

1.1.3.1.6 “Reversed Osmosis” (RO) dilakukan dengan menggunakan suatu membran semi permeabel.

1.1.3.1.7 Sistem Ultra Violet.

1.1.3.2 Penyimpanan dan distribusi air hendaklah diperhatikan dengan baik. Air yang tidak disirkulasi sebaiknya digunakan tidak lebih dari 24 jam.

1.1.4 Sistem Perpipaan Air

1.1.4.1 Sistem perpipaan hendaklah terbuat dari bahan yang sesuai misalnya stainless steel sehingga tidak memungkinkan pelepasan bahan-bahan yang tidak diinginkan, misalnya ion besi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 78

1.1.4.2 Sistem perpipaan hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terjadi suatu stagnasi air (dead leg/dead end) ataupun kebocoran yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran oleh mikroba.

1.1.4.3 Sistem perpipaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dicuci dan disanitasi secara berkala sesuai POB, baik dengan bahan kimia ataupun dengan menggunakan uap air panas atau steam.

1.2. Verifikasi Bahan Setiap bahan awal harus memiliki spesifikasi yang jelas.

1.2.1 Dari segi keamanan, kemanfaatan dan konsistensi mutu semua pasokan bahan awal hendaklah :

1.2.1.1 Diverifikasi secara fisik : 1.2.1.1.1 Identitas pemasok. 1.2.1.1.2 Jenis dan jumlah kemasan. 1.2.1.1.3 Kondisi kemasan (bocor, rusak, kotor, dan lain-lain). 1.2.1.1.4 Tersedianya sertifikat analisis dari produsen bahan awal.

1.2.1.2 Dikarantina, segera setelah kedatangan sampai bahan tersebut diluluskan untuk dipergunakan dalam proses produksi.

1.2.1.3 Diberi penandaan identitas/status pada setiap kemasan bahan awal agar dapat memudahkan dalam pelacakan sampai ke produk jadi.

1.2.2 Terhadap bahan awal yang telah diterima, dilakukan:

1.2.2.1 Pengambilan contoh untuk keperluan pemeriksaan kualitas sesuai dengan spesifikasi. Jumlah contoh yang diambil hendaklah sesuai dengan keperluan pemeriksaan berdasarkan prosedur analisis untuk setiap jenis bahan, serta mewakili dari jumlah bahan yang datang.

1.2.2.2 Penetapan status (ditolak atau diluluskan) berdasarkan hasil pemeriksaan. Pelulusan ataupun penolakan harus dibuat secara tertulis dan dikomunikasikan kepada bagian terkait, misalnya produksi, pembelian, logistik dan sebagainya. Diberikan tanda pelulusan atau penolakan secara fisik pada kemasan bahan tersebut dan dicatat pada sistem dokumen yang digunakan.

1.2.3 Bahan awal yang diterima harus mempunyai label identitas dan label status yang jelas. Dapat juga diberikan label keamanan, label penanganan yang disarankan, label tempat penyimpanan, informasi tentang alat pelindung yang harus dipakai dan sebagainya.

Label tersebut tidak boleh menutupi label identitas asli bahan awal.

1.2.3.1 Label identitas memuat antara lain : 1.2.3.1.1 Nama produk. 1.2.3.1.2 Nomor kode produk. 1.2.3.1.3 Nomor bets. 1.2.3.1.4 Jumlah produk. 1.2.3.1.5 Tanggal penerimaan bahan awal. 1.2.3.1.6 Nama pemasok. 1.2.3.1.7 Tanggal kedaluwarsa bahan (bila ada). 1.2.3.1.8 Paraf penerima.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 79

1.2.3.2 Label status menyatakan : 1.2.3.2.1 Diluluskan/ditolak/karantina. 1.2.3.2.2 Tanggal pengambilan contoh. 1.2.3.2.3 Tanggal pelulusan/penolakan. 1.2.3.2.4 Tanda tangan/paraf Bagian Pengawasan Mutu. 1.2.3.2.5 Tanggal uji ulang.

Label identitas dan status dapat dalam satu label. Contoh Rekomendasi Label/Penandaan tercantum pada Lampiran VII.1.

1.2.4 Pada saat penerimaan bahan awal, selama penyimpanan dan setelah penggunaan, wadah bahan awal harus selalu dalam keadaan bersih dan tertutup dengan baik.

1.2.4.1 Harus dipastikan tidak ada wadah yang rusak, bocor, tercemar, berlubang, terpapar atau tercampur dengan bahan lain.

1.2.4.2 Bila ditemukan wadah yang rusak atau bocor atau ketidaksesuaian bahan dengan dokumen, harus segera dilaporkan untuk mendapatkan tindak lanjut.

1.2.4.3 Wadah bahan awal harus dibersihkan sebelum masuk ke dalam gudang karantina, ke area produksi, ke area penimbangan dan sebelum dikembalikan ke gudang setelah dilakukan penimbangan.

1.3. Pencatatan Bahan

1.3.1 Semua bahan yang diterima harus mempunyai catatan yang lengkap yaitu: 1.3.1.1 Nama bahan awal. 1.3.1.2 Nama produsen bahan awal. 1.3.1.3 Nama pemasok. 1.3.1.4 Tanggal penerimaan. 1.3.1.5 Jumlah bahan awal. 1.3.1.6 Nomor bets. 1.3.1.7 Nama penerima. 1.3.1.8 Tanggal kedaluwarsa (bila ada). 1.3.1.9 Nomor faktur. 1.3.1.10 Lokasi penempatan di gudang. Wadah dari bahan awal yang sudah dilakukan pengambilan contoh, harus diberi penandaan yang berisi antara lain: tanggal pengambilan dan pelaksana pengambilan contoh.

Contoh Formulir Permintaan Bahan Awal tercantum pada Lampiran VII.2. Contoh Catatan Penerimaan Bahan Awal tercantum pada Lampiran VII.3.

1.3.2 Penerimaan dan Penyerahan Bahan Awal

Hendaklah selalu dicatat dan diperiksa tentang kebenaran identitas, nomor bets dan kuantitas yang masuk atau keluar.

1.3.2.1 Pencatatan ini dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan program komputer.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 80

1.3.2.2 Harus selalu diterapkan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) untuk pengeluaran bahan.

1.3.2.3 Bahan pengemas yang merupakan kembalian dari area produksi harus dilakukan pemeriksaan ulang, dihitung dan dicatat.

1.3.2.4 Bahan baku yang sudah ditimbang hanya dapat dikembalikan ke gudang setelah mendapat persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu.

1.4. Bahan ditolak

1.4.1 Bahan yang ditolak: 1.4.1.1 Dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, misalnya

1.4.1.1.1 Tidak memenuhi spesifikasi. 1.4.1.1.2 Tidak sesuai dengan pesanan. 1.4.1.1.3 Bocor, kotor atau tercemar. 1.4.1.1.4 Kedaluwarsa.

1.4.1.2 Harus segera diberi label “DITOLAK” (pada umumnya berwarna merah) dan diikuti proses administrasi yaitu pengurangan dari stok bahan apabila bahan tersebut sudah tercatat dalam stok.

1.4.1.3 Dipindahkan ke area khusus untuk diproses lebih lanjut. Akses ke area tersebut harus dibatasi, bila perlu terkunci.

1.4.1.4 Proses lebih lanjut berupa pengembalian ke pemasok atau pemusnahan bahan.

1.4.1.5 POB untuk proses penolakan harus tersedia dan dipahami oleh bagian yang terkait. Keputusan penolakan dilakukan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

Contoh POB Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan Bahan Awal tercantum pada Lampiran VII.4.

1.5. Sistem Pemberian Nomor Bets

1.5.1 Cukup jelas.

1.5.2 Sistem Pemberian Nomor Bets

1.5.2.1 Pemberian nomor bets harus didasarkan pada POB mengenai tata cara pemberian nomor bets sehingga didapatkan suatu pemahaman yang sama bagi personil/bagian yang memerlukan.

1.5.2.2 Suatu nomor bets dapat memberikan informasi, misalnya : 1.5.2.2.1 Tanggal, bulan, tahun dan nomor urut pembuatan produk

tersebut. 1.5.2.2.2 Negara produsen. 1.5.2.2.3 Tahapan produksi.

1.5.3 Penempatan Nomor Bets

1.5.3.1 Nomer bets hendaklah dicantumkan pada etiket wadah (kemasan primer) dan bungkus luar produk jadi (kemasan sekunder) yang mudah dibaca. Apabila tidak memungkinkan, pencantuman nomor bets minimal pada etiket wadah produk (kemasan primer).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 81

1.5.3.2 Nomer bets ini hendaklah dicetak dengan menggunakan tinta khusus sehingga tidak mudah terhapus, atau dengan menggunakan cetak tekan (embossed).

1.5.4 Catatan Pemberian Nomor Bets

Semua catatan nomer bets harus disimpan :

1.5.4.1 Untuk setiap produk jadi.

1.5.4.2 Selama periode waktu tertentu.

1.5.4.3 Sebagai faktor untuk penelusuran kembali.

Contoh POB Pemberian Nomor Bets/Lots tercantum pada Lampiran VII.5.

1.6. Penimbangan dan Pengukuran

1.6.1 Area/ruang penimbangan :

1.6.1.1 Hendaklah terpisah, lokasi dapat di gudang atau di ruang produksi.

1.6.1.2 Selalu dalam keadaan bersih, kering dan terawat, sebelum, selama dan setelah aktivitas penimbangan.

1.6.1.3 Disediakan alat pengumpul debu (dust collector), alat pengisap debu (vacuum cleaner) atau alat lain (bahan penyerap khusus) untuk mengatasi pencemaran bila terjadinya tumpah atau kebocoran bahan baku.

1.6.1.4 Disediakan area/ruang transit (staging area) yang terpisah dengan area/ruang penimbangan.

1.6.1.5 Semua kegiatan di area penimbangan harus mengikuti POB yang ada.

1.6.1.6 Alat penimbangan :

1.6.1.6.1 Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbang yang digunakan hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.

1.6.1.6.2 Timbangan yang digunakan selalu dalam kondisi baik dan bersih.

1.6.1.6.3 Dikalibrasi secara berkala dan diberi label status kalibrasi. 1.6.1.6.4 Instruksi kerja penimbangan yang berisi tentang cara

penimbangan, kapasitas dan ketelitian timbangan diletakkan di dekat timbangan tersebut.

1.6.1.7 Penimbangan

1.6.1.7.1 Bahan baku yang boleh berada di ruang penimbangan adalah bahan baku yang akan ditimbang.

1.6.1.7.2 Bahan baku yang akan ditimbang harus mempunyai label identitas yang jelas serta sudah berstatus diluluskan.

1.6.1.7.3 Dilakukan sesuai dengan POB Penimbangan.

1.6.1.7.4 Hanya dilakukan oleh personil yang terlatih dan berkompeten serta diberi tugas untuk melakukan penimbangan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 82

1.6.1.7.5 Personil penimbangan harus menggunakan perlengkapan kerja yang sesuai dengan kondisi dan jenis bahan baku.

1.6.1.7.6 Untuk setiap penimbangan harus dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang ditimbang oleh personil yang berbeda.

1.6.1.7.7 Hasil penimbangan bahan baku untuk satu bets, hendaklah diletakkan di atas satu kelompok palet dan diberi penandaan identitas nama produk dan nomor bets yang jelas.

1.6.1.8 Wadah

1.6.1.8.1 Wadah penimbangan yang dipilih hendaklah tertutup, disesuaikan dengan volume dan sifat dari bahan yang ditimbang.

1.6.1.8.2 Untuk bahan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba hendaklah digunakan peralatan dan wadah yang sudah disanitasi.

1.6.1.8.3 Hindari penggunaan wadah antara (wadah untuk menampung sebagian bahan dari drum untuk diambil guna penimbangan) selama penyiapan proses penimbangan untuk menghindari kontaminasi bahan. Jika tidak memungkinkan, wadah antara yang digunakan harus bersih dan tertutup serta diberi label identitas dan status yang sama dengan aslinya.

1.6.1.8.4 Wadah penimbangan harus bersih dan diberi label identitas.

1.6.2 Catatan penimbangan

1.6.2.1 Semua aktivitas penimbangan harus dicatat.

1.6.2.2 Hasil penimbangan harus dicek ulang oleh personil yang berbeda sebelum proses pencampuran dimulai.

1.6.2.3 Bila di dalam satu bets produksi digunakan beberapa nomor bets bahan baku, hendaklah dicatat setiap nomor bets beserta jumlah masing-masing bahan yang digunakan.

1.6.2.4 Bahan yang sudah ditimbang harus diberi label identitas yang jelas dan lengkap yang berisi antara lain : nama bahan baku/kode, nomor bets bahan baku, berat netto, tara, tanggal penimbangan, paraf penimbang, paraf personil lain yang melakukan cek ulang dan bila diperlukan simbol keamanan untuk bahan baku berbahaya dan beracun .

1.6.2.5 Label identitas tersebut di atas dilampirkan pada Catatan Pengolahan Bets.

Contoh Instruksi Kerja (IK) Penimbangan Bahan Baku tercantum pada Lampiran VII.6.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 83

1.7. Prosedur dan Pengolahan 1.7.1 Semua bahan yang akan digunakan dipastikan telah mempunyai label yang jelas.

Bila suatu label hilang atau tidak jelas, maka bahan baku tersebut hendaklah diidentifikasi oleh Bagian Pengawasan Mutu sebelum digunakan.

1.7.2 POB Pengolahan dibuat untuk ukuran bets dan alat produksi yang tertentu yang disetujui oleh Bagian Produksi dan Bagian Pengawasan Mutu.

1.7.2.1 Kondisi ruang pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan.

1.7.2.2 Sebelum pengolahan dimulai ruang pengolahan hendaklah dibebaskan dari bahan produk atau dokumen yang tidak diperlukan.

1.7.2.3 Semua peralatan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Kebersihan peralatan harus dinyatakan secara tertulis.

1.7.2.4 Operator hendaklah memahami semua tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan.

1.7.3 Pengawasan selama pengolahan dilakukan di area produksi oleh personil produksi dan atau pengawasan mutu.

Semua kegiatan pengawasan selama pengolahan, mulai dari pemeriksaan kebenaran dan kesesuaian bahan, peralatan, pencampuran, pengontrolan suhu, homogenitas, pH, kekentalan dan lain-lain harus dicatat pada Catatan Pengolahan Bets atau pada formulir khusus.

Bila hasil yang diperoleh menyimpang dari batas yang ditetapkan, hendaklah dilakukan penyelidikan terhadap penyimpangan dan hasilnya dilaporkan dan dicatat dalam Catatan Pengolahan Bets serta disetujui oleh personil yang diberi wewenang.

Pengambilan contoh dapat dilakukan selama proses pengolahan dan pengemasan.

1.7.4 Produk ruahan harus diberi penandaan yang jelas mengenai nama produk, tahapan proses, status, nomor bets, jumlah, tanggal pembuatan yang ditempel pada wadah.

Bila memungkinkan, produk ruahan ini disimpan di area khusus sambil menunggu pelulusan dari Bagian Pengawasan Mutu untuk proses selanjutnya.

1.7.5 Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada tahapan pengolahan, perlu dilakukan usaha tertentu misalnya:

1.7.5.1 Peralatan pengolahan harus bersih, aman, sesuai ukuran dan sesuai untuk jenis produk yang dibuat.

1.7.5.2 Pembuatan produk yang berbeda tidak dilakukan secara bersamaan dalam ruangan yang sama, kecuali bila tidak ada risiko terjadinya campur baur atau kontaminasi.

1.7.5.3 Hindarkan pembuatan produk serbuk yang berbeda warna maupun jenis dalam suatu ruangan produksi secara bersamaan.

1.7.5.4 Akses ke area produksi harus dibatasi, hanya diperuntukan bagi personil tertentu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 84

1.7.5.5 Wadah yang digunakan untuk pengolahan harus dalam keadaan bersih dan sesudah digunakan harus segera dibersihkan.

1.7.5.6 Kegiatan perbaikan proses pengolahan dan peralatan tidak boleh menyebabkan penurunan terhadap kualitas produk.

1.7.5.7 Pembersihan area pengolahan atau lini pengemasan harus dilakukan untuk menghindari campur baur bahan awal atau produk.

1.7.6 Kondisi khusus ruangan yang diperlukan untuk pengolahan suatu produk harus selalu ditaati. Kondisi khusus ruangan ini harus tercantum di dalam Prosedur Pengolahan Induk dan hasil pengamatannya dicatat.

1.7.7 Semua kegiatan pengolahan harus dicatat dalam Catatan Pengolahan Bets.

Hasil nyata dari setiap tahap pengolahan hendaklah dicatat dan dibandingkan dengan hasil teoritis (rekonsiliasi).

Bila terjadi penyimpangan harus segera diselidiki agar dapat dikoreksi atau dilakukan tindakan pencegahan yang tepat. Selama penyelidikan, produk tersebut tidak diluluskan.

Contoh Daftar Pemeriksaan Kesiapan Pengolahan Bets tercantum pada Lampiran VII.7.

1.8. Produk Kering

Penanganan bahan-bahan yang kering sering menimbulkan masalah kontaminasi silang, kontaminasi udara dan masalah kesehatan bagi personil akibat debu pada saat pengolahan maupun pengemasan sehingga memerlukan perhatian khusus.

1.8.1 Kontaminasi silang, kontaminasi udara dan kemungkinan timbulnya masalah bagi kesehatan personil dapat dikurangi dengan :

1.8.1.1 Menggunakan sistem pengendalian debu, penyedot debu di ruang timbang, ruang pencampuran, ruang pengisian dan pengemasan.

1.8.1.2 Sistem penghisap debu yang efektif dipasang dengan letak lubang pembuangan yang tepat untuk mencegah pencemaran terhadap produk atau proses lain.

1.8.1.3 Mesin pencampur, pengayak dan pengisian dilengkapi dengan sistem pengendalian debu.

1.8.1.4 Ruangan tertutup, terpisah dengan area proses basah.

1.8.1.5 Menggunakan ruang antara (air lock).

1.8.1.6 Peralatan pelindung keselamatan bagi personil.

1.9. Produk basah

1.9.1 Produk basah rentan tercemar karena merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme.

Untuk mengurangi populasi mikroorganisme pada proses pengolahan produk basah maka perlu diperhatikan air, proses pembersihan dan sanitasi peralatan yang digunakan.

Pada waktu pembersihan peralatan, harus diperhatikan bagian lekukan dan bagian yang sulit dicapai.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 85

Tongkat pengukur hanya boleh digunakan untuk wadah tertentu dan telah dikalibrasi untuk wadah yang bersangkutan. Tiap tongkat pengukur hanya dipakai untuk satu wadah saja. Tongkat ini hendaklah dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dan tidak menyerap.

POB Pembersihan dan Sanitasi Peralatan harus dibuat guna menjamin diperolehnya hasil yang diinginkan. Efektivitas prosedur pembersihan dan sanitasi hendaklah dibuktikan melalui pemeriksaan mikrobiologi.

1.9.2 Sistem produksi secara tertutup adalah sistem pengolahan dimana semua bahan baku dicampur secara tertutup melalui proses pemindahan dengan udara bertekanan. Proses pencampuran berada dalam tangki yang tertutup, pemindahan dan pengisian produk dilakukan melalui sistem perpipaan yang tertutup untuk menjamin agar produk tidak tercemar.

Penandaan pada sistem pemipaan harus menunjukkan arah aliran dan dapat menjamin bahwa bahan/produk tersebut disalurkan ke bagian yang tepat.

Pada sistem tertutup hendaklah dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk melakukan pengawasan selama pengolahan, antara lain kran untuk pengambilan contoh, alat ukur kecepatan pengadukan.

Pembersihan dan sanitasi pada sistem tertutup dilengkapi dengan cara Cleaning in Place (CIP). Pada umumnya digunakan tangki dan perpipaan yang terbuat dari stainless steel.

1.9.3 Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan baku dan produk ruahan, harus dibuat suatu sistem yang memudahkan pembersihan dan sanitasi misalnya konstruksi alat tidak banyak lekukan yang dapat menimbulkan stagnasi atau dead leg/end.

Contoh Daftar Pemeriksaan untuk Pengolahan Krim Sebelum Operasional tercantum pada Lampiran VII.8.

1.10. Produk Aerosol 1.10.1 Produk aerosol mempunyai sifat khusus yang dapat menimbulkan ledakan akibat

penggunaan gas penekan (propelan) yang mudah terbakar. Oleh karena itu, diperlukan sarana khusus terutama dari sisi keamanannya.

1.10.2 Persyaratan khusus untuk area produksi aerosol antara lain:

1.10.2.1 Lokasi atau bangunan terpisah, dengan penempatan gas yang aman (misal dilindungi oleh dinding yang tahan ledakan, sistem kelistrikan yang aman dan lain-lain).

1.10.2.2 Aliran udara baik. 1.10.2.3 Bangunan dan peralatan kedap ledakan (explotion proof). 1.10.2.4 Detektor gas untuk propelan yang mudah terbakar.

Contoh POB Prosedur Pengolahan Induk tercantum pada Lampiran VII.9. Contoh Catatan Pengolahan Bets tercantum pada Lampiran VII.10.

1.11. Pelabelan dan Pengemasan

1.11.1 Peralatan/mesin pengemasan harus selalu dalam keadaan baik dan bersih sebelum digunakan, ditandai dengan adanya label bersih. Sebelum digunakan, lini pengemasan harus dibersihkan dari bahan pengemas dan produk sebelumnya misalnya label/etiket, wadah, produk jadi ataupun

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 86

barang-barang lain yang tidak ada kaitannya dengan proses pengemasan yang akan dilakukan. Hal ini untuk mengurangi kontaminasi silang dan campur baur. Produk yang berbeda, tidak dikemas pada lokasi yang berdekatan kecuali terdapat pemisahan secara fisik, misalnya jarak antara jalur pengemasan paling sedikit 1 ½ meter diukur dari sisi terluar.

1.11.2 Selama proses pengemasan dan pelabelan harus dilakukan pengambilan contoh secara acak untuk pemeriksaan bobot dan penampilan serta untuk pemeriksaan kualitas meliputi pemerian/organoleptik, fisika, kimia dan mikrobiologi.

Contoh yang diambil hendaklah mewakili satu periode pengemasan yang dilaksanakan, dengan cara mengambil contoh secara berkala. Jumlah contoh yang diambil sangat tergantung dari tingkat ketelitian. Pengambilan contoh dilakukan minimal pada saat awal, tengah dan akhir pengisian dan atau apabila terjadi kerusakan/perbaikan alat.

Pemeriksaan dapat dilakukan segera setelah pengambilan contoh, atau waktu tertentu sesuai dengan spesifikasi. Bila ditemukan penyimpangan selama proses pengemasan dan pelabelan ini, proses pengemasan dan pelabelan dapat dihentikan seketika.

1.11.3 Pada saat digunakan, lini tersebut hendaklah diberi identitas produk yang dikemas, misalnya nama produk, ukuran dan nomor bets yang dapat dilihat dengan jelas.

Satu lini pengemasan dalam satu satuan waktu tertentu hanya digunakan untuk satu macam produk guna menghindari tercampurnya satu produk dengan produk lain.

Produk yang telah dimasukkan ke dalam wadah akhir tetapi belum diberi label hendaklah dipisahkan dan diberi tanda untuk menjaga agar tidak tercampur dengan produk lain.

1.11.4 Pada akhir pengemasan dan pelabelan, hendaklah dilakukan penghitungan kembali (rekonsiliasi) produk akhir yang diperoleh, sisa komponen wadah dan tutup, pembungkus dan lain-lain. Rekonsiliasi ini dicatat pada Catatan Pengemasan Bets.

Hanya produk yang berasal dari satu bets pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet.

Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah kemasan yang ada di dalam hendaklah dituliskan pada karton tersebut.

Sisa bahan pengemas dikembalikan ke gudang, disertai catatan perincian jumlah yang dipakai ataupun ditolak. Untuk yang ditolak hendaklah diproses lebih lanjut sesuai dengan POB.

Setiap bahan yang sudah diberi kode bets, tetapi tidak digunakan, harus dilakukan pencatatan dan dikembalikan ke gudang untuk dimusnahkan.

Setelah rekonsiliasi, produk tersebut hendaklah dikarantina sambil menunggu pelulusan dari Bagian Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 87

Contoh Daftar Pemeriksaan Sarana untuk Pengemasan tercantum pada Lampiran VII.11. Contoh POB Pengemasan tercantum pada Lampiran VII.12. Contoh POB Prosedur Pengemasan Induk tercantum pada Lampiran VII.13. Contoh Catatan Pengemasan Bets tercantum pada Lampiran VII.14.

1.12. Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi

Semua label yang berkaitan dengan produk jadi harus kelihatan dengan jelas. Produk yang sudah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu dicatat pada kartu stok produk jadi.

Bila produk tidak lulus uji, harus segera diberi tanda sebagai produk ditolak dan dipisahkan secara fisik untuk ditindaklanjuti sesuai dengan POB.

Contoh Surat Penyerahan Produk Jadi tercantum pada Lampiran VII.15. Contoh POB Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan Produk Jadi tercantum pada Lampiran VII.16. Contoh Kartu Stok Produk Jadi tercantum pada lampiran VII.17. Contoh POB Penanganan Produk Tidak Sesuai tercantum pada lampiran VII.18.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 88

Lampiran VII.1

(Contoh)

REKOMENDASI LABEL/PENANDAAN (DILEKATKAN PADA WADAH ATAU KEMASAN BAHAN/PRODUK KOSMETIK)

PENANDAAN BAHAN AWAL

PERUSAHAAN NAMA BAHAN

: ………………….. : ………………….

KARANTINA NOMOR BETS : ……………………….. PEMBUAT/PEMASOK : ……………………….. NOMOR PENERIMAAN

: ………………………. TANGGAL PENERIMAAN ………………………………

JUMLAH DITERIMA : ………………………. NOMOR WADAH : ……………….DARI……………

TANGGAL PENGAMBILAN CONTOH :……………………. OLEH : ……………..……..

LABEL UNTUK BAHAN ATAU PRODUK YANG DILULUSKAN

PERUSAHAAN ……………………….. BAGIAN PENGAWASAN MUTU

DILULUSKAN

TANGGAL ……………………..

NAMA PRODUK/BAHAN : …………………………………. NOMOR BETS : …………………………………. PEMASOK/PEMBUAT : …………………………………. NOMOR LAPORAN PENERIMAAN : …………………………………. JUMLAH : …………………………………. NOMOR SERTIFIKAT ANALISIS : ………………………………… UJI ULANG PADA : ……………………… TANGGAL ……………….. TANDA TANGAN :

LABEL UNTUK BAHAN ATAU PRODUK YANG DITOLAK

PERUSAHAAN .......................................... BAGIAN PENGAWASAN MUTU

DITOLAK NAMA PRODUK/BAHAN : ................................................. NOMOR.BETS : ................................................. PEMASOK/PEMBUAT : ................................................. NOMOR LAPORAN PENERIMAAN : ................................................. NOMOR KODE : ................................................. JUMLAH : ................................................ NOMOR SERTIFIKAT ANALISIS : ................................................ TANDA TANGAN : .............................................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 89

PENANDAAN UNTUK BAHAN ATAU PRODUK YANG SEDANG DIUJI KEMBALI

PERUSAHAAN ………………………………

SEDANG DIUJI KEMBALI PRODUK/BAHAN : ……………………………………….. NOMOR BETS : ……………………………………….. PEMASOK/PEMBUAT : ………………………………………. NOMOR PENERIMAAN : …………………………………….... JUMLAH YANG DITERIMA : ……………… TANGGAL PENERIMAAN: ……… NOMOR SERTIFIKAT ANALISIS TANGGAL

:…………….. : …………….

NOMOR WADAH: ……………….DARI………………….

TANGGAL PENERIMAAN CONTOH : …………… OLEH : …………….

LABEL PRODUK ANTARA

PERUSAHAAN NAMA PRODUK

……………………….. : ………………………

NOMOR BETS : ………………………. JUMLAH BRUTO

TARA NETTO

: ………………. : ………………. : ………………

NOMOR WADAH : ………….DARI…………… TANDA TANGAN : ……………………….. TANGGAL: …………………

LABEL PRODUK RUAHAN

PERUSAHAAN NAMA PRODUK

……………………….. : ………………………

NOMOR BETS : ………………………. JUMLAH BRUTO

TARA NETTO

: ………………. : ………………. : ………………

NOMOR WADAH : ………….DARI…………… TANDA TANGAN : ……………………….. TANGGAL: …………………

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 90

Lampiran VII.2 (Contoh)

FORMULIR PERMINTAAN BAHAN AWAL

FORMULIR PERMINTAAN BAHAN AWAL Bahan baku Bahan pengemas Nomor : ................... Tanggal : ...................

Kode produk

...........

Produk

...........

Nomor Bets

............

Ukuran Bets

............

Bentuk Sediaan

............

Ukuran Kemasan

............

Tanggal Penyerahan

............ Nama bahan

Kode

Nomor Sertifikat Analisis

Jumlah Nominal

Satuan

Jumlah Nyata

Paraf

1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... 6. ... 7. ... 8. ... 9. ... 10. ..

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

Diperiksa oleh Disetujui oleh Permintaan dari: Kepala Gudang: .................... Tanggal : Paraf: Tanggal : Paraf: Tanggal : Paraf:

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 91

Lampiran VII.3 (Contoh)

CATATAN PENERIMAAN BAHAN AWAL

PENERIMAAN BAHAN AWAL

Bahan Baku Bahan Pengemas

Nomor : ……………………………. Nama Bahan : …………………………….

Nomor Tanggal Nama

Pemasok Nomor Faktur

Nomor Bets

Jumlah Satuan Paraf

Disetujui oleh

Kepala Gudang

…………………

Tanggal : …………... Paraf : ……………

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 92

Lampiran VII.4 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN PENYERAHAN BAHAN AWAL

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN

PENYERAHAN BAHAN AWAL

Nomor...................... NAMA

PERUSAHAAN

............................ BAGIAN ………………………… SEKSI

……………………… Tanggal…………

Disusun oleh ………………….. Tanggal .............................

Diperiksa oleh ……………………… Tanggal ...................................

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ...................................

Mengganti Nomor ……………........... Tanggal ...............................

1. TUJUAN

Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan dan pengawasan penerimaan, penyimpanan dan penyerahan bahan awal.

2. PENANGGUNG JAWAB

Kepala Gudang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan penerimaan, penyimpanan dan penyerahan bahan awal.

3. PROSEDUR

3.1 Periksa keutuhan kemasan, kebenaran label serta jumlah bahan awal yang diterima dengan surat jalan dan surat pesanan.

3.2 Buat tanda terima bahan awal dengan salinannya diserahkan ke Bagian Pengawasan Mutu, Pembelian, Perencana Produksi dan Akunting.

3.3 Beri label karantina pada tiap kemasan atau kemasan terbawah dari tiap palet dan disimpan di daerah karantina.

3.4 Catat barang yang diterima di dalam kartu persediaan. 3.5 Petugas Pengawasan Mutu akan mengambil contoh sesuai dengan POB

Pengambilan Contoh Bahan Awal. 3.6 Bahan awal yang diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu dan telah diberi label

“Diluluskan” harus segera dipindahkan ke daerah penyimpanan bahan awal lulus uji. Catat status bahan awal (diluluskan atau ditolak) di dalam kartu persediaan.

3.7 Bahan awal yang ditolak oleh Bagian Pengawasan Mutu diberi label “Ditolak” dan disimpan di daerah penyimpanan bahan yang ditolak.

3.8 Hanya bahan awal yang telah lulus uji dan belum melampaui tanggal kedaluwarsa saja yang boleh diserahkan ke Bagian Produksi.

3.9 Setiap penyerahan bahan awal harus mengikuti prinsip FIFO (pertama masuk- pertama keluar) dan FEFO (pertama kedaluwarsa-pertama keluar); harus sesuai dengan surat permintaan bahan awal dari Bagian Produksi; dan harus dicatat di dalam kartu persediaan bahan awal.

3.10 Segera setelah selesai penimbangan, wadah bahan awal harus ditutup rapat. 3.11 Kepala Gudang harus memberitahukan Bagian Pengawasan Mutu dalam hal

bahan awal yang hampir kedaluwarsa atau mendekati tanggal uji ulang. Pemberitahuan ini dilaksanakan 3 (tiga) bulan sebelum bahan awal kedaluwarsa.

3.12 Setiap bahan awal yang tumpah tidak boleh dikembalikan ke dalam wadah asal tetapi harus dimusnahkan dan dilaporkan kepada Pimpinan secara berjenjang.

3.13 Setiap perbedaan persediaan bahan awal antara kenyataan dan pembukuan harus diteliti dengan seksama dan dilaporkan kepada Pimpinan secara berjenjang serta dibuat surat penyesuaian persediaan awal dan surat ini harus disetujui oleh Pimpinan sebelum diberikan ke Bagian Pembukuan (Akunting).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 93

Lampiran VII.5 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMBERIAN NOMOR BETS/LOT

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PEMBERIAN NOMOR BETS/LOT

NAMA PERUSAHAAN

............................ BAGIAN

………………………… SEKSI

………………………

Nomor ……………… Tanggal berlaku …………………….....

Disusun oleh ……………....……… Tanggal ....................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal .....................................

Mengganti Nomor ………………............ Tanggal .....................................

1. Produk Ruahan

Contoh untuk Nomor bets : 4 15 042

Nomor lot : 4 15 042 A

1.1 Digit pertama menunjukkan tahun produksi yang diberi kode sebagai berikut: untuk tahun 2004: 4, 2005:5 dan seterusnya.

1.2 Digit kedua dan ketiga menunjukkan kode produk dari produk ruahan.

1.3 Digit keempat, kelima dan keenam menunjukkan urutan produksi 001, 002 s/d 999 pada tahun yang sama.

1.4 Digit ketujuh menunjukkan urutan lot dari suatu bets

2. Produk Jadi

Contoh: A 4 15 042 1

2.1 Digit pertama menunjukkan tahun pengemasan.

2.2 Digit kedua sampai ketujuh menunjukkan nomor bets dari produk ruahan.

2.3 Digit kedelapan menunjukkan urutan lot dari bets produk ruahan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 94

Lampiran VII.6 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PENIMBANGAN BAHAN BAKU

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA

PENIMBANGAN BAHAN BAKU

NAMA PERUSAHAAN

............................ BAGIAN

………………………… SEKSI

………………………

Nomor ……………… Tanggal berlaku …………………….....

Disusun oleh ……………....……… Tanggal ....................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal .....................................

Mengganti Nomor ………………............ Tanggal .....................................

1. Periksa fungsi alat timbangan paling sedikit satu kali sehari pada waktu akan mulai dengan penimbangan:

1.1 Pemeriksaan titik nol: jarum atau penunjuk harus menunjuk skala nol.

1.2 Letakkan anak timbangan dari berbagai ukuran dan baca.

2. Periksa kebersihan dari ruang penimbangan, alat timbang, wadah untuk penimbangan.

3. Periksa ruang penimbangan; ruangan harus bebas dari bahan lain kecuali bahan yang akan ditimbang untuk bets.

4. Bersihkan bagian luar dari wadah-wadah bahan baku sebelum memindahkannya ke dalam ruang penimbangan.

5. Gunakan timbangan yang sesuai dengan jumlah bahan yang akan ditimbang. Jumlah terkecil yang dapat ditimbang tergantung pada kapasitas dan kepekaan dari alat timbangan. Sebagai acuan jumlah minimum yang dapat ditimbang adalah 20x angka pembacaan terkecil yang tertera pada alat timbangan dan jumlah maksimum yang dapat ditimbang adalah 95% dari kapasitas maksimum alat timbangan.

6. Kenakan pakaian yang memadai, penutup kepala, sarung tangan dan masker.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 95

Lampiran VII.7 (Contoh)

DAFTAR PEMERIKSAAN KESIAPAN PENGOLAHAN BETS

NAMA PERUSAHAAN …………………

DAFTAR PEMERIKSAAN KESIAPAN

PENGOLAHAN BETS

Produk .................................

Nomor Bets. ...........................

Besar Bets ............................

Tanggal ..................................

Obyek Pemeriksaan Pagi Siang 1. Dinding/langit-langit/ruangan bebas dari

sarang laba-laba/jamur

2. Lantai bersih 3. Mesin-mesin/tangki terpasang label “BERSIH” 4. Label identitas proses terpasang (Nama,

Nomor Bets, Tahap Proses)

5. Tempat cuci tangan bersih dan tersedia sabun/tissue

6. Bahan-bahan baku 1 bets terkumpul, tidak tercampur bahan/ruahan/bets lain

7. Drum-drum/wadah-wadah penampung ruahan dan terpasang label

8. Timbangan sudah diset/kalibrasi 9. Produk ruahan/setengah jadi sudah ada label

“DILULUSKAN”

10. Kelembaban dan suhu ruangan 11. Catatan Pengolahan Bets diisi sesuai dengan

tahap yang sedang dikerjakan

12. Personil memakai masker dan sarung tangan waktu proses

Catatan

Tanggal ..........................

Pemeriksa ......................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 96

Lampiran VII.8 (Contoh)

DAFTAR PEMERIKSAAN

UNTUK PENGOLAHAN KRIM SEBELUM OPERASIONAL

NAMA PERUSAHAAN ...................................

DAFTAR PEMERIKSAAN UNTUK PENGOLAHAN KRIM SEBELUM

OPERASIONAL Produk : ....................................... Ukuran Bets: ...............................

Nomor Bets: ...........................

Tanggal

Obyek Pemeriksaan

Diperiksa oleh 1. Catatan Pengolahan Bets

2. Ruang Pengolahan Bersih

3. Hanya bahan baku untuk bets yang bersangkutan berada di ruang pengolahan

4. Personil memakai penutup kepala, sarung tangan dan masker pelindung muka

Pengolahan: 1. Bejana Pelelehan

a. Diberi label “BERSIH”

b. Bersih

5.

c. Wadah dan peralatan bersih

2. Alat pengaduk a. Diberi label “BERSIH”

b. Bersih

c. Peralatan bantu dan wadah bersih

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 97

Lampiran VII.9 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PROSEDUR PENGOLAHAN INDUK

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PROSEDUR PENGOLAHAN INDUK

NAMA PERUSAHAAN

...................................... BAGIAN …………………………

SEKSI ………………………

Nomor .……………… Tanggal berlaku …………………….....

Disusun oleh …………………….... Tanggal......................

Diperiksa oleh …………….....……… Tanggal.......................

Disetujui oleh …………………….......... Tanggal...........................

Mengganti Nomor ………………............ Tanggal......................

Kode

Produk 1234

Nama produk

Eye Shadow

Nomor Bets

415042

Besar Bets

100 Kg

Bentuk Sediaan Serbuk Padat

Kemasan

Pot 10 g

Tgl pengolahan Mulai: ...................... Selesai: ....................

1. KOMPOSISI

Fase A Triglyceride 4 % Cyclo-Dimethicone 3% Polyglyceryl Oleate 0,75% Vitamin E Acetate 1%

Fase B Pearl White Mica 31% Mica Spheres 20% Talc Powder 20% Beige Mica 5% Magnesium Stearate 5% Bismuth Oxychloride 5% Titanium Dioxide 5%

2. SPESIFIKASI 3. PERALATAN 4. PENIMBANGAN Jumlah bahan yang diperlukan untuk 1 bets = 100 Kg

Kode bahan

Nama bahan

Jumlah yang dibutuhkan

(g)

Jumlah yang

ditimbang (g)

Nomor Bets

Ditimbang oleh

Diperiksa oleh

Fase A Triglyceride Cyclo-Dimethicone Polyglyceryl Oleate Vitamin E Acetate Fase B Pearl White Mica Mica Spheres Talc Powder Beige Mica Magnesium Stearate Bismuth Oxychloride Titanium Dioxide

4000 3000

750 1000

31000 20000 20000

5000 5000 5000 5000

................ ABC Amir Badu

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 98

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PROSEDUR PENGOLAHAN INDUK

NAMA

PERUSAHAAN ...................................... BAGIAN

………………………… SEKSI

………………………

Nomor .……………… Tanggal berlaku …………………….....

Disusun oleh …………………….... Tanggal......................

Diperiksa oleh …………….....……… Tanggal.......................

Disetujui oleh …………………….......... Tanggal...........................

Mengganti Nomor ………………............ Tanggal......................

1. PROSEDUR PENGOLAHAN

Paraf Tahap pengolahan Operator Pengawas

1. Campur Titanium dioxide dan Pearl White Mica di dalam mesin mixer sampai homogen (Fase B)

2. Tambahkan bahan lain: Mica Spheres, Talc Powder, Beige Mica, Magnesium Stearate, Bismuth Oxychloride campur sampai homogen

3. Campur Triglyceride, Cyclo-Dimethicone, Polyglyceryl Oleate, Vitamin E Acetate dalam panci aduk sampai homogen (Fase A)

4. Campur fase A ke campuran no. 2 kemudian aduk sampai homogen

5. Ayak campuran serbuk yang sudah homogen menggunakan ayakan mesh 100

6. Masukkan ke dalam cetakan

2. REKONSILIASI

Rekonsiliasi hasil Diperiksa oleh Disetujui oleh

Hasil teoritis : .............. Hasil nyata : .............. Batas hasil : ............%

Bila hasil nyata di luar batas hasil tersebut diatas, lakukan “Penyelidikan terhadap Kegagalan”

Supervisor Pengolahan Tanggal ...................

Kepala Bagian Produksi Tanggal ................

Pemeriksaan Proses Pengolahan

Supervisor Pengolahan Tanggal: .........................

Kepala Bagian Produksi Tanggal: ...............

Peninjauan Catatan Pengolahan Bets

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..............................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 99

Lampiran VII.10 (Contoh)

CATATAN PENGOLAHAN BETS

NAMA PERUSAHAAN .................................

CATATAN PENGOLAHAN BETS

Kode produk

...............

Nama produk

...............

Nomor Bets

...............

Besar bets

...........

Bentuk sediaan .............

Kemasan

...............

Tanggal pengolahan Mulai:.......... Selesai:........

1. KOMPOSISI 1.1 Satuan dasar, misal zat aktif 0,07 g/100 mL. 2.1 Jumlah bahan yang diperlukan untuk 1 bets.

2. SPESIFIKASI 3. PERALATAN 4. PENIMBANGAN

Kode bahan

Nama bahan

Jumlah yang dibutuhkan

(g)

Jumlah yang ditimbang

(g)

Nomor Bets

Ditimbang oleh

Diperiksa oleh

5. PROSEDUR PENGOLAHAN Tahap pengolahan Paraf

6. REKONSILIASI Rekonsiliasi hasil Diperiksa oleh Disetujui oleh

Hasil teoritis : ..............

Hasil nyata : .............. Batas hasil : ............%

Bila hasil nyata di luar batas hasil tersebut diatas, lakukan “Penyelidikan terhadap Kegagalan”

Supervisor Pengolahan Tanggal..............

Kepala Bagian Produksi Tanggal................

Pemeriksaan Proses Pengolahan

Supervisor Pengolahan Tanggal: .........................

Kepala Bagian Produksi Tanggal: ........................

Peninjauan Catatan Pengolahan Bets

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..............................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 100

Lampiran VII.11

(Contoh)

DAFTAR PEMERIKSAAN SARANA UNTUK PENGEMASAN

NAMA PERUSAHAAN …………………..

DAFTAR PEMERIKSAAN SARANA UNTUK

PENGEMASAN

Nama Bahan ...........................

Nomor Bets ...............................

Dikemas Untuk ..........................

Tanggal .....................................

Kepala Bagian Pengawasan Mutu ..................................................

Diperiksa Oleh ........................

No. Obyek Pemeriksaan KETERANGAN 1. Ijin pengemasan telah ada 2. Ruang kerja bersih 3. Hanya barang-barang yang diperlukan untuk bets yang akan

dikemas yang telah diluluskan di tempat kerja

4. Bahan Setengah Jadi yang akan dikemas dengan bahan pengemas yang jumlahnya cukup dipisahkan cukup jauh

5. Mesin-mesin yang dipakai a. Diberi label “BERSIH” b. Dalam kondisi bersih c. Operator mesin memakai sarung tangan dan masker d. Ijin jalan mesin telah ada e. Pemeriksaan selama proses dilaksanakan dengan benar 6. Bahan-bahan yang dipakai telah diluluskan dan sesuai contoh yang

diperlihatkan di tempat pengemasan. Nama; Nomor Bets; Tanggal Kedaluwarsa.

a. Rol b. Strip c. Botol plastik/kaca d. Label botol e. Dos f. Brosur g. Label luar h. Dos luar i. Plastik 7. Jumlah yang dikemas sesuai dengan spesifikasi pengemasan a. Per satuan b. Per dus c. Per dus luar d. Per karton Catatan ................................................ Tanggal ................. Diperiksa Oleh

Kepala Bagian

Pengawasan Mutu ..........................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 101

Lampiran VII.12 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENGEMASAN

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

P E N G E M A S A N

NAMA

PERUSAHAAN ………………………... BAGIAN

……………………… SEKSI

………………………

Nomor .……………. Tanggal berlaku ….......................……

Disusun oleh ………………………... Tanggal…… ………..

Diperiksa oleh ………………………. Tanggal… …………

Disetujui oleh ………………………….. Tanggal …….………….

Mengganti nomor …………………… Tanggal…………

1. TUJUAN Prosedur ini dibuat untuk pedoman bagi personil dalam melakukan pengemasan produk jadi.

2. PENANGGUNG JAWAB Yang bertanggung jawab atas pengemasan produk jadi adalah supervisor pengemasan.

3. PROSEDUR 3.1. Personil yang memasuki ruang pengemasan hendaklah memakai baju bersih khusus untuk

kerja, sepatu kerja serta memakai penutup kepala dan bila perlu memakai masker dan sarung tangan. Personil sebelum melakukan pengemasan hendaklah mencuci tangannya lebih dahulu dengan memakai sabun dan bila perlu dilanjutkan dengan cairan desinfeksi.

3.2. Sebelum proses pengemasan dimulai, Pengawas bagian pengemasan hendaklah memeriksa kebersihan ruangan dan alat-alat yang akan dipakai untuk proses pengemasan serta tidak terdapat bahan atau produk lain selain yang akan dikemas.

3.3. Setiap penerimaan bahan pengemas dari gudang hendaklah diperiksa dengan teliti mengenai kebenaran dan jumlahnya.

3.4. Catat jumlah kemasan yang diterima, dipakai, dimusnahkan dan yang dikembalikan ke gudang.

3.5. Bahan pengemas yang telah diberi penandaan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disegel serta diberi label yang jelas.

3.6. Semua wadah yang akan dipakai untuk menyimpan bahan pengemas atau produk jadi hendaklah diperiksa kebersihannya serta tidak terdapat label lain.

3.7. Proses pengemasan hanya boleh dilaksanakan apabila telah disetujui oleh petugas pengawas. 3.8. Pada setiap jalur pengemasan hendaklah diberi tanda yang jelas yang menunjukkan produk

apa yang sedang dikemas dan nomor betsnya. 3.9. Semua wadah produk jadi yang telah dikemas hendaklah diberi label yang jelas. 3.10. Untuk membersihkan ruangan dan alat-alat, gunakan alat penghisap debu kemudian

dilanjutkan pembersihan dengan cara yang telah ditetapkan. 3.11. Di ruang pengemasan dilarang makan, minum, mengunyah dan merokok. 3.12. Selama proses pengemasan dalam selang waktu tertentu hendaklah diperiksa kesesuaian

produk jadi yang dikemas dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Catat hasil pemeriksaan ini dalam catatan pemeriksaan selama proses (In-Proses Control)

3.13. Pengawas pengemasan hendaklah mengawasi perhitungan dan pemusnahan bahan pengemas dan produk ruahan yang tidak dapat dikembalikan lagi ke gudang.

3.14. Pengawas pengemasan hendaklah menghitung jumlah produk jadi yang diserahkan ke gudang. Catat jumlah produk jadi yang dikirim ke gudang dalam catatan pengiriman produk jadi. Setiap terjadi penyimpangan hasil yang melebihi penyimpangan yang telah ditetapkan, pengawas pengemasan hendaklah meneliti ulang serta memberi penjelasan tertulis mengapa hal itu dapat terjadi.

3.15. Pengawas pengemasan hendaklah mencocokkan bahan pengemas dan produk ruahan pada akhir pengemasan.

3.16. Jalur pengemasan serta alat-alat yang dipakai untuk pengemasan hendaklah dibersihkan segera setelah proses pengemasan berakhir, kemudian diberi label yang mencantumkan nama yang membersihkan, tanggal dibersihkan dan produk yang dikemas terakhir.

3.17. Produk jadi hasil pengemasan ini hendaklah diberi label yang jelas dan dinyatakan sebagai status karantina sampai diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 102

Lampiran VII.13 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PROSEDUR PENGEMASAN INDUK

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PROSEDUR PENGEMASAN INDUK

NAMA PERUSAHAAN

................................... BAGIAN

……………………… SEKSI

………………………

Nomor ........ …………… Tanggal berlaku .............

Disusun oleh ……………....……… Tanggal......................

Diperiksa oleh …………………….... Tanggal......................

Disetujui oleh ……………...………. Tanggal......................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal........................

Kode Produk ..........

Nama Produk ..........

Nomor Bets

..........

Besar Bets

..........

Bentuk sediaan

..........

Kemasan

..........

Tgl pengemasan Mulai:.......... Selesai:........

1. Penerimaan dan rekonsiliasi bahan pengemas Jumlah Jumlah Paraf Kode

bahan Nama bahan

pengemas Dibutuh

kan Diterima

Nomor QC Di

tolak Di

pakai Di

kembalikan Gudang Produksi

Tgl. Pengembalian bahan pengemas: .................................................. Paraf Supervisor Pengemasan : ..................................................

Catatan: Diperiksa oleh: Kepala Bagian Produksi Tanggal: ..........................

Disetujui oleh: Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..........................

2. Prosedur pengisian Prosedur pengisian Paraf

3. Prosedur penandaan dan pengemasan Prosedur penandaan dan pengemasan Paraf

4. Pelulusan oleh Pengawasan Mutu Pelulusan akhir dari produk jadi nomor ....................tanggal ................... Catatan:..........................................................................................................................................

Pemeriksaan Proses Pengemasan

Supervisor Pengemasan

Tanggal: .........................

Kepala Bagian Produksi Tanggal: .................................

Peninjauan Catatan Pengemasan Bets

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..............................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 103

Lampiran VII.14 (Contoh)

CATATAN PENGEMASAN BETS

NAMA PERUSAHAAN ...................................

CATATAN PENGEMASAN BETS

Kode produk

......... Nama

produk .........

Nomor Bets .........

Besar bets .........

Bentuk sediaan

.........

Kemasan

.........

Tanggal pengemasan Mulai:.......... Selesai:........

1. PENERIMAAN DAN REKONSILIASI BAHAN PENGEMAS Jumlah Jumlah Paraf Kode

bahan Nama bahan

pengemas Dibutukan Diterima

No. QC

Ditolak Dipakai Dikembalikan Gudang Produksi

Tgl. Pengembalian bahan pengemas: ..................................................

Paraf Supervisor Pengemasan : ..................................................

Catatan: Diperiksa oleh:

Kepala Bagian Produksi Tanggal: ..........................

Disetujui oleh:

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..........................

2. PROSEDUR PENGISIAN Prosedur pengisian Paraf

3. PROSEDUR PENANDAAN DAN PENGEMASAN Prosedur penandaandan pengemasan Paraf

4. PELULUSAN OLEH PENGAWASAN MUTU Pelulusan akhir dari kosmetik jadi nomor ....................tanggal................... Catatan:..............................................................................................................................................................

Pemeriksaan Proses Pengemasan

Supervisor Pengemasan

Tanggal: ........................

Kepala Bagian Produksi Tanggal: ...............

Peninjauan Catatan Pengemasan Bets

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Tanggal: ..............................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 104

Lampiran VII.15 (Contoh)

SURAT PENYERAHAN PRODUK JADI

PERUSAHAAN : .......................................... BAGIAN PRODUKSI : ..........................................

SURAT PENYERAHAN DARI : ............................................ KEPADA : ....................................

PRODUK Nama Kode

Nomor Bets / Nomor Lot

Unit Jumlah

Diserahkan oleh Tanggal Diterima oleh Tanggal

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 105

Lampiran VII.16 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENERIMAAN, PENYIMPANAN

DAN PENYERAHAN PRODUK JADI

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN

PENYERAHAN PRODUK JADI

NAMA PERUSAHAAN

................................... BAGIAN

……………………… SEKSI

………………………

Nomor ………………

Tanggal berlaku ........

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

1. TUJUAN

Prosedur ini dibuat untuk pengawasan produk jadi, baik dalam status karantina maupun yang telah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

2. PENANGGUNG JAWAB

Yang bertanggung jawab atas penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan produk jadi adalah Kepala Gudang.

3. PROSEDUR

3.1 Produk jadi yang diterima dari bagian pengemasan harus diperiksa dengan seksama dan diberi label karantina.

3.2 Penyerahan produk jadi dalam status karantina harus disertai surat penyerahan produk jadi.

3.3 Produk dalam karantina harus diletakkan di daerah karantina dan dicatat di kartu persediaan produk jadi.

3.4 Produk jadi dalam status karantina tidak boleh didistribusikan sebelum diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

3.5 Produk jadi yang telah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu harus diletakkan di daerah produk jadi yang telah diluluskan serta dicatat di dalam kartu persediaan produk jadi yang telah diluluskan.

3.6 Setiap pengiriman produk jadi harus disertai dan sesuai dengan surat pengiriman yang dikeluarkan oleh Bagian Logistik.

3.7 Setiap pengiriman produk jadi harus dicatat di kartu persediaan baik jumlah, nomor bets dan penerima.

3.8 Setiap pengiriman produk jadi harus mengikuti sistem FIFO (First In First Out) artinya produk yang pertama masuk yang pertama dikeluarkan atau sistem FEFO (First Expired First Out) artinya produk yang lebih dahulu kedaluwarsa yang pertama dikeluarkan. Setiap penyimpangan dari sistem ini harus dengan persetujuan Kepala Pabrik.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 106

Lampiran VII.17 (Contoh)

KARTU STOK PRODUK JADI

NAMA PERUSAHAAN .........................................

KARTU PRODUK JADI

NOMOR KODE ........................................ NAMA PRODUK

...................................... UNIT .......................................................... MASUK

KELUAR

TGL NOMOR BETS

JML (Pot)

TGL NOMOR BETS

DISTRIBUTOR JML (Pot)

SISA Paraf/ Keterangan

17/3 10ABD 1000 1000 18/3 11bgf 1000 2000

18/3 10ABD PT.AWUT 1000 1000

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 107

Lampiran VII.18 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENANGANAN PRODUK TIDAK SESUAI

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN PRODUK TIDAK SESUAI

NAMA PERUSAHAAN

................................... BAGIAN

……………………… SEKSI

………………………

Nomor ...……………

Tanggal berlaku ........

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

1. TUJUAN

Memberikan petunjuk mengenai tindakan yang diambil bila terjadi penyimpangan kualitas terhadap produk baik dari aspek fisika kimia maupun mikrobiologi.

2. RUANG LINGKUP

Tindakan ini berlaku bagi: bahan dasar sediaan/base dan produk ruahan, produk jadi. 3. PROSEDUR

3.1. Produk Ruahan dan Produk Antara (Bahan Dasar Sediaan/Base) 3.1.1. Produk Ruahan dan Produk Antara (Bahan Dasar Sediaan/Base) yang ditolak karena

ketidaksesuaian aspek fisika kimia, setelah dilakukan perbaikan sesuai dengan batas yang diperkenankan dapat dilakukan tindakan sebagai berikut: a. Setelah dari hasil analisis dan identifikasi diketahui penyebab ketidaksesuaian, maka

dapat dilakukan proses ulang (re-proses) setelah mendapat ijin dari Pimpinan Pabrik. Produk yang telah selesai diproses ulang harus dianalisis secara lengkap.

b. Dimusnahkan sesuai dengan prosedur internal yang ada di pabrik. Dalam kasus ketidaksesuaian mikrobiologi dari produk ruahan, Bagian Pengawasan Mutu bertugas untuk mencari dan menemukan penyebab dari ketidaksesuaian tersebut. Bila masih memungkinkan untuk dilakukan dekontaminasi maka produk ruahan tersebut dapat diproses lebih lanjut. Bila tidak mungkin didekontaminasi produk tersebut harus dimusnahkan dan tindakan ini diinformasikan ke pimpinan pabrik.

3.1.2. Ketidaksesuaian kualitas dari produk ruahan dan produk antara (bahan dasar sediaan/base) setelah lewat tanggal validitas lulus ujinya. Bila suatu bets produk ruahan atau produk antara (bahan dasar sediaan/base) ditolak karena ketidak sesuaian fisika kimia atau mikrobiologi setelah lewat masa validitas lulus ujinya, bets dari produk tersebut dimusnahkan sesuai dengan prosedur internal yang ada di pabrik.

3.2. Produk yang sudah diisikan dan dikemas

3.2.1. Bila ketidaksesuaian kualitas ini teramati pada saat sambungan ke lini pengisian, maka kegiatan pengisian dihentikan dengan segera. Analisis dari penyebabnya, misalnya kesalahan penyambungan, problem selama penyimpanan, problem akibat kesalahan dalam pencucian peralatan transfer dan lain- lain, harus dilakukan oleh bagian terkait. Produk yang sudah diisikan dan dikemas sebelum pemecahan permasalahan harus dimusnahkan sesuai dengan internal prosedur yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 108

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN PRODUK TIDAK SESUAI

NAMA PERUSAHAAN

................................... BAGIAN

……………………… SEKSI

………………………

Nomor ………………

Tanggal berlaku ........

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

3.2.2. Ketidaksesuaian kualitas dari produk yang sudah diisikan dan dikemas. Penolakan terhadap keseluruhan atau sebagian dari bets produk yang sudah diisikan atau dikemas didasarkan pada aspek fisika kimia dan mikrobiologi akan menyebabkan pemusnahan sebagian atau keseluruhan bets tersebut. Hal ini merupakan dasar untuk penyelidikan lebih lanjut oleh Bagian Pengawasan Mutu. Bila dimungkinkan dapat dilakukan tindakan perbaikan, khususnya dalam proses pengisian dan pengemasan yang berpengaruh langsung terhadap kualitas, misal kekerasan/kerapuhan produk padat/compact, pelelehan lipstik dan lain-lain.

3.2.3. Perlakuan dekontaminasi terhadap produk yang sudah diisikan atau dikemas.

Setelah menerima persetujuan dari Pimpinan pabrik, dapat dilakukan proses dekontaminasi dari bets yang terkontaminasi. Proses dekontaminasi ini tidak boleh mempengaruhi sifat fisika kimia dari produk ruahan ataupun terhadap bahan pengemas. Semua produk yang telah mengalami proses dekontaminasi haruslah diuji ulang secara fisika kimia ataupun mikrobiologi sebelum produk tersebut dapat didistribusikan ke pasar. Parameter untuk menganalisa produk yang sudah didekontaminasi harus dilakukan uji pendahuluan oleh Bagian Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu harus menginformasikan ke pihak terkait akan hasil uji ulang perlakuan terhadap produk jadi. Suatu tindakan koreksi harus dilakukan setiap terjadi ketidaksesuaian hasil uji mikrobiologi.

3.2.4. Ketidaksesuaian hasil uji mikrobiologi terhadap bahan pengemas Bila terjadi ketidaksesuaian hasil uji mikrobiologi dari bahan pengemas, dapat dilakukan tindakan koreksi sampai pemasok dapat memenuhi persyaratan mikrobiologi yang telah ditetapkan oleh pabrik. Bagian Pengawasan Mutu memberikan saran terhadap tindakan perbaikan guna memperbaiki kebersihan bahan pengemas terhadap aspek mikrobiologi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 109

VIII. PENGAWASAN MUTU

1. Pendahuluan

Pengawasan mutu merupakan semua upaya pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan sebelum, selama dan setelah pembuatan kosmetik untuk menjamin agar kosmetik yang diproduksi senantiasa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Bila belum tersedia fasilitas uji, dapat dilakukan pengujian dengan menunjuk laboratorium yang terakreditasi. Untuk menjamin kebebasan dalam menetapkan keputusannya, maka Bagian Pengawasan Mutu merupakan bagian yang terpisah dari bagian produksi. 1.1 Sistem Pengawasan Mutu

Sistem pengawasan mutu hendaklah meliputi: 1.1.1 Sistem dan prosedur pengambilan contoh, pengujian, pemeriksaan terhadap

bahan awal, produk antara, produk ruahan, produk jadi dan produk kembalian serta kondisi lingkungan dalam rangka pelulusan/penolakan/pemantauan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

1.1.2 Bangunan laboratorium hendaklah dirancang bangun sesuai dengan

peruntukannya antara lain: 1.1.2.1 Ukuran laboratorium dan tata ruang

Laboratorium pengujian hendaklah dirancang bangun, dilengkapi peralatan dan memiliki ruang yang memadai sehingga dapat menampung semua kegiatan yang diperlukan dengan kenyamanan bekerja yang memadai.

1.1.2.2 Disediakan tempat yang sesuai dan aman untuk sampah dan sisa bahan yang akan dibuang dalam wadah tertutup rapat dan diberi tanda yang jelas yang menyatakan jenis dan penggolongan risiko limbah. Bahan beracun dan bahan mudah terbakar disimpan di tempat yang dirancang khusus dan terpisah.

1.1.2.3 Ruang laboratorium tidak berada di dalam ruang produksi, tetapi dapat berdekatan dengan ruang produksi, bebas dari cemaran dan getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian.

1.1.2.4 Ruang laboratorium kimia fisika, mikrobiologi dan instrumen dipisahkan satu sama lain untuk menghindarkan terjadinya kontaminasi.

1.1.2.5 Rancangan laboratorium hendaklah memperhatikan : 1.1.2.5.1 Bahan bangunan yang dipakai. 1.1.2.5.2 Penyaluran gas serta asap yang berbahaya ke luar (lemari

asam). 1.1.2.5.3 Ventilasi. 1.1.2.5.4 Unit pengendali udara yang terpisah untuk laboratorium

mikrobiologi. 1.1.2.6 Hendaklah disediakan :

1.1.2.6.1 Tempat penimbangan bahan pengujian. 1.1.2.6.2 Tempat penyimpanan pelarut dan pereaksi. 1.1.2.6.3 Area penyimpanan contoh pertinggal. 1.1.2.6.4 Tempat penyimpanan standar bahan awal dan pembanding

produk jadi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 110

Contoh Tata Letak Laboratorium Pengawasan Mutu tercantum pada Lampiran VIII.1.

1.1.3 Personalia

Tiap personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman sesuai dengan tugas dan aktivitasnya antara lain kacamata pelindung, masker, dan sarung tangan. Untuk itu perlu dibuat Prosedur Operasional Baku (POB) Pemakaian Peralatan Keselamatan Kerja yang dimaksud.

Contoh POB Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Pembasuh Mata tercantum pada Lampiran VIII.2. Contoh Instruksi Kerja (IK) Cara Pemasangan Respirator untuk Bahan Organik/Uap Asam tercantum pada Lampiran VIII.3.

1.1.4 Peralatan

1.1.4.1 Peralatan dan instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai dengan Prosedur Pengujian bahan awal dan produk.

1.1.4.2 Tersedia IK pengoperasian setiap instrumen dan peralatan yang diletakkan dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.

1.1.4.3 Peralatan dan instrumen hendaklah dirawat dan dikalibrasi secara berkala dan pelaksanaannya didokumentasikan. Label kalibrasi hendaklah tertera pada masing-masing instrumen.

1.1.4.4 Peralatan yang tidak berfungsi dengan baik atau sedang dirawat diberi penandaan yang jelas dan tidak boleh digunakan sebelum diperbaiki.

Contoh POB Kalibrasi pH meter tercantum pada Lampiran VIII.4. Contoh IK Penggunaan Alat pH meter tercantum pada Lampiran VIII.5. Contoh Rekomendasi Label Status Peralatan tercantum pada Lampiran VIII.6.

1.1.5 Pereaksi dan Media Pembiakan

1.1.5.1 Penerimaan, pembuatan pereaksi, media pembiakan dan cara pengukuran hendaklah dibuatkan POB serta hasil pelaksanaannya dicatat.

1.1.5.2 Pereaksi yang dibuat di laboratorium hendaklah diberi label yang sesuai antara lain: konsentrasi, faktor standardisasi, batas waktu penggunaan, tanggal standardisasi ulang, tanggal pembuatan dan tanda tangan petugas yang membuat.

Contoh Catatan Pembuatan Larutan Pereaksi, dan Media Pembiakan tercantum pada Lampiran VIII.7. Contoh Rekomendasi Label Wadah Larutan Pereaksi dan Media Pembiakan dan Label Wadah Larutan Titer tercantum pada Lampiran VIII.8.

1.1.6 Spesifikasi dan Prosedur Pengujian

1.1.6.1 Prosedur Pengujian hendaklah mengacu kepada kompendia yang ada (untuk bahan baku), bila tidak memungkinkan prosedur tersebut hendaklah dijamin keabsahannya dengan memperhatikan fasilitas peralatan yang ada, yang harus disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 111

1.1.6.2 Spesifikasi merupakan daftar parameter pengujian, mengacu pada Prosedur Pengujian, serta kriteria penerimaan yang sesuai berupa batas numerik, rentang ataupun kriteria lainnya bagi uji yang bersangkutan, yang harus disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

1.1.6.3 Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi hendaklah mempunyai spesifikasi dan Prosedur Pengujian yang rinci dan tertulis.

1.1.6.4 Spesifikasi hendaklah mencakup antara lain: 1.1.6.4.1 Nama bahan awal/produk. 1.1.6.4.2 Nomor bahan awal/produk. 1.1.6.4.3 Keterangan tentang wadah dan kemasan. 1.1.6.4.4 Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas

penerimaannya. 1.1.6.4.5 Panduan pengambilan contoh dan pengujian atau referensi dari

prosedur uji yang disetujui. 1.1.6.4.6 Batas uji ulang/kedaluwarsa (bila ada). 1.1.6.4.7 Cara penyimpanan.

1.1.6.5 Setiap penyimpangan dari Prosedur Uji yang telah ditetapkan haruslah dilaporkan serta disetujui oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu sebelum dilaksanakan.

1.1.6.6 Hasil pengujian, terutama yang menyangkut perhitungan, hendaklah diperiksa oleh supervisor, sebelum dilaporkan kepada Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

Contoh Spesifikasi Bahan Baku dan Bahan Pengemas tercantum pada Lampiran VIII.9.

1.1.7 Evaluasi Prosedur Produksi oleh Bagian Pengawasan Mutu.

1.1.7.1 Bagian Pengawasan Mutu hendaklah ikut serta dalam pembuatan Prosedur Pengolahan Induk (tercantum pada lampiran VII.9) dan Prosedur Pengemasan Induk (tercantum pada lampiran VII.13) suatu produk untuk menjamin keseragaman dari bets ke bets yang diproduksi. Tiap perubahan dan penyesuaian pada Prosedur Pengolahan Induk atau Prosedur Pengemasan Induk harus disetujui oleh penanggung jawab Bagian Produksi dan penanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu sebelum digunakan oleh Bagian Produksi.

1.1.7.2 Bagian Pengawasan Mutu hendaklah memberikan persetujuan atas POB Pembersihan dan Sanitasi Bangunan (tercantum pada lampiran VI.9) dan POB Pembersihan dan Sanitasi Peralatan Produksi (tercantum pada lampiran VI.13.)

1.1.8 Catatan Analisis dan Laporan Hasil Pengujian

1.1.8.1 Hendaklah dibuat catatan analisis dan laporan hasil pengujian terhadap bahan awal dan produk sesuai dengan metode pengujian yang disetujui.

1.1.8.2 Catatan analisis dan laporan hasil pengujian adalah dokumen resmi laboratorium yang harus disimpan serta dipelihara dengan baik sehingga dengan mudah dan cepat dapat ditemukan kembali bila diperlukan.

1.1.8.3 Catatan analisis hendaklah mencakup antara lain: 1.1.8.3.1 Nama dan nomor bets contoh.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 112

1.1.8.3.2 Nama petugas yang mengambil contoh. 1.1.8.3.3 Metode analisis yang digunakan. 1.1.8.3.4 Semua data analisis seperti bobot, pembacaan buret, volume

dan pengenceran. 1.1.8.3.5 Perhitungan dalam unit ukuran dan rumus yang digunakan. 1.1.8.3.6 Pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi

persyaratan spesifikasi. 1.1.8.3.7 Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian

dan petugas yang memeriksa perhitungan. 1.1.8.3.8 Pernyataan apakah diluluskan atau ditolak serta saran

mengenai tindakan selanjutnya yang ditandatangani dan diberi tanggal oleh petugas yang berwenang.

1.1.8.3.9 Nama pemasok, jumlah bahan awal yang diterima dan jumlah produk yang diproduksi.

1.1.8.3.10 Jumlah contoh yang diambil dari setiap bahan awal dan produk yang dianalisis.

1.1.8.3.11 Nomor bets atau nomor lot dari bahan awal/produk yang dianalisis.

1.1.8.4 Catatan analisis dari masing-masing pengujian yang telah dilakukan

hendaklah dibuat dalam bentuk lembaran atau di dalam buku yang diberi nomor urut halamannya untuk meyakinkan bahwa tidak ada halaman atau bagian catatan analisis yang hilang.

1.1.8.5 Sertifikat analisis merupakan laporan hasil pengujian yang memenuhi spesifikasi dan hendaklah memuat hal berikut: 1.1.8.5.1 Nama dan alamat pabrik atau lembaga yang menerbitkan

sertifikat tersebut. 1.1.8.5.2 Nomor sertifikat. 1.1.8.5.3 Nama bahan atau produk dan bentuk sediaan. 1.1.8.5.4 Nomor bets bahan atau produk. 1.1.8.5.5 Hasil pengujian dan nilai batas standar. 1.1.8.5.6 Tanggal dan tanda tangan Bagian Pengawasan Mutu.

Contoh Sertifikat Analisis tercantum pada Lampiran VIII.10. 1.1.9 Penilaian Terhadap Pemasok

1.1.9.1 Bagian Pengawasan Mutu hendaklah ikut bertanggung jawab bersama bagian yang terkait untuk memilih pemasok yang mampu dan dapat dipercaya dalam penyediaan bahan awal yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan, tepat waktu dan tepat jumlah.

1.1.9.2 Penilaian terhadap semua calon pemasok hendaklah dilakukan sebelum diberi pesanan/order.

1.1.9.3 Penilaian hendaklah dilakukan bersama oleh wakil dari Bagian Pengawasan Mutu, Bagian Produksi dan Bagian Pembelian untuk menetapkan pemasok yang memenuhi syarat.

1.1.9.4 Penilaian terhadap semua pemasok hendaklah dilakukan secara berkala.

Contoh POB Evaluasi dan Penilaian Pemasok tercantum pada Lampiran VIII.11

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 113

1.2 Pengawasan Mutu meliputi:

1.2.1 Pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian. 1.2.1.1 Pengambilan contoh.

Pengambilan contoh merupakan kegiatan penting karena hanya sebagian kecil saja dari satu bets yang diambil untuk pengujian mutu. Secara keseluruhan keabsahan kesimpulan mengenai mutu produk didasarkan pada pengujian yang dilakukan terhadap contoh yang mewakili satu bets. Oleh karena itu jumlah pengambilan contoh harus berdasarkan pada metode statistik.

1.2.1.1.1 Petugas pengambilan contoh hendaklah dilatih tentang tata cara pengambilan contoh yang tepat pada awal penugasannya, dan selanjutnya dievaluasi kemampuannya secara periodik.

1.2.1.1.2 Pengambilan contoh hendaklah dilakukan sesuai POB yang

meliputi: 1.2.1.1.2.1 Metode pengambilan contoh. 1.2.1.1.2.2 Jumlah contoh yang diambil.

Berat atau volume contoh bahan baku produk yang diambil hendaklah cukup untuk minimal dua kali pengujian lengkap spesifikasi yang ditetapkan. Jumlah produk jadi terkemas yang terambil sebagai contoh hendaklah cukup untuk pengujian akhir yang diperlukan untuk meluluskan pengujian tersebut, ditambah jumlah yang disimpan sebagai contoh pertinggal termasuk untuk uji stabilitas bila perlu.

1.2.1.1.2.3 Alat yang digunakan dalam pengambilan contoh hendaklah bersih. Apabila mengambil contoh dari bets berbeda hendaklah digunakan alat yang baru atau yang telah dibersihkan sebelumnya.

1.2.1.1.2.4 Jenis dan kondisi dari wadah contoh yang digunakan hendaklah terbuat dari gelas, plastik atau baja tahan karat yang tidak akan berpengaruh terhadap mutu bahan atau produk pada waktu bersentuhan langsung.

1.2.1.1.2.5 Identifikasi dari wadah contoh. 1.2.1.1.2.6 Instruksi untuk menutup kembali wadah segera setelah

pengambilan contoh serta diberi penandaan yang menyatakan bahwa contoh telah diambil dari wadah yang bersangkutan.

1.2.1.1.2.7 Tindakan khusus untuk pengambilan contoh bahan yang berbahaya.

1.2.1.1.2.8 Instruksi untuk pembersihan dan penyimpanan alat- alat pengambilan contoh.

1.2.1.1.3 Untuk pengujian identitas hendaklah dilakukan pengambilan

contoh bahan baku dari setiap wadah yang diterima. 1.2.1.1.4 Untuk pengujian analisis lengkap dapat dilakukan pengambilan

contoh menggunakan metode-metode pengambilan contoh baku

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 114

yang ada (misalnya dengan metode √n + 1, √n atau metode statistik lainnya seperti Military Standard 105D).

Contoh IK Pengambilan Contoh Bahan Baku dan Bahan Pengemas tercantum pada Lampiran VIII.12. Contoh IK Pengambilan Contoh Produk Antara dan Produk Ruahan tercantum pada Lampiran VIII.13. Contoh IK Pengambilan Contoh Produk Jadi tercantum pada Lampiran VIII.14. Contoh IK Pemeriksaan Bahan Baku tercantum pada Lampiran VIII.15. Contoh IK Pemeriksaan Bahan Pengemas tercantum pada Lampiran VIII.16. Contoh IK Pemeriksaan In Process Control (IPC) Perawatan Kulit / Perawatan Rambut / Sediaan Mandi tercantum pada Lampiran VIII.17.

1.2.1.2 Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi sesuai spesifikasi masing-masing. 1.2.1.2.1 Bahan Baku.

1.2.1.2.1.1 Setiap bahan baku hendaklah diuji terhadap spesifikasi yang telah ditentukan, seperti identitas, kemurnian dan persyaratan lain yang telah ditetapkan.

1.2.1.2.1.2 Hanya bahan baku yang memenuhi syarat yang dapat digunakan untuk proses produksi.

1.2.1.2.1.3 Bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah dipisahkan penyimpanannya serta diberi label “DITOLAK”.

1.2.1.2.1.4 Bahan baku yang ditolak hendaklah segera dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan di tempat, untuk mencegah terjadinya kekeliruan.

1.2.1.2.2 Bahan Pengemas.

1.2.1.2.2.1 Bahan pengemas hendaklah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan misalnya kesesuaian jenis bahan, berat, fungsi dan desain.

1.2.1.2.2.2 Cacat fisik yang kritis dan yang berdampak besar terhadap kualitas produk hendaklah diperhatikan.

1.2.1.2.3 Produk Antara dan Produk Ruahan.

1.2.1.2.3.1 Untuk menjamin keseragaman dan keutuhan bets, pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan dengan mengambil contoh yang mewakili setiap bets.

1.2.1.2.3.2 Produk yang telah lama tersimpan harus dilakukan uji ulang terhadap spesifikasi bila akan diproses lebih lanjut.

1.2.1.2.3.3 Produk yang tidak memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara menyeluruh dan penyebab kegagalan harus ditentukan. Proses lebih lanjut

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 115

harus mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu.

1.2.1.2.3.4 Produk yang akan diproses ulang harus diberi penandaan dan ditempatkan di area karantina sampai mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu.

1.2.1.2.3.5 Produk yang ditolak harus diberi tanda “DITOLAK” dan diawasi untuk dilakukan pemusnahan.

1.2.1.2.4 Produk Jadi.

1.2.1.2.4.1 Tiap bets produk hendaklah dilakukan pengujian sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

1.2.1.2.4.2 Bets produk yang tidak memenuhi spesifikasi produk jadi yang ditetapkan diberi penandaan “DITOLAK”.

1.2.1.2.4.3 Produk yang tidak memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara menyeluruh dan penyebab kegagalan harus ditentukan. Proses lebih lanjut harus mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu.

1.2.1.2.4.4 Produk yang akan diproses ulang harus diberi penandaan dan ditempatkan di area karantina sampai mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu.

1.2.1.2.4.5 Produk hasil proses ulang harus memenuhi semua spesifikasi dan persyaratan mutu lain yang ditetapkan sebelum diluluskan untuk didistribusikan.

1.2.1.2.4.6 Produk yang ditolak harus diberi tanda “DITOLAK” dan diawasi untuk dilakukan pemusnahan.

1.2.1.2.5 Pengawasan Selama Pengolahan.

Pengawasan selama pengolahan bertujuan untuk mencegah terlanjur diproduksinya produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Pengawasan dilakukan dengan cara mengambil contoh, mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan pada langkah-langkah tertentu dari proses pengolahan.

1.2.1.2.6 Pengawasan Selama Pengemasan.

1.2.1.2.6.1 Hanya produk ruahan yang sudah memenuhi persyaratan yang diperbolehkan untuk dikemas.

1.2.1.2.6.2 Pemeriksaan dan pengujian selama pengemasan hendaklah dilakukan secara periodik dan diambil contoh produk minimal pada awal, tengah, dan akhir pengemasan.

1.2.1.2.6.3 Produk akhir yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sampai diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 116

1.2.1.2.7 Pengujian Ulang Bahan atau Produk yang telah Disetujui. 1.2.1.2.7.1 Setiap bahan awal, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi hendaklah ditetapkan batas waktu penyimpanan yang sesuai.

1.2.1.2.7.2 Setelah melewati batas waktu penyimpanan, bahan atau produk tersebut harus diuji ulang.

1.2.1.2.7.3 Bila suatu bahan atau produk mengalami kondisi penyimpanan yang tidak sesuai persyaratan hendaklah diuji ulang sebelum digunakan.

1.2.2. Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk, yakni :

1.2.2.1 Pengawasan dan pemantauan lingkungan kerja yang dilakukan adalah : 1.2.2.1.1 Pemantauan secara teratur terhadap mutu air yang digunakan

dalam pengolahan produk yaitu secara kimia, fisika dan mikrobiologi.

1.2.2.1.2 Pemantauan berkala terhadap lingkungan produksi yaitu, dalam keadaan berproduksi dan tidak berproduksi. Pemantauan dilakukan antara lain terhadap suhu, kelembaban, partikel debu, mikroba, getaran dan tingkat kebisingan.

1.2.2.1.3 Pengawasan terhadap pencemaran yang ada di sekitar lokasi pabrik misalnya serangga, burung, binatang pengerat dan lain- lain.

1.2.2.1.4 Pengawasan terhadap kemungkinan cemaran dari personil yang bekerja misalnya tidak mencuci tangan, tidak menggunakan sarung tangan, tidak menggunakan masker, pakaian kerja kotor dan lain-lain.

1.2.2.2 Pengkajian dokumentasi Catatan Pembuatan Bets.

1.2.2.2.1 Semua catatan produksi dan pengawasan mutu tiap bets produk jadi hendaklah diperiksa oleh Bagian Pengawasan Mutu untuk menentukan apakah pembuatan bets bersangkutan memenuhi semua prosedur yang telah ditetapkan sebelum diluluskan untuk didistribusikan.

1.2.2.2.2 Tiap bets yang menyimpang atau gagal dalam memenuhi spesifikasinya hendaklah diselidiki secara menyeluruh. Laporan tertulis mengenai penyelidikan tersebut hendaklah dibuat, disertai dengan kesimpulan dan tindak lanjut.

Contoh Laporan Penyelidikan Kegagalan Bets tercantum pada Lampiran VIII.18.

1.2.2.3 Program pemantauan contoh pertinggal.

1.2.2.3.1 Contoh pertinggal dimaksudkan untuk referensi stabilitas produk serta sebagai rujukan bila menerima keluhan pelanggan.

1.2.2.3.2 Dalam penyiapan contoh pertinggal hendaknya diperhatikan ketentuan umum sebagai berikut : 1.2.2.3.2.1 Contoh pertinggal khusus untuk bahan baku

hendaklah diberi identitas yang jelas dan disimpan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 117

dalam wadah tertutup rapat dalam kondisi yang ditetapkan, selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal kedaluwarsa.

1.2.2.3.2.2 Contoh pertingggal produk jadi dalam bentuk kemasan lengkap seperti yang dipasarkan yang mewakili setiap bets hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal kedaluwarsa. Contoh produk jadi ini disimpan dalam kondisi yang sama dengan kondisi yang tertera pada label.

1.2.2.3.2.3 Untuk produk jadi yang memiliki ukuran kemasan besar dapat diwakilkan dengan kemasan kecil dari bets yang sama dengan spesifikasi bahan pengemas yang sama.

1.2.2.3.2.4 Jumlah contoh pertinggal sekurang-kurangnya dua kali dari jumlah yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap.

1.2.2.3.2.5 Pemeriksaan secara organoleptis hendaklah dilakukan sebelum pemusnahan contoh pertinggal.

Contoh POB Penanganan Contoh Pertinggal tercantum pada Lampiran VIII.19.

1.2.2.4 Pemantauan mutu produk yang berada di peredaran

1.2.2.4.1 Produk yang ada di peredaran dipantau secara periodik bersama-sama dengan Bagian Pemasaran.

1.2.2.4.2 Hasil pemantauan dievaluasi, didokumentasikan dan dilaporkan kepada bagian-bagian terkait sebagai umpan balik dalam melakukan perbaikan yang berkesinambungan.

1.2.2.5 Program penelitian stabilitas.

1.2.2.5.1 Hendaklah dirancang program penelitian stabilitas untuk mengetahui stabilitas suatu produk dan menentukan kondisi penyimpanan yang cocok serta penetapan kedaluwarsa produk.

1.2.2.5.2 Program penelitian stabilitas hendaklah mempertimbangkan: 1.2.2.5.2.1 Nomor bets untuk ukuran bets yang berbeda. 1.2.2.5.2.2 Jumlah contoh.1.2.2.5.2.3 Jadwal pengujian. 1.2.2.5.2.4 Kondisi penyimpanan.1.2.2.5.2.5 Metoda pengujian yang spesifik, bermakna dan dapat

diandalkan.1.2.2.5.2.6 Kelengkapan produk yang akan diuji, minimal dalam

kemasan primer yang sama dengan kemasan yang akan dipasarkan.

1.2.2.5.3 Penelitian stabilitas hendaklah dilakukan dalam hal berikut: 1.2.2.5.3.1 Produk baru (umumnya dilakukan pada bets

percobaan dengan menggunakan uji stabilitas dipercepat dan pada suhu kamar).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 118

1.2.2.5.3.2 Mengganti atau menambah kemasan primer yang berbeda bahan dengan standar yang telah ditetapkan.

1.2.2.5.3.3 Perubahan formula, metode pengolahan dan produsen bahan baku.

1.2.2.5.3.4 Bets yang diluluskan dengan pengecualian yaitu melalui pengolahan ulang.

1.2.2.5.3.5 Untuk produk yang beredar, penelitian stabilitas dilakukan pada suhu kamar.

Contoh Uji Stabilitas tercantum pada Lampiran VIII.20. Contoh Laporan Uji Stabilitas tercantum pada Lampiran VIII.21.

1.2.2.6 Penetapan spesifikasi bahan awal dan produk jadi.

1.2.2.6.1 Tiap spesifikasi bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi hendaklah disetujui dan disimpan oleh Bagian Pengawasan Mutu. Hal-hal yang dicakup dalam spesifikasi bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi dapat dilihat dalam Bab Dokumentasi perihal spesifikasi (Bab IX butir 2). Bila diperlukan revisi berkala pada spesifikasi perlu diperhatikan dokumen rujukan lainnya.

1.2.2.6.2 Spesifikasi disusun oleh Bagian Pengawasan Mutu sesuai dengan data pengembangan produk dan tingkat kualitas yang diinginkan.

1.3 Cukup jelas.

2. Pengolahan Ulang

2.1 Metode pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar mutu produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi produk jadi.

Pengolahan ulang suatu bets produk dapat dipertimbangkan hanya apabila telah dilakukan evaluasi risiko.

Produk jadi hasil pengolahan ulang hendaklah selalu dipantau mutu dan stabilitasnya.

Metode pengolahan ulang hendaklah disahkan secara khusus oleh Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Pengawasan Mutu serta harus didokumentasikan secara lengkap. Semua perubahan harus tercatat dalam catatan bets produk.

2.2 Cukup jelas.

3. Produk kembalian

Bagian Pengawasan Mutu hendaklah bertanggung jawab atas penanganan produk yang dikembalikan karena adanya keluhan, kerusakan, kedaluwarsa atau hal lain yang menimbulkan keraguan atas mutu produk. 3.1 Cukup jelas.

3.2 Hendaklah dilakukan pemeriksaan fisik dan diteliti secara kritis apakah perlu

dilakukan pengujian atau tidak terhadap semua produk kembalian.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 119

Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi yang ditentukan, boleh dipindahkan statusnya menjadi produk jadi yang diluluskan. Dalam hal produk kembalian yang akan dikemas ulang hendaklah diberi nomor bets baru dengan kode tertentu.

3.3 Cukup jelas.

3.4 Cukup jelas.

3.5 Catatan produk kembalian hendaklah disimpan, dievaluasi secara berkala, dan

dijadikan umpan balik ke bagian terkait. Catatan hendaklah mencakup: 3.5.1 Nama produk 3.5.2 Bentuk sediaan 3.5.3 Nomor bets 3.5.4 Alasan pengembalian 3.5.5 Jumlah yang dikembalikan 3.5.6 Tanggal perbaikan (bila dapat diperbaiki) 3.5.7 Tanggal pemusnahan, dan 3.5.8 Metode pemusnahan

Contoh IK Pemeriksaan Produk Jadi Perawatan Kulit, Perawatan Rambut, Sediaan Mandi tercantum pada Lampiran VIII.22. Contoh POB Penanganan Keluhan Pelanggan tercantum pada Lampiran VIII.23. Contoh IK Kriteria Keluhan Pelanggan tercantum pada Lampiran VIII.24. Contoh POB Penarikan Produk tercantum pada Lampiran VIII.25. Contoh POB Pemusnahan Barang tercantum pada Lampiran VIII.26. Contoh IK Pemusnahan Barang tercantum pada Lampiran VIII.27. Contoh Berita Acara Pemusnahan Barang tercantum pada Lampiran VIII.28. Contoh Permohonan Pemusnahan Barang tercantum pada Lampiran VIII.29.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 120

Lampiran VIII.1 (Contoh)

TATA LETAK LABORATORIUM PENGAWASAN MUTU

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 121

Lampiran VIII.2 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT

PEMBASUH MATA

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN

ALAT PEMBASUH MATA Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

............................... SEKSI

................................ Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

1. TUJUAN

Agar karyawan dapat menggunakan alat sesuai dengan fungsinya pada saat terjadinya kecelakaan, maka prosedur di bawah ini harus dipahami secara seksama. Fungsi alat adalah untuk mencuci dan membersihkan mata yang terkena bahan kimia.

2. PROSEDUR

2.1. Penggunaan 2.1.1. Karyawan yang mengalami kecelakaan segera menuju ke alat pembasuh

mata. 2.1.2. Tekan tombol yang terdapat pada alat hingga air menyembur melalui kedua

penyembur. 2.1.3. Masukkan bagian muka (mata) yang terkena bahan kimia ke dalam celah di

antara dua penyembur dan cuci agar bersih. 2.1.4. Lakukan pencucian dan pembersihan berulang-ulang hingga mata bersih

dari bahan kimia.

PERHATIAN: Pencucian/pembersihan mata dilakukan secara perlahan menggunakan air bersih agar tidak mengakibatkan kerusakan mata.

2.2. Pemeliharaan

2.2.1. Pengawasan alat ini dilakukan oleh koordinasi keamanan yang telah ditunjuk.

2.2.2. Pengawasan dilakukan secara teratur setiap bulan. 2.2.3. Setiap pelaksanaan pengawasan dicatat dalam buku pengawasan alat

pembasuh mata.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 122

Lampiran VIII.3 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA

CARA PEMASANGAN RESPIRATOR UNTUK BAHAN ORGANIK/UAP ASAM

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA CARA PEMASANGAN RESPIRATOR

UNTUK BAHAN ORGANIK/ UAP ASAM Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................ BAGIAN

............................. SEKSI

............................... Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

1. TUJUAN

Tujuan penggunaan respirator yang dimaksud dalam Instruksi Kerja ini adalah untuk melindungi karyawan yang bekerja menggunakan bahan organik dan asam yang mudah menguap.

2. TANDA RESPIRATOR : Respirator berwarna khusus dengan penandaan khusus. 3. CARA PEMAKAIAN

3.1. Pasanglah tali pengikat bawah respirator melingkari kepala sedikit di bawah telinga, kalau perlu longgarkan tali pengikat tersebut.

3.2. Letakkan respirator pada wajah mulai dengan menempelkan pada bagian dagu kemudian hidung. Pastikan bahwa respirator terpasang dengan baik di bagian hidung.

3.3. Tahan respirator pada kedudukannya. Dengan tangan yang bebas, periksa kesempurnaan kedudukan respirator dengan cara menekankan sehelai karton pada bagian pemasukan udara yang melalui saringan, kemudian tiup dengan keras. Jika pemasangan benar dan kedudukan respirator sempurna, maka akan terasa tekanan positif pada bagian dalam respirator. Jika bocor, perbaiki kedudukan respirator dan periksa kembali seperti cara di atas.

3.4. Sesudah respirator terpasang dengan baik, dengan tangan yang bebas pasang tali pengikat atas respirator melingkari kepala sambil menahan respirator pada kedudukannya. Kencangkan tali pengikat.

3.5. Selama digunakan respirator harus tetap pada kedudukannya. Bila kedudukannya berubah, ulangi kembali pemasangan mulai dari langkah nomor 3 di atas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 123

Lampiran VIII.4 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KALIBRASI pH METER

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

KALIBRASI pH METER Nomor ………… NAMA

PERUSAHAAN

.............................. BAGIAN

................................ SEKSI

............................... Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

1. TUJUAN

Sebagai pedoman bagi petugas Bagian Pengawasan Mutu agar alat pH meter sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan.

2. PROSEDUR

2.1. Kalibrasi pH meter harus dilakukan setiap kali sebelum digunakan. 2.2. Catat datanya pada buku log. 2.3. Kalibrasi dilakukan terhadap 2 tingkat pH (asam atau basa) 2.4. Pembuatan Larutan Dapar:

2.4.1. Kalium Biftalat 0,05 M Larutkan 10,21 gram Kalium Biftalat KHC8H404 (sebelumnya dikeringkan pada suhu 110°C selama 1 jam) dalam air suling hingga tepat 1000 ml.

2.4.2. Ekimolar Fosfat 0,05 M Larutkan 3,533 gram Dinatrium Hidrogen Fosfat Anhidrat (Na2HPO4) dan 3,388 gram Kalium Dihidrogen Fosfat (KH2PO4), (masing-masing zat sudah dikeringkan sebelumnya pada 125°C selama 2 jam) dalam air suling hingga tepat 1000 ml.

2.4.3. Natrium Borat 0,01 M Larutkan 3,8 gram Natrium Borat (Na2B4O7.H2O) dalam air suling hingga tepat 1000 ml.

2.5. Nilai pH larutan dapar baku pada berbagai suhu: Suhu (°C)

Kalium Biftalat 0,05 M

Ekimolar Fosfat 0,05 M

Natrium Borat 0,05 M

15 20 25 30

4,00 4,00 4,01 4,02

6,90 6,88 6,86 6,85

9,28 9,23 9,18 9,14

2.6. Cara Kalibrasi 2.6.1. Celupkan elektroda dalam larutan dapat baku Ekimolar Fosfat dan atur hingga

menunjukkan pH sesuai tabel (butir 4) 2.6.2. Celupkan dalam larutan dapar baku lain yaitu asam atau basa tergantung

keperluan; dan 2.6.3. pH meter memenuhi syarat bila pembacaan pH masih dalam batas 0,05 unit

pH sesuai yang tertera pada tabel di butir 4.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 124

Lampiran VIII.5 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PENGGUNAAN ALAT pH METER

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA

PENGGUNAAN ALAT pH METER Nomor ………… NAMA

PERUSAHAAN

....................................... BAGIAN

....................................... SEKSI

........................................ Tanggal berlaku………

Disusun oleh ……………… Tanggal ………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal …….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ……

1. TUJUAN

Tujuan penggunaan pH meter yang dimaksudkan dalam prosedur ini adalah untuk mengukur pH larutan uji dan melakukan kalibrasi pH meter sebelum digunakan.

2. PROSEDUR

2.1. Kalibrasi 2.1.1. Angkat elektroda 2.1.2. Cuci hingga bersih dengan air suling yang bebas Karbon Dioksida 2.1.3. Atur suhu larutan dapar pH 7,0 menjadi 25°C 2.1.4. Celupkan elektroda ke dalam larutan pH 7,0

2.1.4.1. Putar tombol “Operator Lever” ke posisi “Use” 2.1.4.2. Atur petunjuk meter dengan memutar tombol “Standardize Control”sampai

menunjuk ke angka 7 2.1.4.3. Putar tombol “Operator Lever” kembali ke posisi “Stand By” 2.1.4.4. Angkat elektroda; dan 2.1.4.5. Cuci hingga bersih dengan air suling bebas Karbon Dioksida

2.1.5. Celupkan elektroda ke dalam larutan dapar pH 4,0 atau pH 10 tergantung pada rentang pH larutan uji (asam atau basa). Ulangi tahap 4 beberapa kali hingga diperoleh pembacaan pH tiga kali beturut-turut dalam batas +0,05 unit pH.

2.2. Pengukuran pH larutan uji

2.2.1. Atur suhu larutan uji menjadi 25°C 2.2.2. Celupkan elektroda ke dalam larutan uji. Putar tombol “Operator Lever” ke posisi “Use”.

Goyangkan wadah larutan uji perlahan-lahan selama 2 menit sebelum pembacaan. Pembacaan ini adalah pembacaan awal. Tambahkan lagi larutan uji ke dalam wadah. Goyangkan wadah selama 2 menit kemudian lakukan pembacaan.

2.2.3. Ulangi tahap 2 dengan menambahkan lagi larutan uji tiga sampai empat kali lagi. Pembacaan pH dianggap benar bila memenuhi dua persyaratan berikut: 2.2.3.1. Pembacaan angka pH dalam batas +0,05 unit pH 2.2.3.2. Bila diamati selama 2 menit pembacaan tidak menyimpang lebih besar dari 0,02

unit pH. 2.2.4. Angkat elektroda, cuci hingga bersih elektroda dengan air suling bebas Karbon Dioksida. 2.2.5. Celupkan elektroda dalam larutan yang sesuai (misalnya air suling bebas Karbon Dioksida)

untuk menyimpan elektroda segera sesudah pemakaian pH meter. 3. PERHATIAN

3.1. Instrumen ini diatur untuk mengukur pH pada suhu 25°C 3.2. Jangan memutar atau memindahkan posisi tombol lain kecuali tombol “Standardize Control” dan

Operator Lever” 3.3. Selama pH meter tidak digunakan, tombol “Operator Lever” agar selalu berada pada posisi “Stand

By”.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 125

Lampiran VIII.6 (Contoh)

REKOMENDASI LABEL STATUS PERALATAN

NAMA PERUSAHAAN ............................... Nama Alat : ................................... Nomor Alat : ...................................

SUDAH DIKALIBRASI

Alat ini terakhir dikalibrasi

- Tanggal : .............................. - Petugas Pelaksana : .............................. - Kalibrasi Ulang : ..............................

Tanda tangan,

___________

Petugas Pelaksana

NAMA PERUSAHAAN ................................... Nama Alat : ....................................... Nomor Alat : .......................................

BELUM DIKALIBRASI

Dilarang menggunakan alat ini

Tanggal Tanda tangan,

................ _________ Petugas yang Berwenang

NAMA PERUSAHAAN ............................. Nama Alat : .................................. Nomor Alat : .................................

P E R H A T I A N

ALAT INI HARUS DIKALIBRASI TIAP KALI SEBELUM DIPAKAI

Tanggal Tanda tangan,

................ _________ Petugas yang Berwenang

NAMA PERUSAHAAN .............................. Nama Alat : ................................... Nomor Alat : ...................................

R U S A K

HARUS DIPERBAIKI DAN DIKALIBRASI SEBELUM DIPAKAI

Tanggal Tanda tangan,

................ _________ Petugas yang Berwenang

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 126

Lampiran VIII.7 (Contoh)

CATATAN PEMBUATAN LARUTAN PEREAKSI

DAN MEDIA PEMBIAKAN

NAMA PERUSAHAAN ...............................................................

CATATAN PEMBUATAN LARUTAN PEREAKSI DAN MEDIA PEMBIAKAN

Nama Larutan Pereaksi : .............................................................. Media Pembiakan : .............................................................

pH *)

TGL BAHAN JUMLAH YANG DI TIMBANG

VOLUME AWAL AKHIR T

G L

D IS

TE RI

LK A

N

TG L

K ED

A LU

W A

RS A

NOMOR PROSEDUR

PEMBUATAN

DIBUAT OLEH

*) Hanya untuk Media Pembiakan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 127

Lampiran VIII.8 (Contoh)

REKOMENDASI LABEL WADAH LARUTAN PEREAKSI DAN MEDIA PEMBIAKAN

NAMA PERUSAHAAN .......................................... Dibuat oleh Tanggal pembuatan Cara penyimpanan Tanggal kedaluwarsa

NAMA LARUTAN PEREAKSI/MEDIA

PEMBUATAN .......................................................................

: ......................................................... : ......................................................... : ......................................................... : .........................................................

REKOMENDASI LABEL WADAH LARUTAN TITER

NAMA PERUSAHAAN ..............................................................................

LARUTAN TITER Nama Larutan Titer Konsentrasi Dibuat oleh Tanggal pembuatan Cara penyimpanan Pembakuan

: .............................................................. : .............................................................. : .............................................................. : ...................................... Tanggal Kedaluwarsa : ....................... : .............................................................. : ..............................................................

Tanggal Faktor Nominal Paraf

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 128

Lampiran VIII.9 (Contoh)

SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN BAHAN PENGEMAS

SPESIFIKASI BAHAN BAKU

Nama INCI/kimia : .......................................... Nama Dagang : .......................................... No. Kode : .......................................... Referensi : .......................................... Pemerian : .......................................... Identifikasi : .......................................... Kimia fisika : .......................................... Pengambilan contoh : .......................................... Masa kedaluwarsa : .......................................... Penyimpanan : ..........................................

SPESIFIKASI BAHAN PENGEMAS

Perusahaan Pemasok ……………….. Ukuran / Kapasitas 10 g Komponen Satu macam, terdiri dari kantong aluminium foil Cetakan Pada halaman depan, terdapat lambang produk (hitam), tulisan

nama produk, berat bersih, No. Reg, nama dan alamat perusahaan (biru), Gambar (merah, kuning, biru). Pada halaman belakang, tercantum tulisan : Komposisi, cara pemakaian dan kode produksi, semua warna hitam.

Persyaratan Kimia / Fisika

Lebar : 65 mm Panjang : 11 mm Bobot : 4,3 g Kebocoran, tidak ada

Bahan Aluminium foil tipe XY. Ketebalan ………………. Cara pengambilan contoh

Lihat PROTAP No. ……………. Tgl. ………………

Penyimpanan Dalam kantong plastik di ruangan terkunci Kemasan 1000 sachet dalam kantong plastik Bentuk/gambar Lihat lampiran

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 129

Lampiran VIII.10 (Contoh)

SERTIFIKAT ANALISIS

NAMA PERUSAHAAN : ..................................................................

NAMA PRODUK : ..................................................................

BENTUK SEDIAAN : Sabun mandi NO. BETS : ...........................................

PENGUJIAN

Hasil

Spesifikasi Pemerian Sesuai standar Bau Sesuai standar Angka penyabunan 320 – 330 Berat jenis ( 25 oC) 0.94 - 0.96 Viskositas ( 25 oC) 28.0 cps Angka keasaman 0,1 Indeks Refraktif ( 25 oC) Sekitar 1.45 Angka Iodin 1,0 Keterangan Disetujui oleh, ___________________________ Ka. Bagian Pengawasan Mutu

DITERIMA DITOLAK

……………,…./…/20.... Pengujian Dilakukan Oleh _______________ Analis

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 130

Lampiran VIII.11 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU EVALUASI DAN PENILAIAN PEMASOK

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

EVALUASI DAN PENILAIAN PEMASOK

Nomor ………… NAMA

PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

.................................. SEKSI

................................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

1. TUJUAN

Untuk mengevaluasi pemasok/produsen bahan baku dan bahan pengemas, apakah sudah menghasilkan bahan awal yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

2. RUANG LINGKUP

2.1. Untuk mengevaluasi kinerja pemasok bahan baku dan bahan penolong. 2.2. Untuk mencari pemasok baru bahan baku dan bahan penolong.

3. PROSEDUR

3.1. Evaluasi Pemasok. Tanggung jawab dari staf Bagian Pembelian (staf Bagian Administrasi) meliputi: 3.1.1. Mendata jumlah bahan baku/bahan penolong dan tanggal penerimaan,

dilihat dari Tanda Terima Barang (TTB) yang dibuat oleh petugas Gudang. 3.1.2. Melihat data dari formulir hasil pemeriksaan laboratorium untuk mutu

bahan baku/penolong yang tidak diluluskan oleh QC. 3.1.3. Evaluasi pemasok dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap

ketepatan pengiriman barang, kuantitas dan kualitas barang. 3.1.3.1. Evaluasi pengiriman penilainnya sebagai berikut:

3.1.3.1.1. Diberi nilai 100 jika pengiriman sesuai dengan tanggal yang diminta.

3.1.3.1.2. Diberi nilai 80 jika pengiriman terlambat hingga 3 (tiga) hari kerja dari tanggal yang diminta.

3.1.3.1.3. Diberi nilai 40 jika pengiriman terlambat lebih dari 4 (empat) hari dari tanggal yang diminta.

3.1.3.2. Evaluasi kuantitas penilaiannya sebagai berikut: 3.1.3.2.1. Diberi nilai 100 jika jumlah barang sesuai yang dipesan

dengan toleransi ± 10%. 3.1.3.2.2. Diberi nilai 40 jika jumlah barang yang dikirim

lebih/kurang dari toleransi 3.1.3.3. Evaluasi kualitas penilaiannya sebagai berikut:

3.1.3.3.1. Diberi nilai 100 jika mutu barang diluluskan QC. 3.1.3.3.2. Diberi nilai 40 jika mutu barang ditolak QC.

Untuk bahan baku/penolong yang mutu barangnya ditolak QC diinformasikan ke pemasok melalui formulir permintaan tindakan perbaikan supaya segera ditarik untuk dikembalikan (returned).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 131

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU EVALUASI DAN PENILAIAN PEMASOK

Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

................................... SEKSI

................................ Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

3.1.1.1. Nilai akhir didapat dengan mencari rata-rata dari nilai evaluasi per

bulan per pemasok dengan predikat sebagai berikut: 3.1.1.1.1. A dengan nilai rata-rata 100 s/d 80 berarti pemasok dapat

dipertahankan. 3.1.1.1.2. B dengan nilai rata-rata 79 s/d 60 berarti pemasok dapat

dipertahankan dengan kewajiban memperbaikinya pada periode berikutnya (disampaikan melalui Permintaan Tindakan Perbaikan Pemasok).

3.1.1.1.3. C dengan nilai rata-rata dibawah 60 berarti pemasok dikeluarkan dari Approved Vendor List (AVL).

Pemasok yang mendapat predikat C selama 2 (dua) periode penilaian berturut-turut akan dikeluarkan dari AVL, jika pemasok adalah pemasok tunggal segera cari pemasok alternatif.

3.1.2. Rekapitulasi hasil evaluasi pemasok setiap 3 (tiga) bulan sekali dalam

bentuk formulir Rekapitulasi Evaluasi Pemasok.

3.1. Penilaian untuk Penentuan Pemasok Tanggung jawab dari staf Bagian Pembelian & Kepala Bagian Administrasi meliputi: 3.1.1. Mencari informasi mengenai pemasok yang dapat memasok barang yang

dibutuhkan. 3.1.2. Setelah mendapatkan informasi, mengirimkan kuesioner kualifikasi

pemasok baru dan permintaan contoh barang. 3.1.3. Menerima kembali kuesioner dan memberikan contoh ke QC untuk

diperiksa. 3.1.4. Menilai pemasok baru dengan kriteria sebagai berikut:

3.2.4.1. Diterima bila: 3.2.4.1.1. Contoh barang yang diminta diluluskan oleh QC. 3.2.4.1.2. Jawaban untuk kuesioner aspek teknis no.2.1, 2.2 & 2.4.1.1

serta aspek after sales service no.2.1 harus Ya 3.2.4.2. Ditolak bila jawaban kuesioner seperti tersebut di atas adalah tidak

dan atau contoh tidak diluluskan oleh QC. 3.2.4.3. Memasukkan pemasok yang diterima ke dalam AVL.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 132

Lampiran VIII.12 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH BAHAN BAKU DAN

BAHAN PENGEMAS

Halaman 1 dari 3 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH BAHAN BAKU DAN

BAHAN PENGEMAS Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN

........................................ BAGIAN

.................................... SEKSI

.................................... Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Penanggung Jawab : Analis QC 1. Bahan Baku 1.1. Bahan baku yang akan diambil contohnya dikelompokkan sesuai nomor bets / lot yang

sama pada setiap kedatangan. 1.2. Pengambilan contoh mengikuti rumus √n + 1 jika n>3 ; n: jumlah wadah/kemasan yang

diterima Contoh: Diterima 19 zak Asam Stearat dengan nomor bets yang sama, maka yang diambil

contohnya adalah sejumlah √19 + 1 = 4,4 + 1 = 5,4 (dibulatkan 5). Catatan: Untuk jumlah kemasan yang datang <3 maka diambil contohnya 100%. Untuk bahan baku alkohol, dilakukan pengambilan contoh 100%

Contoh: Diterima 10 drum alkohol, maka diambil contoh dari setiap drum yang datang. 1.3. Pengambilan contoh diprioritaskan pada: 1.3.1. Wadah yang tidak jelas nomor bets / lot nya. 1.3.2. Wadah yang mempunyai kelainan misalnya penyok, robek, dsb.

1.4. Jumlah contoh yang diambil adalah sesuai dengan Daftar Jumlah Pengambilan Contoh Bahan Baku (Form: F - QC - 296 / 03)

1.5. Wadah yang diperlukan: 1.5.1. Botol opaque / botol coklat (untuk bahan padat, cair, parfum) 1.5.2. Erlenmeyer (untuk alkohol) Sebelum digunakan wadah tersebut harus sudah dibersihkan dan dikeringkan terlebih

dahulu pada suhu 60˚C minimal 1 jam. 1.6. Sendok atau alat bantu yang diperlukan: 1.6.1. Sendok plastik untuk bahan padat / serbuk. 1.6.2. Pipet volume untuk bahan cair. 1.6.3. Sendok stainless steel panjang untuk bahan yang “tajam” 1.6.4. Pompa plastik untuk alkohol. Sebelum digunakan alat tersebut sudah harus dicuci bersih dan dibilas dengan alkohol

70%, dikeringkan dan dibungkus dengan plastik. 1.7. Petugas pengambil contoh harus menggunakan pakaian khusus, masker, sarung tangan. 1.8. Pengambilan contoh dilakukan di ruangan khusus pengambilan contoh.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 133

Halaman 2 dari 3 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH BAHAN BAKU DAN

BAHAN PENGEMAS Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN ......................................

BAGIAN .................................

SEKSI ..................................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

1.9. Cara melakukan pengambilan contoh bahan baku: 1.9.1. Siapkan form catatan pengambilan contoh bahan baku. 1.9.2. Periksa identitas bahan baku yang akan diambil contohnya. 1.9.3. Prioritaskan kemasan yang ada di butir 1.3. 1.9.4. Buka kemasan atau tutup kemasan /wadah.

1.9.5. Amati pemerian contoh secara visual. Jika ada perubahan bau, bentuk dan warna, segera tutup kembali kemasan / wadah dan beri label DITOLAK.

1.9.6. Jika tidak ada perubahan bau, bentuk dan warna lanjutkan pengambilan contoh menggunakan alat/sendok yang sesuai sebagai berikut:

1.9.6.1. Bahan padat (dalam drum/kantong/zak) : ambil contoh dalam posisi diagonal.

1.9.6.2. Bahan cair (dalam botol/drum) : ambil contoh mendekati dasar wadah. 1.9.6.3. Bahan semi padat (dalam drum/pot besar) : aduk dahulu dengan sendok

stainless steel lalu ambil contoh mendekati dasar wadah. 1.9.7. Tempatkan dalam wadah, tutup wadah contoh. 1.9.8. Beri identitas yang sesuai.

1.9.9. Tutup kemasan / wadah bahan baku yang diambil contohnya (untuk zak tutup kembali dengan lakban)

1.9.10.Beri label identitas karantina pada kemasan / wadah bahan baku yang telah diambil contohnya.

1.10. Lengkapi form catatan pengambilan contoh bahan baku. 1.11. Untuk pemeriksaan mikrobiologi, ambil contoh pada bagian atas, tengah, bawah kemasan

dengan alat yang sudah disterilkan dan ditempatkan pada wadah yang sudah disterilkan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 134

Halaman 3 dari 3 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH BAHAN BAKU DAN

BAHAN PENGEMAS Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN

.................................. BAGIAN

................................. SEKSI

................................ Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Penanggung Jawab: Analis QC 2. Bahan Pengemas

2.1. Pengambilan contoh bahan pengemas mengikuti rumus di bawah ini: (Military - Standard - 105 D Level II)

Jumlah Datang Jumlah Pengambilan Contoh

281 - 500 50 501 - 1.200 80

1.201 - 3.200 125 3.201 - 10.000 200

10.001 - 35.000 315 35.001 - 150.000 500

150.001 - 500.000 800

2.2. Cara melakukan pengambilan contoh bahan pengemas: 2.2.1. Siapkan form catatan pengambilan contoh bahan pengemas. 2.2.2. Periksa identitas bahan pengemas yang akan diambil contohnya. 2.2.3. Amati pemerian contoh secara visual. Jika ada perbedaan warna, teks dan bentuk

bahan pengemas dengan standar dan diberi label DITOLAK. 2.3. Setelah pengambilan contoh, diberi label karantina pada bagian luar kemasan. 2.4. Lengkapi form catatan pengambilan contoh bahan pengemas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 135

Lampiran VIII.13 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH PRODUK ANTARA DAN

PRODUK RUAHAN

Halaman 1 dari 2 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH PRODUK ANTARA DAN

PRODUK RUAHAN Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

................................ SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Produk setengah jadi perawatan kulit, perawatan rambut, sediaan mandi, sabun transparan. Penaggung Jawab: Analis QC 1. Perawatan kulit/Perawatan rambut/ Sediaan mandi 1.1. Pengambilan contoh dalam mesin. 1.1.1. Siapkan alat yang bersih dan kering. 1.1.1.1. Alat yang dipakai antara lain gelas piala dan sendok

plastik/sendok stainless steel bergagang panjang. 1.1.1.2. Alat bantu yang diperlukan antara lain wadah plastik + tutup dan

aluminium foil. 1.1.2. Petugas pengambil contoh harus menggunakan pakaian khusus, masker,

sarung tangan dan topi. 1.1.3. Ambil contoh dalam mesin menggunakan sendok plastik/stainless steel,

titik pengambilan contoh adalah tengah, atas, bawah, kanan, kiri, masukkan dalam wadah plastik, tutup rapat. Catat pada lembar catatan pengambilan contoh, bawa ke laboratorium untuk diperiksa.

1.2. Pengambilan contoh setelah turun dari mesin. 1.2.1. Alat yang dipakai harus bersih dan aseptik, petugas pengambilan contoh

harus menggunakan masker dan sarung tangan. 1.2.2. Beri label KARANTINA pada masing-masing wadah. 1.2.3. Ambil contoh ± 1 g, masukkan ke dalam botol, tutup rapat. Pengambilan

contoh dilakukan secara aseptik, penutup wadah hanya dibuka sedikit dan tutup kembali dengan rapat.

1.2.4. Contoh yang diambil disimpan dalam wadah bertutup rapat dan dibawa ke laboratorium untuk uji mikrobiologi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 136

Halaman 2 dari 2 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH PRODUK ANTARA DAN

PRODUK RUAHAN Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN

................................... BAGIAN

............................... SEKSI

............................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

2. Sabun Transparan 2.1. Pengambilan contoh dalam tangki. 2.1.1. Siapkan alat / wadah yang bersih dan kering. 2.1.2. Petugas pengambilan contoh harus menggunakan pakaian khusus,

masker, sarung tangan, topi. 2.1.3. Ambil contoh ± 100 g dalam tangki, titik pengambilan contoh pada bagian

atas dan bawah tangki. 2.1.4. Catat pada form catatan pengambilan contoh produk setengah jadi /

produk jadi. 2.1.5. Bawa ke ruang IPC untuk dilakukan pemeriksaan.

2.2. Pengambilan contoh setelah dikeluarkan dari cetakan (sudah beku/padat) 2.2.1. Periksa identitas (nama dan nomor bets) produk ruahan yang akan

diambil contohnya apakah sesuai dengan catatan pengolahan. 2.2.2. Pengambilan contoh dapat mengikuti rumus √n + 1; n : jumlah batang

sabun (produk ruahan) Contoh: Total batang sabun (produk ruahan) : 250 Maka √250 + 1 = 15,8 + 1 = 16,8 (dibulatkan 17) 2.2.3. Catat hasil pengambilan contoh pada catatan pengolahan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 137

Lampiran VIII.14 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN CONTOH PRODUK JADI

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PENGAMBILAN

CONTOH PRODUK JADI Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

......................................

BAGIAN

.................................

SEKSI

................................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Produk jadi selesai tahap finishing, sebelum dikirim ke gudang produk jadi

(sabun transparan dan bukan transparan). Penanggung Jawab: Analis QC. 1. Sebelum produk dikirim ke gudang produk jadi, harus melewati pemeriksaan tahap akhir

oleh petugas QC. 2. Pada master box, periksa terlebih dahulu: 2.1. Kesesuaian nama produk, nomor bets dengan daftar periksanya. 2.2. Kesesuaian jumlah isi yang tertulis pada setiap master box dengan daftar periksanya. 3. Cara pengambilan contoh : 3.1. Buka master box yang sudah dilakban sejumlah √n + 1; n : jumlah master box

3.2. Pengambilan contoh diutamakan di sisi depan, belakang, atas, bawah, tengah dari tumpukan master box. 3.3. Setiap master box yang dibuka, hitung isinya untuk cek kebenaran jumlah isi setiap master box. 3.4. Setiap master box yang dibuka, diambil contoh lagi sejumlah √n + 1; n : jumlah isi produk setiap master box.

4. Pengamatan / pemeriksaan meliputi: 4.1. Kesesuaian jumlah produk dalam setiap master box. 4.2. Kesesuaian nama produk, nomor bets, masa kedaluwarsa (jika ada) yang tertulis pada

kemasan. 4.3. Kesesuaian jenis dan warna kemasan (kotak/individual box, stiker, tube, botol, pot, dll). Catatan: Untuk pengamatan isi produk, yang dibuka (dirusak segelnya) adalah 2 buah. 5. Catat hasil pengamatan dan pemeriksaan pada log book. Simpulkan dalam form Hasil

Pemeriksaan Laboratorium. 6. Susun kembali isi master box dan lakban dengan lakban baru jika hasil pemeriksaan “OK”.

Jika hasil tidak “OK” lakukan penelusuran lebih lanjut. 7. Beri cap PASSED QC pada lakban baru, informasikan ke staff produksi untuk penempelan cap

PASSED QC ke setiap master box. 8. Produk siap untuk dikirim ke gudang produk jadi dengan menimbang setiap master box

terlebih dahulu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 138

Lampiran VIII.15 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN BAHAN BAKU

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN

BAHAN BAKU Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

........................... SEKSI

................................ Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Semua bahan baku. Penanggung Jawab: Analis QC. 1. Bahan baku yang akan diperiksa pastikan telah memiliki identitas yang jelas, seperti

nama bahan baku, tanggal datang, pemasok, nomor bets, nomor sertifikat analisis, masa kedaluwarsa (Lihat IK Pengambilan Contoh Bahan Baku).

2. Siapkan dan periksa kebersihan alat yang akan digunakan. 3. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar bahan baku dan metode yang telah

ditetapkan (Lihat IK masing-masing penetapan). 4. Catat hasil pemeriksaan pada formulir hasil pemeriksaan kualitas bahan baku. 5. Beri label status sesuai hasil pemeriksaan pada wadah bahan baku tersebut yang

ada digudang. 6. Simpan formulir hasil pemeriksaan kualitas bahan baku sesuai dengan tanggal /

bulan pemeriksaan. 7. Apabila ada bahan baku yang harus ditolak karena tidak sesuai standar, maka

buatkan formulir hasil pemeriksaan laboratorium dan didistribusikan ke bagian- bagian yang bersangkutan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 139

Lampiran VIII.16 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN BAHAN PENGEMAS

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN

BAHAN PENGEMAS Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

.................................... BAGIAN

................................ SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Semua bahan pengemas wadah yang digunakan untuk produksi kosmetik

(sabun transparan, perawatan kulit, perawatan rambut, sediaan mandi). Penanggung Jawab: Analis QC. 1. Terima bukti penerimaan barang dari gudang. 2. Lakukan pengambilan contoh kemasan secara acak, jumlah kemasan yang diambil

sebanyak √n + 1 contoh dari jumlah kemasan yang datang. Beri label KARANTINA pada bagian luar wadah.

3. Lakukan pemeriksaan fisik kemasan sesuai spesifikasi masing-masing, yang meliputi: 3.1 Tampilan (visual) 3.2 Warna Dasar (visual) 3.3 Warna Teks (visual) 3.4 Warna Motif (visual) 3.5 Tulisan, termasuk nomor izin edar (visual) 3.6 Uji Kebocoran dengan pasangan, seperti:

3.6.1. Botol + tutup 3.6.2. Tray + kotak (visual) 3.6.3. Master box + partisi

3.7 Pengukuran Gramature (lihat IK Pengukuran Gramature) 3.8 Uji Kebocoran (lihat IK Uji Kebocoran) 3.9 Pengukuran Dimensi:

3.9.1. Panjang 3.9.2. Tinggi 3.9.3. Lebar Lihat IK Pengukuran Dimensi 3.9.4. Diameter Dalam 3.9.5. Diameter Luar

3.10 Kekuatan Printing (lihat IK Kekuatan Printing) 3.11 Daya tahan terhadap panas (visual)

4. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan contoh kemasan /standar. 5. Catat hasil pemeriksaan pada formulir hasil pemeriksaan kualitas bahan pengemas. 6. Jika bahan pengemas harus disortir, beritahukan kriteria sortir dan contohnya kepada

petugas gudang. 7. Jika bahan pengemas tidak sesuai standar buatkan formulir Hasil Pengujian Laboratorium,

distribusikan hasil tersebut kepada Bagian Gudang, Marketing dan PPIC. 8. Beri label DILULUSKAN / DITOLAK berdasarkan hasil pemeriksaan pada tiap karton

box kemasan yang bersangkutan. 9. Formulir hasil pemeriksaan kualitas bahan pengemas didokumentasikan sesuai urutan

tanggal/ bulan kedatangan serta nomor urut pemeriksaan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 140

Lampiran VIII.17 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN IN PROCESS CONTROL (IPC) PERAWATAN KULIT

/ PERAWATAN RAMBUT / SEDIAAN MANDI

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN IPC PERAWATAN KULIT /

PERAWATAN RAMBUT / SEDIAAN MANDI

Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................ BAGIAN

............................... SEKSI

................................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Pengolahan sampai dengan siap pengisian. Penanggung Jawab: Analis QC. 1. Ambil contoh uji pada tangki tampung /drum penampung perawatan kulit /

perawatan rambut /sediaan mandi sebanyak ± 250 g ke dalam gelas Polipropilen. 2. Lakukan pemeriksaan warna, bau, pH, viscositas dan berat jenis (lihat IK

Pemeriksaan pH dan viskositas, IK Pemeriksaan Warna perawatan kulit/perawatan rambut /sediaan mandi, IK Pemeriksaan Berat Jenis).

3. Catat hasil pemeriksaan pada Catatan Pengolahan dan formulir hasil pemeriksaan kualitas perawatan kulit /perawatan rambut /sediaan mandi.

4. Jika produk ruahan sudah sesuai spesifikasi, beri label “KARANTINA” untuk dilakukan pemeriksaan mikro dan label “DITOLAK” bila hasil tidak sesuai standar.

5. Jika hasil mikro sudah sesuai standar, beri label “DILULUSKAN” dan jika tidak sesuai standar beri label “DITOLAK”.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 141

Lampiran VIII.18 (Contoh)

LAPORAN PENYELIDIKAN KEGAGALAN BETS

Nama Produk ........................................

No. Bets .................

No. Produk ...........................................

Tanggal ...................

Bentuk Kegagalan/Penyimpangan .................................................................................................................................................................

Bentuk Penyelidikan Hasil Penyelidikan Paraf 1. Periksa Catatan Penimbangan 2. Periksa Catatan Pembuatan 3. Periksa Catatan Pengemasan 4. Periksa Catatan Pengawasan selama

proses pembuatan dan pengemasan

5. Periksa alat-alat/mesin yang dipergunakan a. ………………………………. b. ………………………………. c. ……………………………….

Hasil Evaluasi Tindak lanjut yang disarankan

Telah dilaksanakan oleh/Tgl. .............................................

Bagian Produksi .............................

Bagian Pengawasan Mutu ..............................................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 142

Lampiran VIII.19 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN CONTOH PERTINGGAL

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENANGANAN CONTOH PERTINGGAL

Nomor ………… NAMA

PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

................................. SEKSI

.................................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal……………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal………………

1.

TUJUAN

1.1 Untuk memberikan suatu prosedur pengelolaan contoh pertinggal dari setiap kedatangan bahan baku dan kemasan

1.2 Untuk memberikan suatu prosedur pengelolaan contoh pertinggal dari masing-masing bets produksi di laboratorium Pengawasan Mutu (Quality Control)

2.

TANGGUNG JAWAB

Manajer QC, Manajer QC bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh Prosedur Pengelolaan

arsip pertinggal telah dilaksanakan

Supervisor QC,

2.1 Menjamin adanya prosedur tertulis mengenai pengelolaan bahan contoh pertinggal 2.2 Menjamin bahwa prosedur tersebut dapat diimplementasikan 2.3 Menjamin bahwa semua prosedur tersebut dipahami oleh analis 2.4 Memastikan bahwa pengembalian arsip telah dilaksanakan oleh analis sesuai ketentuan 2.5 Memastikan bahwa pemusnahan bahan contoh pertinggal telah dilaksanakan oleh

analis sesuai ketentuan 3.

PROSEDUR PENGAMBILAN CONTOH PERTINGGAL

3.1 BAHAN BAKU 3.1.1. Setiap bahan baku yang diperiksa diambil contohnya sebagai pertinggal

sejumlah dua kali pemeriksaan. 3.1.2. Contoh yang diambil dimasukkan ke dalam wadah plastik kecil atau botol

gelas untuk arsip cair, kemudian diberi penandaan yaitu : 3.1.2.1. Nama bahan baku 3.1.2.2. Nomor / kode produk 3.1.2.3. Kode QC 3.1.2.4. Tanggal kedatangan

3.1.2.5. Pemasok / pembuatan 3.1.3. Analis wajib memeriksa kesesuaian antara penandaan dan contoh yang

diambil 3.1.4. Contoh tersebut ditata dalam kantong plastik besar dan diberi daftar isi

kemudian ditata dalam karton box. 3.1.5. Karton box tersebut disimpan dalam ruang penyimpanan contoh pertinggal

dengan kondisi ruangan suhu kamar.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 143

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN CONTOH PERTINGGAL

Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

.................................. BAGIAN

..................................... SEKSI

.................................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal……………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal………………

3.2. BAHAN KEMASAN

3.2.1. Setiap bahan kemasan yang diperiksa diambil contohnya sebagai pertinggal sejumlah dua kali pemeriksaan.

3.2.2. Contoh yang diambil kemudian diberi penandaan yaitu ; 3.2.2.1. Nama bahan kemasan 3.2.2.2. Kode QC 3.2.2.3. Tanggal kedatangan 3.2.2.4. Pemasok/pembuat

3.2.3. Analis wajib memeriksa kesesuaian antara penandaan dan contoh yang diambil. 3.2.4. Contoh tersebut ditata dalam karton box. 3.2.5. Karton box tersebut disimpan dalam ruangan penyimpan bahan contoh pertinggal

dengan kondisi ruangan suhu kamar. 3.3. PRODUK JADI 3.3.1. Produk 3.3.1.1. Setiap jenis dari setiap bets produk jadi yang telah diluluskan diambil

contohnya sebagai pertinggal sejumlah tiga kali pengujian lengkap. 3.3.1.2. Analis wajib memeriksa kelengkapan contoh yang diambil. 3.3.1.3. Contoh tersebut ditata dalam karton box. 3.3.1.4. Karton box tersebut disimpan dalam ruang penyimpanan bahan contoh

pertinggal dengan kondisi suhu kamar. 4 PROSEDUR PENANGANAN CONTOH PERTINGGAL

4.1. Setiap contoh pertinggal bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi dipantau stabilitasnya secara berkala.

4.2. Hasil pemantauan dicatat dan dievaluasi. 5 PROSEDUR PEMUSNAHAN BAHAN DAN PRODUK SEBAGAI CONTOH

PERTINGGAL 5.1 Semua bahan dan produk sebagai contoh pertinggal yang sudah melewati masa

penyimpanan (kedaluwarsa + 1 tahun) harus dipisahkan untuk selanjutnya dimusnahkan agar tidak tercampur dengan arsip yang masih berlaku. Pemusnahan bahan dan produk sebagai contoh pertinggal yang tidak memiliki masa kedaluwarsa, masa penyimpanan lewat 5 tahun agar dimusnahkan.

5.2 Pemusnahan tersebut dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: 5.2.1. Pada setiap 3 (tiga) bulan sekali, Petugas Inspeksi bahan baku dan produk jadi

mendata arsip-arsip pertinggal yang sudah melewati masa penyimpanannya. 5.2.2. Kemudian bersama Petugas Bagian Penanganan Limbah memusnahkan arsip

pertinggal tersebut dengan cara yang sesuai, disaksikan oleh Petugas Inspeksi dan Analis.

5.2.3. Analis akan membuat Berita Acara Pemusnahan (sesuai Lampiran VIII.28.).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 144

BAGAN ALUR PENANGANAN CONTOH PERTINGGAL

KEGIATAN CATATAN MUTU KETERANGAN

Bagian Pengawasan Mutu

Buat jadwal monitoring contoh

pertinggal

Analis QC Lakukan

pengamatan contoh pertinggal sesuai

jadwal, catat hasilnya pada

laporan monitoring contoh pertinggal

Tidak

ya Analis

Bag.Pengawasan Mutu Lanjutkan monitoring

sampai batas waktu yang telah ditentukan,

catat dalam laporan monitoring contoh

pertinggal

Kepala Bag.Pengawasan Mutu

Meminta Bag.Pemasaran utk memastikan no.bets tsb

sudah tidak ada di pasar

Pertemuan Informal (IM)

Menginformasikan bahwa stock bets

tersebut sudah tidak ada di gudang

- Jadwal monitoring contoh pertinggal

produk jadi adalah dilakukan pemeriksaan fisik pada 3, 6, 9, 12, 18, 24 bulan.

- Monitoring contoh pertinggal produk jadi dilakukan terhadap setiap bets.

- Monitoring kedaluwarsa bahan baku stock gudang dilakukan setiap jatuh masanya.

- Untuk bahan baku hasil pengamatan

dicatat pada formulir hasil pemeriksaan laboratorium QC.

Rapat koordinasi membicarakan: - Perlu reformulasi atau tidak - Perlu kemas ulang atau tidak. - Cek stock gudang.

Hasil OK

Mulai

Jadwal Monitoring

Selesai

Laporan monitaring contoh pertinggal

Notulen atau info email

Laporan monitoring contoh pertinggal

Formulir hasil pemeriksaan laboratorium QC

Informasi pertemuan informal melalui email atau memo

Kepala Bagian Pengawasan Mutu Informasi atau koordinasi rapat dengan bagian terkait (kecuali bahan baku)

Kepala Bag.Pengawasan Mutu Tindak lanjut hasil pertemuan

Perlu penarikan kembali

Penarikan produk

Formulir hasil pemeriksaan laboratorium QC

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 145

Lampiran VIII.20 (Contoh)

UJI STABILITAS

PRODUK UNTUK UJI STABILITAS 1. Produk Baru yang Diproduksi

Interval Waktu ( Bulan ) Jenis Penelitian Suhu / Kelembaban Awal 1 2 3 6 9 12 18 24 36

Jangka lama 30 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + + + + + * Dipercepat 40 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + + Keterangan Tabel : Produk baru : bentuk sediaan baru, produk yang baru pertama kali diproduksi dan

produk yang dimodifikasi bentuk sediaannya. + : pengujian fisika, kimia atau mikrobiologi, seperti yang ditetapkan untuk

tiap bentuk sediaan * : apabila produk masih memenuhi spesifikasi pengujian harus diteruskan

Catatan : 1. Informasi stabilitas dari pengujian dipercepat dan pengujian jangka lama harus dilakukan

terhadap tiga bets sediaan yang mempunyai formula sama yang disimpan dalam kemasan yang digunakan dalam pemasaran.

2. Jumlah contoh harus cukup untuk pelaksanaan program stabilitas lengkap hingga selesai. 3. Bila terjadi perubahan yang bermakna pada uji stabilitas dipercepat, harus dilakukan

pengujian tambahan pada kondisi antara. Definisi perubahan bermakna pada kondisi dipercepat adalah : 3.1. Melampaui batas pH sediaan 3.2. 3.11. 3.2. Tidak memenuhi spesifikasi pemerian dan sifat fisika (misalnya warna, bau,

homogenitas) 4. Bila ada parameter yang masuk dalam kriteria perubahan yang bermakna selama uji

dipercepat, harus dilakukan pengujian semua parameter uji pada uji stabilitas dalam kondisi antara.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 146

lanjutan 2. Kemasan Baru

2.1. Kemasan Sediaan Padat

Jenis Penelitian Suhu/Kelembaban nisbi Awal INTERVAL WAKTU (BULAN)

1 2 3 6 9 12 18 24 36 Jangka lama 30 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + + + + + * Dipercepat 40 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + +

Keterangan tabel : + : Pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi, seperti yang ditetapkan untuk tiap bentuk sediaan

(lihat butir B) * : Bila produk masih memenuhi spesifikasi, pengujian harus dilanjutkan.

2.2. Kemasan Sediaan Cair

Jenis Penelitian Suhu/Kelembaban nisbi Awal INTERVAL WAKTU (BULAN)

1 2 3 6 9 12 18 24 36 Jangka lama 30 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + + + + + * Dipercepat 40 ± 2oC / 75 ±5% RH + + + +

Keterangan tabel : + : Pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi, seperti yang ditetapkan untuk tiap bentuk sediaan

(lihat butir B) * : Bila produk masih memenuhi spesifikasi, pengujian harus dilanjutkan. 3. Perubahan Formulasi / Perubahan Proses Produk yang telah beredar

Uji stabilitas sama seperti yang tertera pada Butir 2. Kemasan baru 4. Bets Produksi

Lakukan pengujian stabilitas terhadap satu bets per tahun untuk tiap jenis produk untuk setiap bentuk sediaan. Evaluasi dilakukan dalam interval 12 bulan.

PARAMETER MUTU

Produk kosmetik sering berupa sediaan untuk kulit dan rambut, antara lain dalam bentuk krim, gel, larutan dan aerosol. Maka parameter mutu yang akan diperiksa dalam uji stabilitas dapat terdiri dari : 1. Pemerian 6. pH 2. Warna 7. Berat jenis 1. Kejernihan 2. Homogenitas 3. Bau

8. Batas jumlah mikroba 9. Kecepatan semprotan dan pola

penyemprotan (untuk sediaan aerosol)

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 147

Lampiran VIII.21 (Contoh)

LAPORAN UJI STABILITAS

ISI LAPORAN UJI STABILITAS

Laporan uji stabilitas harus meliputi informasi berikut ini dan data untuk menfasilitasi keputusan tentang stabilitas kosmetik: 1. Informasi Umum 1.1. Nama produk, nomor bets dan tanggal produksi 1.2. Bentuk sediaan 1.3. Ukuran dan deskripsi tentang kemasan yang digunakan 2. Spesifikasi produk 2.1. Atribut fisika dan kimia yang digunakan, seperti pH dan berat jenis 2.2. Atribut mikrobiologi yang digunakan, seperti batas jumlah mikroba 2.3. Metodologi pengujian yang dilaksanakan untuk tiap contoh yang diuji 3. Desain uji stabilitas 3.1. Deskripsi rencana pengambilan contoh meliputi nomor dan jumlah bets yang dipilih dan titik

waktu pengambilan contoh. 3.2. Lama uji yang direncanakan 3.3. Kondisi penyimpanan sediaan yang dimasukkan dalam uji (suhu dan kelembaban) 4. Informasi / Data stabilitas 4.1. Nomor bets yang terkait dengan tanggal produksi 4.2. Data analisis, sumber tiap titik data dan tanggal analisis. 4.3. Tabulasi data dengan kondisi penyimpanan 4.4. Rangkuman informasi tentang formulasi sebelumnya selama pengembangan produk. 5. Analisis data Berikut adalah analisis data parameter kuantitatif yang harus dibuat : 5.1. Evaluasi data, plot atau grafik 5.2. Hasil analisis statistik dan perkiraan tanggal kedaluwarsa 6. Kesimpulan 6.1. Periode masa edar yang diusulkan 6.2. Spesifikasi resmi 7. Model Presentasi Data Stabilitas 7.1. Nama produk 7.8. Kondisi penyimpanan 7.2. Bentuk sediaan 7.9. Lama uji 7.3. Jenis produk dan ukuran bets 7.10. Periode pelaporan 7.4. Tanggal pembuatan 7.11. Rangkuman data 7.5. Komposisi bahan pengemas 7.12. Data analisis 7.6. Rencana pengambilan contoh 7.13. Kesimpulan 7.7. Spesifikasi dan metode pengujian

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 148

Lampiran VIII.22 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN PRODUK JADI

PERAWATAN KULIT, PERAWATAN RAMBUT, SEDIAAN MANDI

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PEMERIKSAAN PRODUK JADI PERAWATAN KULIT, PERAWATAN RAMBUT, SEDIAAN

MANDI

Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

.................................. BAGIAN

.............................. SEKSI

............................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Pengemasan sampai dengan siap kirim. Penanggung Jawab: Analis QC. 1. Lakukan pengambilan contoh produk jadi pada Bagian Pengisian/Pengemasan

setiap 1 jam sekali selama 3 kali untuk produk perawatan kulit, perawatan rambut, sediaan mandi dan lakukan pengambilan contoh pada Bagian Pengemasan untuk produk sabun transparan.

2. Berikan 3 contoh produk yang telah dikemas kepada operator sebagai standar setiap 1 jam sekali selama 3 kali.

3. Lakukan pemeriksaan berat, kesesuaian kemasan, nomor bets, warna, masa kedaluwarsa dan kualitas produk (lihat IK Pemeriksaan Pengisian dan IK Pemeriksaan Pengemasan).

4. Catat hasil pemeriksaan:. 4.1 Untuk perawatan kulit, perawatan rambut, sediaan mandi. Pada formulir standar hasil pemeriksaan perawatan kulit, perawatan rambut,

sediaan mandi dan formulir hasil pemeriksaan pengisian dan pengemasan. 4.2 Untuk sabun transparan. Pada formulir standar dan hasil pemeriksaan sabun transparan dan formulir

hasil pemeriksaan pengemasan.

5. Bila hasil pemeriksaan memenuhi standar produk jadi sabun transparan, beri label “DILULUSKAN” pada master box, bila tidak beri label “DITOLAK” pada master box.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 149

Lampiran VIII.23 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN KELUHAN PELANGGAN

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENANGANAN KELUHAN PELANGGAN Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN

............................... BAGIAN

................................ SEKSI

................................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang lingkup: Penanganan keluhan terhadap kualitas produk, ketepatan pengiriman, dan layanan pengaduan pelanggan.

KEGIATAN CATATAN MUTU KETERANGAN

Kepala Divisi Terima keluhan

pelanggan

Kepala Divisi

Analisis keluhan

Informasi awal boleh lisan, dilanjutkan dengan email /surat dilengkapi nomor bets. Kepala Divisi menganalisa apa keluhannya (mutu produk, pelayanan atau kesehatan). Untuk keluhan yang menyangkut kualitas produk, analisa dilakukan bersama dengan QC. Bila ada produk kembalian lihat Prosedur Penerimaan Barang Kembalian serta Prosedur Pemeriksaan dan Penanganan Produk Tidak Sesuai. Jawaban kepada pelanggan dapat diberikan secara lisan sebagai respon informasi awal. Informasi ke pelanggan dengan surat /email. Distribusi: 1. VP operation 2. R&D / QC 3. Arsip

Jika diperlukan oleh pelanggan dapat dilampirkan formulir hasil pemeriksaan laboratorium.

Mulai

Catatan Keluhan Pelanggan

Catatan Keluhan Pelanggan

Penarikan produk

Selesai

Surat / email Bagian Pemasaran memberikan jawaban ke pelanggan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 150

Lampiran VIII.24 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA KRITERIA KELUHAN PELANGGAN

Halaman 1 dari 2 INSTRUKSI KERJA KRITERIA

KELUHAN PELANGGAN Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

.............................. SEKSI

............................ Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Kualitas produk, jasa pelayanan dan kesehatan. Penanggung Jawab: Kepala Bagian Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Pemasaran. 1. Keluhan yang datang dari pelanggan dikelompokkan menjadi 3 kategori:

1.1 Kualitas Produk : Menjadi tanggungan pabrik 1.2 Jasa pelayanan : Menjadi tanggungan pemasaran 1.3 Kesehatan : Menjadi tanggungan pabrik

2. Yang termasuk kategori 1.1 (Kualitas Produk) adalah:

2.1. Keluhan sehubungan dengan formula. misalnya, Organoleptis berubah : bentuk, bau, warna, kering memisah, berkristal, tercemar mikroba.

2.2. Keluhan sehubungan dengan kemasan. misalnya, Kemasan primer : bocor, pecah, penyok; Kemasan sekunder/tertier : label luntur/tidak terbaca, lem terkelupas, pemasangan miring.

2.3. Keluhan karena kesalahan isi dan kemasan yang tidak cocok. misalnya, isinya TS Calming tapi label TS Clarifying, jumlah fisik tidak sesuai.

Keluhan yang termasuk kategori 1.1 akan dicocokkan terlebih dahulu dengan contoh pertinggal (retained sample/retained goods) di pabrik.

3. Yang termasuk dalam kategori 1.2 (jasa pelayanan) adalah: 3.1. Keluhan lambatnya order ditanggapi /dikonfirmasi. 3.2. Keluhan lainnya yang berhubungan dengan pelayanan pemasaran (misalnya: harga,

tanpa nomor izin edar, pengadaan pengemasan, dll)

Keluhan kategori 1.2 menjadi tanggung jawab pihak pemasaran.

4. Keluhan yang termasuk kategori 1.3 (kesehatan) adalah: 4.1 Keluhan adanya efek samping pemakaian produk, misalnya: gatal-gatal / bengkak,

perih / merah-merah, rambut rontok.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 151

Halaman 2 dari 2 INSTRUKSI KERJA KRITERIA KELUHAN PELANGGAN Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN ...................................

BAGIAN ................................

SEKSI ...............................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

4.1 Keluhan yang termasuk kategori 1.3 akan dikelompokkan lagi menjadi:

4.2.1. Ringan : tidak mendapatkan manfaat seperti yang tercantum dalam klaim. 4.2.2. Sedang : menimbulkan efek yang tidak diharapkan namun tidak terlalu

mengganggu kesehatan sehingga tidak memerlukan perawatan medis. 4.2.3. Berat : menimbulkan efek yang merugikan dan memerlukan perawatan

medis. Jika bersifat ringan atau sedang, keluhan dijawab dengan data dan disarankan menghentikan pemakaian produk. Jika bersifat berat, keluhan harus segera ditindaklanjuti. Jika keluhannya perlu ditangani dokter, akan menjadi tanggungan pabrik. Pihak Pemasaran dan Pengawasan Mutu melakukan evaluasi untuk menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan.

5. Batasan-batasan yang menjadi tanggung jawab pabrik dan yang bukan menjadi tanggung

jawab pabrik yang berkaitan dengan keluhan bisa dilihat kembali dalam perjanjian kerjasama awal pihak pemasaran dengan distributor.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 152

Lampiran VIII.25 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN ..............................

BAGIAN ..........................

SEKSI ...........................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang lingkup: Untuk Produk kosmetik KEGIATAN CATATAN MUTU KETERANGAN

PM Terima laporan dari BD atau PU

PM Identifikasi awal

produk rusak

PM informasi ke

PU

PM Membuat surat

pemberitahuan produk rusak ke PU

PM masukkan surat ke box

surat sesuai dengan kode PU

PM = Product Manager BD = Business Development PU = Perwakilan Usaha Staf BD/BD Section Head dapat melakukan stock opname di Perwakilan Usaha (PU). Jika terdapat produk rusak, staf BD meminta PU mengembalikan produk rusak & mengisi formulir pengembalian barang Kriteria produk rusak: produk lengket. Identifikasi awal produk rusak: bets, masa kedaluwarsa yang akan dilakukan oleh QC (Lihat Prosedur Contoh Pertinggal). Setelah diidentifikasi dan dinyatakan diterima maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh Adm. dengan menggunakan formulir Pengembalian Barang. Bila hasil contoh pertinggal tersebut rusak, maka QC akan memberikan surat untuk menarik produk tersebut.

Diterima?

Mulai

Formulir pengembalian barang

Catatan Keluhan Pelanggan

Tidak

Surat pemberitahuan produk rusak

Surat pemberitahuan produk rusak

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 153

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN ..............................

BAGIAN ..........................

SEKSI ...........................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

PM masukkan surat ke box

surat sesuai dengan kode PU

Dicopy ke: - Business Development - Gudang & Kepala Bagian

Pengiriman - Perwakilan

Usaha/Distributor - Bagian Keuangan - Kepala Pengembangan

Produk - Arsip Didistribusikan ke: - Direktur Pemasaran - Kepala Pengembangan

Produk - Kepala Bagian Keuangan - Gudang & Kepala Bagian

Pengiriman - Arsip

Pengiriman surat/informasi ke seluruh PU dan anggota

Penerimaan produk retur

Selesai Laporan evaluasi penarikan barang

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 154

Lampiran VIII.26 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMUSNAHAN BARANG

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PEMUSNAHAN BARANG Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

................................ SEKSI

............................... Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang lingkup: Bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan/antara, produk jadi KEGIATAN CATATAN MUTU KETERANGAN

Staf gudang Memperbaharui

data stok

Bagian Gudang Membuat jadwal

pemusnahan barang ditolak.

Bagian Gudang Mengajukan jadwal

pemusnahan ke Kepala Bagian.

Bagian Gudang

Menyiapkan barang- barang yang akan dimusnahkan dan memusnahkannya.

Bagian Gudang Membuat berita acara Pemusnahan Barang.

Staf gudang melakukan update stok Bagian Gudang membuat jadwal pemusnahan barang ditolak (lokasi dan waktu pemusnahan) Disaksikan oleh: - QC staf - Akuntan Lihat IK Pemusnahan Barang. Berita acara Pemusnahan Barang dibuat Bagian Gudang dan ditandatangani para saksi. Berita acara dilengkapi dengan foto pemusnahan barang ditolak. Distribusi berita acara: - Akuntan - Arsip

Kartu stok

Jadwal Pemusnahan Barang

Selesai

Rekap barang ditolak

A/1

Jadwal Pemusnahan Barang

Berita acara Pemusnahan Barang

Foto

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 155

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PEMUSNAHAN BARANG Nomor …………

NAMA

PERUSAHAAN .......................................

BAGIAN ...................................

SEKSI ....................................

Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang lingkup: Bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan/antara, produk jadi KEGIATAN CATATAN MUTU KETERANGAN

Bagian Gudang Buat rekap barang

ditolak

Kepala Bagian Administrasi Buat proposal

penghapusbukuan barang-barang ditolak.

Kepala Bagian Mengajukan proposal ke

Pimpinan untuk disetujui.

Kepala Divisi

Menerima persetujuan proposal.

Bagian Gudang Membuat bukti pengeluaran

barang.

Hasil Pengujian Laboratorium (HPL) Setiap akhir kuartar gudang membuat rekap barang-barang reject. Barang ditolak dan atau tanggal kedaluwarsa berakhir setelah ditentukan oleh QC (HPL). Proposal dikirim ke akuntan untuk dimintakan perhitungan harganya. Untuk barang-barang yang masih layak pakai akan diberikan ke karyawan. Untuk barang-barang yang sudah tidak layak pakai akan dimusnahkan. Diperiksa oleh: Bagian Keuangan & Akunting Disetujui: Direktur Operasi. Proposal didistribusikan jika sudah disetujui pimpinan ke: - Bagian Keuangan & Akunting - Kepala bagian - Kepala Pengawasan Mutu - Gudang Untuk barang jadi dibuatkan Surat Jalan. Untuk bahan baku dan Bahan Pengemas dibuatkan Bukti Pengeluaran Barang (BPB).

HPL

Rekap barang ditolak

Proposal Pemusnahan Barang

Proposal Pemusnahan Barang

A/2

Proposal Pemusnahan Barang

Bukti Pengeluaran Barang

Mulai

Rekap barang ditolak

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 156

Lampiran VIII.27 (Contoh)

INSTRUKSI KERJA PEMUSNAHAN BARANG

Halaman 1 dari 1 INSTRUKSI KERJA PEMUSNAHAN

BARANG Nomor …………

NAMA PERUSAHAAN

................................. BAGIAN

................................ SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………….

Disusun oleh ……………… Tanggal ………………

Diperiksa oleh ………………. Tanggal ……………….

Disetujui oleh ………………. Tanggal ……………….

Mengganti nomor ……………… Tanggal ………………

Ruang Lingkup : Bahan baku, bahan pengemas, bahan ruahan, produk jadi (termasuk barang

milik pelanggan). Penanggung Jawab : Staf gudang. 1. Siapkan kelengkapan untuk memusnahkan barang:

1.1. Catatan. 1.2. Berita acara. 1.3. Bahan pengotor (pasir/tepung/apal sabun). 1.4. Alat perusak (pisau, besi panas).

2. Cara pemusnahan barang:

2.1. Bahan baku: Campur bahan dengan pengotor, serahkan ke pihak ketiga untuk diambil 2.1.1. Jika bahan baku berupa cairan encer : campur dengan pengotor tepung. 2.1.2. Jika bahan baku berupa cairan kental : campur dengan pengotor apal sabun. 2.1.3. Jika bahan baku berupa padatan : campur dengan pengotor pasir.

2.2. Bahan pengemas: 2.2.1. Untuk bahan pengemas cetak (dus, stiker, label, box), sobek atau sayat-sayat,

serahkan ke pihak ketiga untuk diambil. 2.2.2. Untuk bahan pengemas primer (botol, tube, pot, tray), rusak dengan besi panas

atau sayat-sayat dengan pisau, serahkan ke pihak ketiga untuk diambil. 2.3. Produk ruahan/bulk:

2.3.1. Cream/lotion/gel : campur dengan pasir dan apal sabun, serahkan ke pihak ketiga untuk diambil.

2.3.2. Cairan : campur dengan apal sabun dan tepung, serahkan ke pihak ketiga untuk diambil.

2.3.3. Padat : campur dengan pasir dan tepung, serahkan ke pihak ketiga untuk diambil.

2.4. Produk jadi: Keluarkan isi produk, pisahkan dengan kemasannya. Untuk isi produk, ikuti cara pemusnahan produk ruahan, untuk kemasan ikuti cara pemusnahan bahan pengemas.

3. Buat berita acara pemusnahan dengan mencantumkan nama produk, nomor bets, jumlah

dan bentuk. 4. Berita acara harus ditandatangani Kepala Gudang dan saksi yang ditunjuk.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 157

Lampiran VIII.28

(Contoh)

BERITA ACARA PEMUSNAHAN BARANG No : ..............................................

Pada hari ini ................................................................................................................. Tanggal : ................................................................................................................. Tempat : ................................................................................................................ Pukul : ................................................................................................................

Telah dilakukan pemusnahan barang seperti yang tercantum di bawah ini: No. Nama Barang Nomor Bets Jumlah (Kg)

1 Orange Oil TPL 54121 10 2 Ester C Concentrate 340-0403-006 0,47 3 Vitamin A - 0,58

Dengan cara: Dicampur dengan pengotor apal sabun dan tepung, kemudian diserahkan kepada pihak ketiga (ke-3). (Tempat) , (Tgl/Bulan/Tahun) Dilakukan Oleh, Disetujui Oleh, Diketahui Oleh,

( Bagian Gudang ) ( Kepala Bagian Administrasi ) ( Kepala Pabrik ) Para Saksi: 1. ................................. 2. ................................. (staf Bagian Umum)

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 158

Lampiran VIII.29 (Contoh)

PERMOHONAN PEMUSNAHAN BARANG

No : ................................................... Tanggal : ................................................... Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik (stock opname) produk bahan baku yang dilakukan pada tanggal .......................... terdapat beberapa bahan baku yang rusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Berdasarkan catatan barang ditolak dibawah ini:

No. Kode Nama Barang Jml (Kg) Nomor HPL Nilai

1 5181 Orange Oil TPL

10 No.02-06-06 warna tidak sesuai standar

Rp.1.425.000,00

2 5174 Ester C Consentrate

0,47 No.06-05-06 bau asam & warna berubah

Rp. 411.250,00

3 5145 Vitamin A 0,58 No.08-06-05 berubah spesifikasi kekentalan

Rp. 358.150,00

Jumlah Rp.2.194.400,00 Kami usulkan kepada Pimpinan agar bahan baku tersebut disetujui untuk dihapuskan dari catatan (terlampir laporan produk yang akan dihapuskan) dan bahan dari pemasok kami usulkan untuk diminta persetujuannya dimusnahkan.

Demikian proposal ini kami buat agar dapat disetujui.

Yang mengusulkan,

(Nama Jelas) (Nama Jelas) (Nama Jelas) Kepala Bagian Akunting Kepala Bagian Gudang Kepala Bagian

Pengawasan Mutu

Mengetahui dan Menyetujui,

(Nama Jelas) Kepala Pabrik

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 159

IX. DOKUMENTASI

1. Pendahuluan

Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya, dipergunakan sebagai tolok ukur penilaian penerapan pelaksanaan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.

Salah satu hal penting dalam menjamin mutu adalah melaksanakan sistem dokumentasi secara teratur dan konsisten.

Sistem dokumentasi yang direncanakan dan disetujui harus mempunyai tujuan utama yaitu untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Dokumentasi yang jelas dapat mencegah kesalahan yang mungkin timbul dari komunikasi lisan ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-hari.

Tujuan dokumentasi: a. Menjamin tersedianya spesifikasi semua bahan, metode pengujian, prosedur produksi dan

pengawasan mutu. b. Karyawan memahami tugas yang akan dikerjakan. c. Menjelaskan tanggung jawab dan wewenang personil. d. Menjamin personil yang berwenang mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk

membuat keputusan pelulusan. e. Sarana dalam pelaksanaan audit. f. Meningkatkan mutu. Secara umum, semua dokumen yang berhubungan dengan mutu dapat digolongkan menjadi: a. Pedoman Mutu.

Merupakan dokumen strategis yang menggambarkan sistem organisasi dalam memberikan jaminan mutu untuk mencapai kepuasan pelanggan.

b. Prosedur Mutu. Merupakan dokumen taktis yang menggambarkan kegiatan/operasi suatu organisasi dalam menerapkan kebijakan mutu yang telah ditetapkan.

c. Dokumen Penunjang atau Instruksi Kerja (IK). Merupakan dokumen operasional yang merinci langkah-langkah bagaimana kegiatan harus dilakukan atau bagaimana produk dapat diterima.

d. Catatan Mutu. Catatan Mutu merupakan catatan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan dapat berupa bagan dan data yang berhubungan dengan desain, produksi, inspeksi, pengujian, survei, audit, tinjauan atau hasil-hasil yang terkait.

Penjelasan mengenai Tingkatan Dokumen, Tujuan, Isi dan Pengguna Dokumen tercantum pada Lampiran IX. 1.

Dokumentasi Elektronik a. Sistem dokumentasi dapat juga dilakukan secara elektronik meliputi pencatatan secara

elektronik dan tanda tangan elektronik (ERES/Electronic Record Electronic Signature). b. Penggunaan sistem dokumentasi elektronik haruslah divalidasi, mempunyai sistem

keamanan, periode retensi, kebijakan tertulis termasuk mengenai orang yang bertanggung jawab terhadap program tersebut, serta sistem operasional dan sistem pengecekan peralatan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 160

c. Akses terhadap sistem elektronik dibatasi hanya untuk personil yang diberi kewenangan. d. Tanda tangan elektronik haruslah khusus untuk tiap individu dan harus diverifikasi

sebelum dijadikan tanda tangan yang mempunyai kewenangan. Harus ada sistem deteksi keamanan untuk mencegah penggunaan tanda tangan elektronik oleh orang yang tidak berwenang.

e. Salinan dokumen elektronik harus akurat dan lengkap, tetapi tidak perlu dengan format aslinya. Salinan harus divalidasi dan rujukan terkait (hyperlink reference) dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari salinan.

1.1 Dokumen adalah riwayat lengkap siklus pembuatan, dimulai dari bahan awal sampai

menjadi produk jadi dan merupakan catatan kegiatan tentang pemeliharaan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi primer dan hal-hal khusus yang terkait dengan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).

Dokumen harus dirancang, disiapkan, ditinjau kembali dan didistribusikan dengan tepat.

Semua dokumentasi harus disusun dalam suatu berkas dan dirawat untuk periode waktu tertentu.

Dokumen yang beredar harus merupakan dokumen yang berlaku pada saat itu. Diperlukan suatu sistem untuk menghindarkan terjadinya penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. Oleh karena itu jika ada dokumen yang sudah tidak berlaku lagi segera ditarik dari peredaran beserta salinannya dan diberi tanda TIDAK BERLAKU (obsolete). Dokumen asli harus disimpan atau diarsipkan.

1.2 Apabila terjadi atau ditemukan kekeliruan pada dokumen, hendaklah dikoreksi dengan

cara yang tepat. Tulisan atau catatan semula tidak boleh hilang dan koreksi ditulis disamping tulisan semula, diparaf dan dibubuhi tanggal pada dokumen asli. Salinan yang beredar ditarik untuk dikoreksi atau diganti dengan salinan dokumen asli yang telah dikoreksi.

Koreksi terhadap dokumentasi dengan sistem komputerisasi hanya dapat dilakukan oleh personil yang diberi kewenangan dengan menggunakan kata sandi.

1.3 Dokumen yang memuat instruksi, hendaklah ditulis dalam nada perintah serta disusun dalam langkah–langkah yang diberi nomor urut. Instruksi tersebut hendaklah jelas, tepat, tidak berarti ganda dan ditulis dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pemakai.

1.4 Dokumen harus diberi nomor, tanggal berlaku, tanggal dan tanda tangan disusun,

tanggal dan tanda tangan diperiksa, tanggal dan tanda tangan disetujui. Dokumen tidak boleh diubah tanpa izin personil yang diberi kewenangan.

1.5 Distribusi dokumen :

1.5.1 Dokumen yang didistribusikan hendaknya dokumen yang berlaku.

1.5.2 Dokumen induk harus disimpan oleh Bagian Produksi dan Pengawasan Mutu, sedangkan dokumen pendukung didistribusikan ke bagian yang terkait.

1.6 Tanggal revisi dicantumkan dalam dokumen yang baru dan setiap revisi harus disahkan

oleh bagian yang berwenang.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 161

Contoh Jenis-Jenis Dokumen dalam CPKB tercantum pada Lampiran IX.2 Contoh Prosedur Operasional Baku (POB) Penomoran Dokumen tercantum pada Lampiran IX.3 Contoh POB Cara Pembuatan POB tercantum pada Lampiran IX.4.

2. Spesifikasi

Spesifikasi menjelaskan karakteristik yang dipersyaratkan untuk bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi beserta parameter dan prosedur uji yang dipersyaratkan untuk mengevaluasi bahan/produk tersebut.

Semua spesifikasi harus disahkan oleh bagian yang berwenang (Kepala Bagian Pengawasan Mutu).

2.1 Spesifikasi Bahan Baku dan Bahan Pengemas.

2.1.1 Spesifikasi bahan baku hendaklah memuat:

2.1.1.1 Nama dan kode bahan baku. 2.1.1.2 Nama pemasok atau pabriknya. 2.1.1.3 Pemerian, karakteristik fisika dan kimia serta standar mikrobiologi, jika

ada. 2.1.1.4 Rujukan pustaka, monografi atau metode yang digunakan untuk

pemeriksaan dan pengujian. 2.1.1.5 Frekuensi pengujian ulang bahan yang disimpan, jika perlu. 2.1.1.6 Jenis pengujian spesifik yang diperlukan untuk pengujian ulang, jika

perlu. 2.1.1.7 Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan lain yang diperlukan. 2.1.1.8 Masa pakai (shelf life), jika perlu.

2.1.2 Spesifikasi Bahan Pengemas.

Spesifikasi bahan pengemas hendaklah memuat:

2.1.2.1 Nama dan kode bahan pengemas yang ditentukan dan digunakan oleh perusahaan.

2.1.2.2 Nama dan kode bahan pengemas yang diberikan pemasok. 2.1.2.3 Nama pemasok. 2.1.2.4 Pemerian antara lain jenis bahan, ketebalan, dimensi, warna dan teks. 2.1.2.5 Pengujian antara lain kekuatan. 2.1.2.6 Gambar teknis, jika perlu. 2.1.2.7 Rujukan pustaka, monografi atau metode pengujian yang digunakan

untuk pemeriksaan dan pengujian. 2.1.2.8 Frekuensi pengujian ulang bahan yang disimpan, jika perlu. 2.1.2.9 Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan lain yang diperlukan. 2.1.2.10 Masa pakai (shelf life), jika perlu.

2.2 Spesifikasi Produk Antara, Produk Ruahan dan Produk Jadi.

Spesifikasi produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai dengan bentuk sediaan dan tahap pembuatannya hendaklah memuat:

2.2.1 Nama dan kode produk yang ditentukan dan digunakan oleh perusahaan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 162

2.2.2 Bentuk sediaan (misal krem, gel, cair, dan lain-lain).

2.2.3 Pemerian (warna, bau), karakteristik fisika dan kimia serta standar mikrobiologi (jika ada).

2.2.4 Rujukan pustaka, monografi atau metode pengujian yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian, serta batas kadar yang diizinkan (jika ada).

2.2.5 Sifat fisika seperti bobot standar atau volume pengisian (termasuk nilai batas, pH, kekentalan, kepadatan, kekerasan, keregasan jika perlu).

2.2.6 Spesifikasi produk hendaklah juga mencakup jenis dan spesifikasi bahan pengemas yang digunakan serta tanggal uji ulang.

2.2.7 Kedaluwarsa jika ada.

2.2.8 Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan lain yang diperlukan.

3. Dokumen Produksi

3.1 Dokumen Induk

Dokumen induk merupakan kumpulan dokumen untuk setiap produk, yaitu Dokumen Produksi Induk dan Prosedur Produksi Induk.

3.1.1 Dokumen Produksi Induk

3.1.1.1 Dokumen Produksi Induk merupakan pedoman dasar untuk pembuatan setiap produk.

3.1.1.2 Dokumen Produksi Induk masing-masing produk harus disiapkan secara tertulis, disetujui dan diberi tanggal oleh yang membuat/mempunyai dokumen, yaitu Kepala Bagian atau orang yang diberi kewenangan oleh manajemen. Selanjutnya apabila memungkinkan diperiksa, diterima dan disetujui oleh pihak lain yang kompeten.

3.1.1.3 Dokumen Produksi Induk seharusnya mencakup:

3.1.1.3.1 Nama produk. 3.1.1.3.2 Deskripsi produk (bentuk sediaan, warna, bau, kemasan,

isi/volume/berat, dan sebagainya). 3.1.1.3.3 Ukuran bets. 3.1.1.3.4 Pernyataan tentang stabilitas. 3.1.1.3.5 Batas umur produk jika ada. 3.1.1.3.6 Tindakan pengamanan lain yang perlu dilaksanakan selama

pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. 3.1.1.3.7 Daftar semua bahan baku dan jumlah yang akan digunakan

untuk satu bets. 3.1.1.3.8 Daftar lengkap bahan pengemas yang akan digunakan dan

contohnya 3.1.1.3.9 Spesifikasi bahan awal, produk antara, produk ruahan dan

produk jadi. 3.1.1.3.10 Prosedur pengolahan dan pengemasan 3.1.1.3.11 Daftar peralatan dan mesin yang dipakai untuk pengolahan

dan pengemasan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 163

3.1.1.3.12 Pengawasan selama proses yang harus dilaksanakan selama pengolahan dan pengemasan beserta metodenya.

3.1.1.3.13 Hasil teoritis.

3.1.2 Prosedur Produksi Induk.

Prosedur Produksi Induk terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk yang merupakan pedoman pengolahan dan pengemasan yang lebih rinci untuk setiap produk dengan bets tertentu.

3.1.2.1 Prosedur Pengolahan Induk.

3.1.2.1.1 Prosedur Pengolahan Induk hendaklah memuat prosedur dan instruksi lengkap dan rinci mengenai pengolahan, termasuk pengawasan selama proses yang harus dilakukan Bagian Pengolahan dan Bagian Pengawasan Mutu, tindakan pengamanan dan hal–hal khusus yang perlu diperhatikan selama pengolahan dan penyimpanan produk antara dan produk ruahan. Dokumen ini hendaklah diberi tanggal dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi dan Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

3.1.2.1.2 Prosedur Pengolahan Induk hendaklah mencakup hal–hal sebagai berikut:

3.1.2.1.2.1 Nama dan kode produk kosmetik serta pemerian bentuk sediaan

3.1.2.1.2.2 Daftar lengkap bahan baku dengan menyebutkan nama dan kode yang spesifik untuk menunjukkan suatu karakteristik kualitas khusus dan atau monografi rujukan.

3.1.2.1.2.3 Bobot atau ukuran dalam sistem metrik dari tiap bahan baku untuk tiap ukuran bets.

3.1.2.1.2.4 Pernyataan mengenai pemakaian jumlah bahan baku yang dilebihkan yang sudah diperhitungkan.

3.1.2.1.2.5 Jumlah produk ruahan sisa yang boleh ditambahkan ke dalam bets berikutnya, jika diperlukan.

3.1.2.1.2.6 Jumlah bahan baku tertentu lainnya yang boleh digunakan untuk tiap satu bets kosmetik.

3.1.2.1.2.7 Pernyataan mengenai bobot atau ukuran teoritis yang mungkin diperoleh pada tahap pengolahan tertentu.

3.1.2.1.2.8 Pernyataan mengenai hasil teoritis produk ruahan yang diperoleh termasuk persentase maksimum dan minimum hasil nyata terhadap hasil teoritis yang diperbolehkan.

3.1.2.1.2.9 Lokasi pengolahan dan peralatan yang harus digunakan.

3.1.2.2 Prosedur Pengemasan Induk.

3.1.2.2.1 Prosedur Pengemasan Induk hendaklah:

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 164

3.1.2.2.1.1 Memuat prosedur dan instruksi lengkap dan rinci mengenai pengemasan, termasuk pengawasan dalam proses yang harus dilakukan Bagian Produksi dan Bagian Pengawasan Mutu, tindakan pengamanan dan hal–hal khusus yang perlu dilakukan dan diperhatikan selama pengemasan.

3.1.2.2.1.2 Menyediakan kolom untuk mencatat data hasil pelaksanaan pengemasan.

3.1.2.2.1.3 Dibuat oleh Supervisor Produksi, diperiksa secara terpisah oleh Kepala Bagian Produksi, lalu disetujui oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu, dan masing-masing membubuhi tanggal dan tanda tangan.

3.1.2.2.2 Prosedur Pengemasan Induk hendaklah mencakup hal–hal sebagai berikut:

3.1.2.2.2.1 Nama, nomor kode produk kosmetik dan pemerian produk ruahan.

3.1.2.2.2.2 Daftar lengkap wadah, tutup dan bahan pengemas lain, termasuk contoh label dan penandaan lainnya yang ditandatangani serta dibubuhi tanggal oleh petugas yang berwenang untuk memberi persetujuan atas kebenaran penandaan bahan pengemas tersebut.

3.1.2.2.2.3 Pernyataan mengenai hasil teoritis yang diperoleh termasuk persentase maksimum dan minimum hasil nyata terhadap hasil teoritis yang diperbolehkan.

3.1.2.2.2.4 Prosedur Rekonsiliasi antara produk ruahan dan bahan pengemas yang dikeluarkan.

3.1.2.2.2.5 Lokasi pengemasan dan peralatan yang harus digunakan.

3.2 Catatan Pembuatan Bets.

Catatan Pembuatan Bets adalah merupakan dokumen yang mencatat kronologis dibuatnya setiap bets produk. Dokumen ini terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets serta semua Catatan Pengujian Mutu yang dilakukan selama pembuatan setiap bets.

3.2.1 Catatan Pengolahan Bets.

Catatan Pengolahan Bets hendaklah dibuat untuk setiap bets dan mencakup data lengkap pelaksanaan pengolahan dan pengawasan dalam proses terhadap bets yang bersangkutan. Formulir Catatan Pengolahan Bets dapat berupa fotokopi/print out atau salinan dari Prosedur Pengolahan Induk yang kebenarannya telah diperiksa, dibubuhi tanggal dan ditandatangani oleh Penanggung Jawab Pengolahan.

Catatan Pengolahan Bets hendaklah menunjukkan bahwa setiap langkah pengolahan bets sebagaimana tercantum dalam Prosedur Pengolahan Induk telah selesai dilaksanakan dan diparaf oleh pelaksana, mencakup:

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 165

3.2.1.1 Nama dan kode produk serta pemerian bentuk sediaan.

3.2.1.2 Nomor bets.

3.2.1.3 Formula bets.

3.2.1.4 Prosedur Pengolahan secara jelas.

3.2.1.5 Tanggal mulai dan tanggal selesai pengolahan.

3.2.1.6 Identitas setiap peralatan utama dan identitas jalur atau lokasi yang digunakan.

3.2.1.7 Bobot atau volume sebenarnya dan nomor bets dari masing–masing bahan baku yang digunakan selama pengolahan dan paraf petugas yang menimbang atau mengukur serta paraf petugas yang melaksanakan pemeriksaan verifikasi.

3.2.1.8 Catatan atau label tentang pembersihan peralatan yang dipakai pengolahan.

3.2.1.9 Hasil pengawasan selama proses dan pengujian laboratorium.

3.2.1.10 Hasil nyata maupun persentase terhadap hasil teoritis pada tahap pengolahan tertentu.

3.2.1.11 Pengambilan contoh yang dilakukan dalam berbagai tahap pengolahan, termasuk jumlah yang diambil dan hasil pengujiannya.

3.2.1.12 Paraf petugas yang melakukan dan mengawasi langsung atau memeriksa setiap langkah pengolahan.

3.2.1.13 Rincian dan pengesahan tiap penyimpangan Prosedur Pengolahan Induk.

3.2.1.14 Persetujuan yang ditandatangani dan dibubuhi tanggal oleh petugas yang berwenang yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan pengolahan telah dilaksanakan berdasarkan Prosedur Pengolahan Induk dan bahwa variasi proses maupun hasilnya telah dijelaskan secukupnya.

3.2.1.15 Penyelidikan terhadap kegagalan ataupun penyimpangan yang spesifik (bila ada).

3.2.2 Catatan Pengemasan Bets.

Catatan Pengemasan Bets hendaklah dilakukan untuk setiap bets kosmetik dan mencakup data lengkap tentang pengemasan dan pengawasan bets yang bersangkutan. Formulir Catatan Pengemasan Bets dapat berupa fotokopi/print out atau salinan dari Prosedur Pengemasan Induk yang kebenarannya diperiksa, dibubuhi tanggal dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Produksi.

Catatan Pengemasan Bets hendaklah menunjukkan bahwa setiap langkah pengemasan bets sebagaimana tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk telah selesai dilaksanakan dan diparaf oleh pelaksana, mencakup:

3.2.2.1 Nama dan kode produk.

3.2.2.2 Nomor bets.

3.2.2.3 Tanggal mulai dan tanggal selesai pengemasan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 166

3.2.2.4 Identitas setiap peralatan utama dan identitas jalur atau lokasi yang digunakan.

3.2.2.5 Jumlah sebenarnya dan nomor bets dari masing–masing bahan pengemas dan produk ruahan yang digunakan dan paraf petugas yang menimbang atau menghitung serta paraf petugas yang melaksanakan pemeriksaan verifikasi.

3.2.2.6 Hasil pengawasan selama proses pengemasan.

3.2.2.7 Catatan atau label tentang pelaksanaan pembersihan peralatan yang dipakai.

3.2.2.8 Pemeriksaan kesiapan jalur pengemasan sebelum dan sesudah pemakaian oleh petugas yang berwenang.

3.2.2.9 Hasil nyata maupun persentase terhadap hasil teoritis pada waktu penyelesaian pengemasan.

3.2.2.10 Contoh lengkap bahan pengemas cetak dan catatan pemeriksaan termasuk semua bahan pengemas cetak yang telah diberi kode penandaan.

3.2.2.11 Pengambilan contoh yang dilakukan selama dan sesudah pengemasan termasuk jumlah contoh yang diambil.

3.2.2.12 Paraf petugas yang melakukan dan mengawasi langsung atau memeriksa setiap langkah pengemasan.

3.2.2.13 Hasil rekonsiliasi dan pemusnahan sisa bahan pengemas yang tidak terpakai.

3.2.2.14 Hasil pengujian produk yang telah dikemas.

3.2.2.15 Persetujuan yang ditandatangani dan diberi tanggal oleh petugas yang berwenang yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan pengemasan telah dilaksanakan berdasarkan Prosedur Pengemasan Induk dan bahwa penyimpangan proses maupun hasilnya telah dijelaskan secukupnya.

3.2.2.16 Penyelidikan terhadap kegagalan ataupun penyimpangan produksi.

3.3 Catatan Pengawasan Mutu.

3.3.1 Catatan pengawasan mutu terdiri dari :

3.3.1.1 Catatan Pengambilan Contoh.

Hendaklah dibuat Catatan Pengambilan Contoh Pengujian sesuai dengan Prosedur Pengambilan Contoh yang ditentukan.

3.3.1.2 Catatan dan Laporan Hasil Pengujian.

Hendaklah dibuat catatan mengenai hasil pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan baku dan bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan serta produk jadi sesuai metode pengujian yang ditetapkan. Catatan pengujian hendaklah juga mencantumkan pelulusan atau penolakan disertai tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian dan supervisor.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 167

Catatan Hasil Pengujian hendaklah memuat sebagai berikut :

3.3.1.2.1 Tanggal pelaksanaan pengujian. 3.3.1.2.2 Identifikasi bahan, termasuk kode kosmetik jika ada. 3.3.1.2.3 Nama pemasok. 3.3.1.2.4 Tanggal penerimaan/pembuatan. 3.3.1.2.5 Nomor bets. 3.3.1.2.6 Nomor kontrol laboratorium yang diberikan Bagian

Pengawasan Mutu, bila ada. 3.3.1.2.7 Jumlah yang diterima. 3.3.1.2.8 Tanggal pengambilan contoh dan jumlahnya. 3.3.1.2.9 Monografi atau rujukan metode pengujian yang digunakan

untuk pengujian. 3.3.1.2.10 Catatan hasil pengujian yang dilakukan dan dibubuhi tanggal

serta tanda tangan petugas yang melaksanakan pengujian dan supervisor.

3.3.1.2.11 Pelulusan atau penolakan dari Bagian Pengawasan Mutu yang diberi tanggal serta tanda tangan penanggung jawab.

3.3.1.2.12 Nomor laporan analisis yang diterbitkan untuk keputusan pelulusan atau penolakan.

3.3.1.2.13 Rujukan silang atau perbandingan dengan laporan analisis sebelumnya, jika perlu.

3.3.1.3 Sertifikat Analisis.

Sertifikat analisis merupakan salah satu bentuk catatan dan laporan hasil pengujian untuk keperluan eksternal (jika diperlukan) dan memuat sebagai berikut:

3.3.1.3.1 Nama dan alamat pabrik. 3.3.1.3.2 Nomor sertifikat. 3.3.1.3.3 Nama dan bentuk sediaan serta warna produk jadi. 3.3.1.3.4 Nomor bets pabrik. 3.3.1.3.5 Hasil pengujian, metode pengujian yang digunakan dan batas

kadar yang diizinkan. 3.3.1.3.6 Tanggal serta tanda tangan petugas yang melakukan analisis

dan Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

Contoh Sertifikat Analisis tercantum pada Lampiran VIII.12.

3.3.1.4 Catatan Uji Stabilitas

Catatan tentang uji stabilitas hendaklah memuat pula hal–hal sebagai berikut:

3.3.1.4.1 Nama produk. 3.3.1.4.2 Bentuk sediaan. 3.3.1.4.3 Nomor bets. 3.3.1.4.4 Jumlah bets yang diuji. 3.3.1.4.5 Pemerian lengkap bahan kemasan primer yang digunakan. 3.3.1.4.6 Masa dilakukannya uji stabilitas. 3.3.1.4.7 Kondisi penyimpanan pada pelaksanaan uji stabilitas, seperti

suhu dan kelembaban.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 168

3.3.1.4.8 Hasil pengujian setelah setiap masa penyimpanan tertentu. 3.3.1.4.9 Hasil pengujian dibandingkan dengan spesifikasi produk jadi

dan hasil pengujian awal. 3.3.1.4.10 Hasil uji cemaran mikroba. 3.3.1.4.11 Evaluasi hasil uji stabilitas. 3.3.1.4.12 Kesimpulan tentang masa edar.

3.3.1.5 Prosedur dan Catatan Pemantauan Partikel dan Jasad Renik.

Hendaklah dibuat Prosedur Pemantauan Partikel dan Jasad Renik, di daerah tertentu (untuk area produksi sediaan bayi dan sediaan sekitar mata) yang mencakup metode dan daerah yang dipantau, spesifikasi tingkat kebersihan ruangan. Hasil pemantauan hendaklah dicatat.

3.3.1.6 Catatan Penanganan Keluhan terhadap produk jadi.

Hendaklah dibuat catatan setiap keluhan dan laporan yang memuat:

3.3.1.6.1 Nama produk jadi. 3.3.1.6.2 Jenis keluhan dan laporan. 3.3.1.6.3 Contoh produk jadi yang bersangkutan. 3.3.1.6.4 Ringkasan keluhan dan laporan. 3.3.1.6.5 Hasil penyelidikan. 3.3.1.6.6 Evaluasi. 3.3.1.6.7 Tanggapan dan tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan.

3.3.1.7 Catatan Penanganan Produk Jadi Kembalian.

Tindak lanjut yang meliputi kriteria produk jadi yang dapat dimanfaatkan, diolah kembali atau dimusnahkan. Hasil penanganan produk jadi kembalian hendaklah dicatat.

3.3.1.8 Catatan Penarikan Kembali.

Hendaklah dibuat catatan tindakan penarikan kembali mencakup:

3.3.1.8.1 Nama produk jadi, nomor bets. 3.3.1.8.2 Tanggal dimulai dan selesainya penarikan kembali. 3.3.1.8.3 Alasan enarikan kembali. 3.3.1.8.4 Jumlah sisa dan jumlah yang didistribusikan dari bets atau lot

produk jadi yang bersangkutan pada tanggal awal penarikan kembali.

3.3.1.8.5 Jumlah produk jadi hasil penarikan kembali. 3.3.1.8.6 Tempat asal penarikan. 3.3.1.8.7 Pemusnahan dan Berita Acara Pemusnahan. 3.3.1.8.8 Laporan penarikan kembali dan pemusnahan termasuk

laporan kepada Pemerintah, jika diperlukan.

3.3.1.9 Catatan pemusnahan bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi yang ditolak.

Hendaklah dibuat catatan dan Berita Acara Pemusnahan Bahan Baku, Bahan Pengemas dan Produk Jadi yang memuat antara lain: 3.3.1.9.1 Nama, nomor bets dan bahan baku, bahan pengemas atau

produk jadi. 3.3.1.9.2 Asal bahan baku, bahan pengemas atau produk jadi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 169

3.3.1.9.3 Cara pemusnahan. 3.3.1.9.4 Nama petugas yang melaksanakan dan menyaksikan

pemusnahan. 3.3.1.9.5 Tanggal pemusnahan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 170

Lampiran IX.1

TINGKATAN DOKUMEN, TUJUAN, ISI DAN PENGGUNA DOKUMEN

Tingkat Dokumen Secara umum, semua dokumen yang berhubungan dengan mutu dapat digolongkan menjadi: 1. Pedoman Mutu 2. Prosedur Mutu 3. Dokumen Penunjang atau Instruksi Kerja 4. Catatan Mutu Semua tingkat dokumen dipadukan melalui sistem pencocokan silang untuk membentuk suatu jaringan dokumentasi terpadu.

1. Pedoman Mutu

Merupakan dokumen strategis yang menggambarkan sistem organisasi dalam memberikan jaminan mutu untuk mencapai kepuasan pelanggan.

1.1 Tujuan :

1.1.1 Untuk menggambarkan struktur sistem mutu 1.1.2 Untuk menyatakan kebijakan mutu dan tujuan organisasi

QSP #03

QSP #02

Prosedur Tetap Mutu

QSP #01

Pedoman Mutu

QM

WI #03 WI #02

Instruksi Kerja

WI #01

WP #03

WP #02

Protokol Uji

WP #01

STD #03

STD #02

Standar Mutu/

Spesifikasi

STD #01

CE #03

CE #02

Kode etik/ Kebijakan

Kerja

CE #01

IL #03 IL #02

Label Identitas

IL #01

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 171

1.1.3 Untuk menggambarkan bagaimana organisasi memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan

1.2 Pedoman Mutu berisi :

1.2.1 Pernyataan Kebijakan Mutu 1.2.2 Tujuan Mutu 1.2.3 Struktur organisasi termasuk tanggung jawab dan wewenang 1.2.4 Prosedur-prosedur, instruksi-instruksi dan bahan-bahan lain yang dipakai untuk

menerapkan manajemen mutu.

1.3 Pengguna :

1.3.1 Seluruh karyawan dari suatu organisasi 1.3.2 Pihak luar, auditor maupun pelanggan

2. Prosedur Mutu

Merupakan dokumen taktis yang menggambarkan kegiatan/operasi suatu organisasi dalam menerapkan kebijakan mutu yang telah ditetapkan.

2.1 Tujuan :

Memberikan penjelasan secara rinci bagaimana kegiatan harus dilakukan, diawasi dan dicatat dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Prosedur Mutu menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

2.1.1 Proses dan tujuan 2.1.2 Tempat aktivitas berlangsung 2.1.3 Penanggung Jawab kegiatan 2.1.4 Waktu kegiatan selesai, urutan kerja, frekuensi, dan sebagainya. 2.1.5 Cara penyelesaian kegiatan mengikuti pola Instruksi Kerja atau dokumen referensi

lainnya 2.1.6 Rujukan dokumen terkait

2.2 Pengguna :

2.2.1 Semua karyawan yang mengatur dan melaksanakan proses

3. Instruksi Kerja

Merupakan dokumen operasional yang merinci langkah-langkah kegiatan yang dilakukan atau cara pelulusan produk.

3.1 Tujuan :

3.1.1 Merupakan dokumen instruksi, langkah demi langkah sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas/operasi sehari-hari oleh karyawan di setiap fungsi.

3.1.2 Digunakan secara departemental, setiap tugas atau setiap lini.

3.2 Instruksi Kerja berisi:

3.2.1 Rincian penjelasan suatu perintah untuk menyelesaikan pekerjaan, rincian penanganan metode, peralatan atau mesin

3.2.2 Berhubungan dengan masalah-masalah teknis dan menekankan pada operasi, inspeksi dan pengujian.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 172

3.3 Pengguna :

3.3.1 Seluruh karyawan yang menjalankan tugas yang telah ditentukan.

3.4 Format :

3.4.1 Lembar kerja, contoh, daftar periksa 3.4.2 Alat bantu visual (tape, video, ilustrasi, foto)

4. Catatan Mutu

4.1 Catatan Mutu, termasuk bagan dan data yang berhubungan dengan desain, inspeksi, pengujian, survei, audit, tinjauan atau hasil-hasil yang terkait harus disimpan dan dipelihara sebagai bukti penting untuk menunjukkan:

4.1.1 Efektifitas pelaksanaan sistem mutu; 4.1.2 Bahwa produk atau pelayanan yang dihasilkan atau diberikan sudah sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan.

4.2 Catatan Mutu harus :

4.2.1 mudah dibaca dan jelas;

4.2.2 mencantumkan tanggal;

4.2.3 mudah dikenali dan diambil dari tempat penyimpanan;

4.2.4 mempunyai status pengesahan;

4.2.5 disimpan dalam waktu yang ditentukan;

4.2.6 dilindungi dari kerusakan dan keusangan selama penyimpanan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 173

Lampiran IX.2

JENIS-JENIS DOKUMEN DALAM CPKB

PEDOMAN MUTU

Metode Analisa

Catatan : • Biru : Instruksi Kerja (Standar, spesifikasi

dan prosedur ) • Merah : Catatan

Catatan Pemusnahan Produk

Catatan Penanganan Produk Kembalian Catatan Penarikan Produk

Catatan Keluhan

Catatan Pengolahan Bets

Catatan distribusi

Dokumen Pembuatan Induk

Spesifikasi/ Standar

PROSEDUR MUTU

Protokol Validasi Catatan

Protokol Kerja

Bahan baku dan bahan pengemas Ruahan

Produk Jadi

Catatan dan laporan hasil uji

Catatan Uji stabilitas

Catatan Sampling

Catatan pemantauan mikroba dan partikel

Status peralatan Status Bahan Status produk

Label/ Identitas

Formula Induk

Prosedur Pengolahan Induk Prosedur Pengemasan Induk

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 174

Lampiran IX.3 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENOMORAN DOKUMEN

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

PENOMORAN DOKUMEN Nomor : …………

NAMA PERUSAHAAN

.................................. BAGIAN

..................................... SEKSI

.................................... Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh ……………………

Tanggal …………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal ………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal …………………….

Mengganti Nomor …………………

Tanggal …………………

1. Tujuan

Untuk menyeragamkan sistem penomoran semua dokumen CPKB.

2. Ruang Lingkup Prosedur berlaku untuk semua penomoran dokumen CPKB.

3. Tanggung Jawab

3.1. Kepala Pengawasan Mutu bertanggung jawab dalam menentukan sistem penomoran untuk semua dokumen CPKB.

3.2. Semua personil yang terkait dalam penulisan, perbaikan atau persetujuan dokumen harus memahami dan mengikuti prosedur ini..

3.3. Kepala Bagian atau personil yang menyiapkan dokumen bertanggung jawab untuk menjamin bahwa nomor dokumen sesuai dengan dokumen yang bersangkutan.

4. Prosedur

4.1. Nomor dokumen biasanya diawali dengan huruf: ÿ QM : Quality Manual ÿ SOP : Standard Operation Procedure/Prosedur Operasional Baku ÿ WI : Work Instruction/Instruksi Kerja ÿ ST : Standard Test Method/Metode Uji Baku ÿ SP : Standard Specification/Spesifikasi Baku ÿ WP : Work Protocol ÿ WP : Working Policy or Code Ethic/Kode Etik ÿ IL : Identity Label/Label Identitas Diikuti dengan tanda, yang menunjukkan jenis dokumen.

4.2. Nomor dokumen terdiri dari dua huruf yang diikuti dengan tiga digit angka. 4.3. Dua huruf pertama singkatan dari Bagian yang bersangkutan atau kode penandaan

fungsional seperti: ÿ GM : General Management/Bagian Umum ÿ AM : Administration Management /Bagian Administrasi ÿ LB : Laboratory/Laboratorium ÿ PD : Production Department/Bagian Produksi ÿ QC : Quality Control/Bagian Pengawasan Mutu ÿ WH : Warehouse/Bagian Gudang Contoh, “SOP No: PD 003” menunjukkan bahwa dokumen ini jenis SOP yang merupakan dokumen SOP ketiga yang dikeluarkan Bagian Produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 175

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENOMORAN DOKUMEN

Nomor : …………

NAMA PERUSAHAAN

...................................... BAGIAN

....................................... SEKSI

................................ Tanggal berlaku …………………

Disusun oleh ………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal ………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal …………………….

Mengganti Nomor ………………

Tanggal ………………

4.1. Tiga digit angka selanjutnya menunjukkan urutan dokumen bersangkutan dimulai dari

”001”.

4.2. Sub-kategori yang lain mungkin digunakan sesuai dengan kebutuhan setiap bagian. Sub-kategori bagian khusus harus secara jelas diuraikan dalam POB.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 176

Lampiran IX.4 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

CARA PEMBUATAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

NAMA PERUSAHAAN

...................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU CARA PEMBUATAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

Halaman 1 dari 3 Nomor ……………… Tanggal berlaku ……………………......

BAGIAN ..................................

SEKSI .................................

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

1. TUJUAN Menetapkan suatu bentuk standar untuk penulisan “PROSEDUR OPERASIONAL

BAKU” (POB) dan cara merevisinya. 2. PROSEDUR

2.1. POB hendaknya ditulis dengan kalimat aktif dan sesingkat mungkin dengan kata yang jelas dan tegas.

2.2. POB hendaknya memuat hal-hal sebagai berikut: 2.2.1. Pengantar yang berisi antara lain nomor dan tanggal diterbitkannya POB,

atau nomor pengganti POB lama, judul, nomor halaman, penyusunan, bagian yang menyetujui, seksi dan tanggal revisi POB.

2.2.2. Keterangan mengenai tujuan POB. 2.2.3. Paragraf standar yang dimaksudkan untuk menekankan pada pemakai

dokumen tersebut bahwa mereka bertanggung jawab untuk memahami isinya dan memberitahukan setiap masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan antara lain: setiap kesalahan atau hal yang tidak konsisten yang terdapat dalam POB. Contoh: Bila dalam POB ada yang tidak dimengerti atau tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan yang tertulis, segera beritahukan kepada supervisor.

2.2.4. Instruksi yang jelas dan tepat tentang cara melakukan kegiatan yang dimaksud.

2.3. Dalam beberapa hal ada baiknya untuk menyebutkan penanggung jawab atas

prosedur tertentu dalam suatu kolom terpisah di bagian kanan pada teks dokumen. Hal ini memungkinkan pemberian tanggung jawab lebih spesifik dari yang tersebut di dalam pengantar umum.

2.4. Daftar distribusi POB.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 177

NAMA

PERUSAHAAN ...................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU CARA PEMBUATAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

Halaman 2 dari 3 Nomor ……………… Tanggal berlaku ……………………......

BAGIAN .......................................

SEKSI ..................................

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

3. PENOMORAN

3.1. Contoh Penomoran POB 100 – 199 : Bagian Umum 200 – 299 : Bagian Pengemasan 300 – 399 : Bagian Pengolahan 400 – 499 : Bagian Teknik dan Perawatan 500 - 599 : Bagian Pengawasan Mutu 600 – 699 : Bagian Gudang

Penentuan untuk bagian–bagian ini dapat dilakukan oleh manajer yang bersangkutan. Penomoran POB ini dapat juga menggunakan singkatan huruf sebagaimana tercantum

dalam Contoh POB Penomoran Dokumen lihat Lampiran IX.3.

3.2. Setiap kali diadakan revisi, pada nomor POB diberi nomor tambahan yang menunjukkan nomor revisi. Jadi suatu POB revisi yang berikutnya menjadi nomor: 699.02 dan seterusnya.

4. PENERBITAN DAN DISTRIBUSI

4.1. Setiap akan diterbitkan atau diperbaharui, suatu POB terlebih dahulu harus dibicarakan dengan bagian yang bersangkutan.

4.2. Salinan POB baru atau yang diperbaharui hendaknya diserahkan ke Bagian Pengawasan Mutu jika ada hubungannya dengan mutu.

4.3. Rancangan POB hendaknya diedarkan kepada semua pihak yang berkepentingan untuk diberi komentar dan saran.

4.4. Setelah mendapatkan persetujuan akhir, POB didistribusikan kepada semua pihak yang berkepentingan dan dokumen asli disimpan dalam suatu arsip khusus yang bersangkutan.

4.5. Jika diperlukan, satu salinan POB ditempatkan di dekat peralatan agar dapat digunakan sebagai rujukan. Hal ini juga harus dicatat pada daftar distribusi. POB hendaknya dilaminasi dengan plastik untuk perlindungan.

4.6. Salinan dari POB hendaknya dicetak pada kertas yang berwarna agar mudah dikenal dan untuk mengetahui adanya salinan yang tidak disahkan.

4.7. Jika suatu POB merupakan POB yang diperbaharui, maka manajer yang bersangkutan menarik kembali semua dokumen lama dan dimusnahkan.

4.8. Dokumen induk dari setiap POB yang telah diperbaharui, disimpan dalam arsip khusus di bagian yang bersangkutan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 178

NAMA PERUSAHAAN

...................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU CARA PEMBUATAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

Halaman 3 dari 3 Nomor ……………… Tanggal berlaku ……………………......

BAGIAN ....................................

SEKSI ..................................

Disusun oleh ……………………... Tanggal ...................................

Diperiksa oleh ……………………....... Tanggal .......................................

Disetujui oleh ……………....………. Tanggal ......................................

Mengganti Nomor ……………….............. Tanggal ......................................

5. PENINJAUAN KEMBALI

5.1. Setiap POB hendaknya ditinjau kembali secara berkala. 5.2. Jika tidak diperlukan perubahan, maka manajer bersangkutan harus membubuhkan

paraf dan tanggal pada Dokumen Induk sebagai tanda tidak diperlukan tindakan lebih lanjut.

5.3. Jika diperlukan suatu perubahan, maka seluruh POB hendaknya ditulis ulang dan diberi nomor revisi yang baru. Tidak dibenarkan untuk merubah hanya 1 (satu) halaman atau 1 (satu) bagian saja.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 179

X. AUDIT INTERNAL

Audit Internal adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek yang berhubungan dengan pengendalian mutu produk sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan dalam pelaksanaannya guna peningkatan mutu yang berkesinambungan.

Audit Internal dilakukan oleh tim internal perusahaan beranggotakan minimal 3 (tiga) orang atau oleh auditor profesional independen yang ditunjuk oleh perusahaan. Anggota tim audit internal perusahaan sebaiknya berasal dari bagian yang berbeda.

Ruang lingkup audit internal mencakup:

1. Personalia 2. Bangunan dan Fasilitas 3. Peralatan 4. Sanitasi dan Higiene 5. Produksi 6. Pengawasan Mutu 7. Dokumentasi 8. Audit Internal 9. Penyimpanan 10. Kontrak Produksi dan Pengujian 11. Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Ruang lingkup audit internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor bila perlu. Semua kegiatan ini harus didokumentasikan, dilaporkan dan ditindaklanjuti.

Pimpinan perusahaan menunjuk seorang ketua tim audit internal untuk menyelenggarakan audit internal yang bertugas: 1. Membentuk tim auditor yang terdiri dari wakil setiap bagian dan sebaiknya tim auditor

mengikutsertakan seorang dari manajemen pabrik yang bila perlu dapat mengambil keputusan langsung di tempat dan mempunyai wewenang memerintahkan segera dilakukan perbaikan yang perlu.

2. Menentukan jadwal audit. 3. Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan seperti dokumen Daftar Induk Periksa Audit dan

sebagainya. 4. Memantau pelaksanaan audit internal. 5. Menerima laporan audit internal dari tim audit untuk dianalisa sebagai bahan pembahasan dalam

pertemuan dengan manajemen. 6. Merangkum hasil audit, membuat kesimpulan dan melakukan identifikasi atas pelaksanaan CPKB. 7. Membuat usulan perbaikan dan tindakan pencegahan kepada pimpinan perusahaan dan memantau

pelaksanaannya. 8. Memantau penerapan tindakan perbaikan sebagai tindak lanjut atas temuan audit internal yang ada. Audit internal sebaiknya dilaksanakan secara berkala, minimal 1 kali setahun untuk seluruh aspek CPKB atau bilamana perlu dapat dilakukan secara parsial sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 180

Contoh Prosedur Operasional Baku (POB) Audit internal tercantum pada Lampiran X.1. Contoh Daftar Periksa Audit internal tercantum pada Lampiran X.2. Contoh Laporan Audit internal tercantum pada Lampiran X.3.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 181

Lampiran X.1 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU AUDIT INTERNAL

Halaman 1 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

AUDIT INTERNAL Nomor ………………

NAMA

PERUSAHAAN

...................................... BAGIAN

................................ SEKSI

................................ Tanggal berlaku ……….…………………..

Disusun oleh ………………………… Tanggal …………………………

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ……………………

Disetujui oleh ……………………. Tanggal …………………….

Mengganti nomor …………………………… Tanggal ……………………………

1. Tujuan

POB ini bertujuan agar sistem audit internal dapat: 1.1 Mengevaluasi fasilitas produksi dan operasinya apakah sesuai dengan CPKB dan menemukan

kekurangan yang harus diperbaiki. 1.2 Melaksanakan inspeksi secara teratur dan sistematik untuk mengevaluasi apakah semua aspek

dalam operasi produksi dan pengawasan mutu memenuhi CPKB.

2. Ruang Lingkup

Audit internal mencakup aspek CPKB sebagai berikut: 2.1 Personalia 2.2 Bangunan dan Fasilitas 2.3 Peralatan 2.4 Sanitasi dan Higiene 2.5 Produksi 2.6 Pengawasan Mutu 2.7 Dokumentasi 2.8 Audit Internal 2.9 Penyimpanan 2.10 Kontrak Produksi dan Pengujian 2.11 Penanganan keluhan dan Penarikan Produk

3. Tanggung Jawab

Tim audit internal yang dipimpin oleh Ketua Tim bertanggung jawab untuk melaksanakan audit internal.

4. Prosedur

Tahapan pelaksanaan audit internal adalah sebagai berikut: 4.1 Siapkan jadwal dan area yang akan diaudit 4.2 Tentukan tim yang akan melaksanakan audit internal 4.3 Siapkan daftar induk periksa 4.4 Catat semua temuan 4.5 Buat laporan temuan dan rekomendasi rencana perbaikan dan tindak lanjut 4.6 Bagikan laporan kepada Kepala Bagian atau bagian yang bersangkutan 4.7 Siapkan daftar dan rencana perbaikan 4.8 Monitor pelaksanaan terhadap perbaikan yang direkomendasikan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 182

Halaman 2 dari 2 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU AUDIT INTERNAL Nomor ………………

NAMA

PERUSAHAAN ........................................

BAGIAN ..............................

SEKSI ................................

Tanggal berlaku ……….…………………..

Disusun oleh ………………………… Tanggal …………………………

Diperiksa oleh …………………… Tanggal ……………………

Disetujui oleh ……………………. Tanggal …………………….

Mengganti nomor …………………………… Tanggal ……………………………

1. Distribusi

POB ini didistribusikan kepada: 5.1 Kepala Pabrik 5.2 Kepala Pengawasan Mutu 5.3 Kepala Bagian Produksi 5.4 Kepala Bagian Teknik

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 183

Lampiran X.2 (Contoh)

DAFTAR PERIKSA AUDIT INTERNAL

A. PERSONIL

1. Tes apa saja yang dilakukan pada waktu penerimaan? ..................................

2. Apakah ada tes kesehatan dan pemeriksaan apa saja yang dilakukan?

3. Apakah personil yang bekerja diperiksa kesehatan secara periodik?

4. Bagaimana melakukan evaluasi atas kesehatan personil? ..................................

5. Apakah ada pelatihan yang dijadwal secara teratur? Bila ada sebutkan! ..................................

6. Apakah pelatihan diberikan kepada seluruh personil pabrik?

7. Apakah materi pelatihan mencakup CPKB?

8. Apakah pelatihan diberikan oleh pelatih yang kompeten?

9. Bagaimana melakukan evaluasi pelatihan? ..................................

B. BANGUNAN

1. Apakah rancangan tata letak bangunan pabrik kosmetik sesuai dengan CPKB?

2. Apakah ada tempat yang memadai untuk menyimpan bahan baku dan kemasan?

3. Apakah area pengolahan memadai dan tata letaknya sesuai dengan alur proses, persyaratan kebersihan/higienis/keamanan/kesehatan kerja?

4. Apakah tempat-tempat tersebut hanya digunakan untuk tujuan yang dimaksud?

5. Apakah area pengolahan dan ruang penyimpanan telah dirancang bangun sedemikian rupa sehingga mencegah masuknya binatang dari luar?

6. Apakah bangunan dilengkapi dengan penerangan, ventilasi, pengatur suhu (pendingin atau pemanas) ruangan dan pengatur kelembaban yang cukup?

7. Apakah suhu dan kelembaban ruangan dapat dimonitor sesuai dengan tujuan pengolahan?

8. Apakah dinding, langit-langit dan lantai dibangun sedemikian rupa sehingga tidak melepaskan partikel ke ruangan?

9. Apakah mudah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi?

10. Apakah letak toilet telah dirancang bangun sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai akses langsung ke area produksi?

11. Apakah ada jadwal perbaikan/perawatan bangunan?

* *) Keterangan : 1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5 *

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 184

C. PERALATAN

1. Apakah rancang bangun peralatan sesuai dengan tujuan?

2. Apakah peralatan terbuat dari material yang tidak bereaksi atau menyerap bahan?

3. Apakah peralatan mudah dibersihkan atau didesinfeksi?

4. Apakah ada langkah-langkah pencegahan terhadap pencemaran bahan/produk akibat penggunaan peralatan selama pengolahan misal tetesan oli, kebocoran katup, dll.?

5. Apakah perawatan peralatan dilakukan secara teratur dengan metode yang disetujui?

6. Apakah catatan perawatan alat disimpan?

7. Apakah kebersihan peralatan diperiksa secara mikrobiologi pada selang waktu tertentu?

D. SANITASI

1. Apakah kebersihan bangunan dan peralatan sudah sesuai dengan persyaratan (tidak berdebu, kering, tidak basah atau ada genangan air, tidak ada sarang laba- laba, serangga dan lain-lain)?

2. Apakah bebas dari timbunan sampah?

3. Apakah ada program sanitasi tertulis?

4. Area mana saja yang harus dibersihkan?

5. Ada berapa jenis pembersihan dan frekwensi waktu pembersihan? 6. Apakah ada pencatatan pelaksanaan pembersihan dan sanitasi?

7. Apakah ada aturan dilarang makan, minum, merokok, mengunyah dan meludah di area pengolahan?

8. Apakah jumlah kamar kecil dan fasilitas pencuci tangan cukup memadai dibandingkan dengan jumlah personil?

9. Apakah tersedia kamar ganti pakaian memadai?

10. Apakah tersedia ruang istirahat memadai? 11. Apakah penentuan bilangan kuman ruangan dilakukan secara teratur?

12. Apakah catatan tentang penentuan bilangan kuman tersebut disimpan? 13. Apakah ada langkah-langkah pencegahan terhadap pencemaran produk atau

wadah selama pengolahan?

E. BAHAN BAKU

1. Apakah catatan-catatan tentang bahan baku disimpan? 2. Apakah catatan-catatan tersebut menguraikan antara lain tentang: 2.1 Sumber bahan baku dan tanggal penerimaan?

2.2 Nama, nomor identitas bahan baku dan jumlah?

2.3 Tanggal diluluskan dan tanggal uji ulang?

2.4 Tanggal kedaluwarsa?

2.5 Nama dan nomor bets produk yang dibuat dengan bahan baku tersebut? * *) Keterangan :

1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 185

1. Apakah wadah-wadah: 3.1 Ditandai dengan benar? 3.2 Tidak rusak, dapat melindungi dan mempertahankan sifat fisika dan kimia

isinya?

2. Apakah bahan baku disimpan dengan baik?

3. Apakah contoh setiap bahan baku diperiksa oleh Bagian Pengawasan Mutu?

4. Apakah ada POB Pemeriksaan Bahan Baku?

5. Apakah telah diberi penandaan (label) yang sesuai?

6. Apakah bahan baku yang ditolak telah diberi penandaan yang jelas dan disimpan di tempat khusus (area barang yang ditolak) atau terpisah?

7. Apakah air yang digunakan untuk produksi sudah sesuai dengan persyaratan?

F. PELAKSANAAN KEGIATAN PENGOLAHAN

1. Apakah pelaksanaan kegiatan pengolahan dan pengawasan selama proses diawasi oleh tenaga pengawas yang kompeten?

F.1. Kebersihan 1. Apakah sebelum penggantian produk atau setiap selang waktu tertentu dilakukan

pemeriksaan untuk memastikan bahwa semua peralatan telah dibersihkan?

2. Apakah semua mixer dan tangki penyimpanan diberi penandaan status kebersihannya dengan jelas?

3. Apakah peralatan pengolahan lainnya diberi penandaan status kebersihan dengan jelas?

4. Apakah pada semua mixer dan tangki penyimpanan sudah dicantumkan data identitas bets (nama, nomor bets, tanggal pembuatan, kuantitas) dari produk yang sedang dikerjakan?

F.2. Pencegahan Pencemaran 1. Apakah kegiatan pengolahan produk sudah dilakukan di area pengolahan yang

telah ditentukan?

2. Apakah pelaksanaan kegiatan pengolahan produk tertentu dibatasi hanya di area yang telah ditentukan?

3. Apakah keseluruhan peralatan hanya dipakai di area yang bersangkutan?

4. Jika syarat tersebut di atas tidak ada, apakah diambil langkah-langkah pengaturan yang cukup untuk mencegah kontaminasi atau pencampurbauran?

5. Apakah tersedia sistem pembuangan udara yang memadai?

6. Apakah ada pencegahan kembalinya udara tercemar, misalnya dengan memasang saringan pada alat penghisap debu?

7. Apakah personil mencuci tangan dengan sabun sebelum memasuki area pengolahan?

8. Apakah personil di area pengolahan mengenakan pakaian kerja bersih dengan topi, penutup mulut, sarung tangan dan alas kaki?

F.3. Personil Pengolahan 1. Apakah personil pengolahan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala? 2. Sudahkah diambil langkah-langkah pencegahan bagi personil yang sedang sakit,

luka terbuka, batuk dan lain-lain untuk tidak melaksanakan kegiatan pengolahan?

* *) Keterangan : 1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 186

F.4. Prosedur Pengolahan dan POB

1. Apakah disusun di bawah pengawasan langsung Penanggung Jawab Produksi atau Pengawasan Mutu dan disahkan oleh Manajemen?

2. Apakah prosedur tersebut mengandung informasi sebagai berikut:

2.1 Nama dan bentuk produk.

2.2 Identifikasi wadah akhir, bahan pengemas dan label.

2.3 Identitas dan atau nomor produk, jumlah semua bahan awal yang akan dipakai.

2.4 Hasil teoritis tiap tahap pengolahan.

2.5 Batas-batas hasil yang dibolehkan.

2.6 Instruksi pengolahan dan penyimpanan yang rinci. F.5. Catatan Pengolahan Bets 1. Apakah ada catatan pengolahan untuk setiap bets produk? 2. Apakah catatan itu memuat: 2.1. Keterangan lengkap mengenai riwayat pengolahan produk yang

bersangkutan yang menunjukkan bahwa bets tersebut telah dibuat menurut Prosedur Induk.

2.2. Nama dan bentuk sediaan. 2.3. Tanggal pembuatan. 2.4. Nomor bets. 2.5. Formula lengkap bets. 2.6. Nomor bets semua bahan baku.

2.7. Hasil nyata yang diperoleh untuk tiap pengolahan dibandingkan dengan hasil teoritis.

2.8. Catatan yang ditandatangani pada setiap tahap, pengamanan yang dilakukan dan observasi khusus bila ada.

2.9. Catatan tentang semua pengawasan dalam proses dan hasil yang diperoleh. 2.10. Rekonsiliasi bahan pengemas dan produk jadi. 2.11. Contoh dan atau identitas bahan pengemas. 2.12. Tanggal dan tanda tangan penanggung jawab pengolahan atas kegiatan

pengolahan.

F.6. Penyimpanan Catatan Pengolahan Bets dan Contoh Pertinggal 1. Apakah catatan pengolahan disimpan untuk suatu masa yang cukup (paling tidak

selama 1 (satu) tahun setelah masa shelf life produk)?

2. Apakah telah disimpan contoh pertinggal? * *) Keterangan :

1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 187

F.7. Penandaan dan Pengemasan

1. Apakah ruang penyimpanan bahan pengemas (bahan pengemas tercetak, etiket) hanya boleh dimasuki oleh personil yang mendapat izin?

2. Apakah bahan pengemas: 2.1 Diberi identitas dan disimpan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah

tertukar atau tercampur baur?

2.2 Diperiksa dan diluluskan sebelum dipakai?

2.3 Diserahkan hanya jika ada permintaan tertulis?

2.4 Jumlah yang diserahkan sesuai dengan yang diminta?

2.5 Diperiksa sebelum dipakai untuk memastikan bahan pengemas tersebut benar untuk produk yang bersangkutan?

1. Jika produk dikemas sebelum diluluskan apakah distribusinya ditunda sampai seluruh pemeriksaan selesai?

2. Apakah ada tindakan pencegahan kesalahan dalam pengemasan? 3. Apakah ada pengendalian terhadap jumlah bahan pengemas yang dipakai dengan

jumlah produk yang dikemas?

4. Jika batas-batas hasil pengemasan dilampaui, apakah dicari sebabnya? 5. Apakah identitas kemasan yang sudah selesai mencantumkan: 7.1. Semua informasi yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-undangan. 7.2. Nomor bets 7.3. Tanggal kedaluwarsa atau tanggal pembuatan

7.4. Rincian lain yang perlu F.8. Sistem Pengawasan Mutu 1. Apakah pengawasan mutu dilaksanakan sendiri? 2. Apakah pengawasan mutu dilaksanakan oleh suatu bagian yang terpisah dari

pengolahan?

3. Apakah ada mekanisme kontrol terhadap pengawasan mutu apabila dilakukan oleh pihak ketiga?

4. Apakah Bagian Pengawasan Mutu: 4.1 Otonom dan independen dalam lingkup tanggung jawabnya?

4.2 Mempunyai personil dalam jumlah dan kompetensi yang cukup? 4.3 Dilengkapi dengan peralatan yang cukup untuk melaksanakan semua

pengujian?

4.4 Dipimpin dan diawasi oleh tenaga kompeten yang mengemban tanggung jawab terakhir untuk menerima atau menolak setiap bahan dan produk yang diuji?

4.5 Diberitahu secara tertulis setiap perubahan prosedur produksi dan instruksi kerja oleh bagian yang berwenang?

4.6 Membuat instruksi kerja secara tertulis untuk pelaksanaan pengujian dan analisis?

* *) Keterangan : 1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 188

4.1 Memeriksa dan meluluskan atau menolak bahan baku? 4.2 Memeriksa dan meluluskan atau menolak produk antara dan produk

ruahan?

4.3 Memeriksa dan meluluskan atau menolak produk jadi?

4.4 Memeriksa dan meluluskan atau menolak bahan pengemas?

4.5 Menilai kondisi penyimpanan memadai atau tidak?

4.6 Melaksanakan uji stabilitas? 4.7 Menetapkan tanggal kedaluwarsa dan ketentuan penyimpanan berdasarkan

uji stabilitas?

4.8 Menetapkan dan merevisi Prosedur Pengujian dan spesifikasi? 4.9 Menentukan apakah produk kembalian dapat didaur ulang atau

dihancurkan?

4.10 Mengambil contoh sesuai dengan prosedur yang ditetapkan? 4.11 Menyimpan contoh yang cukup sebagai contoh pertinggal sesuai dengan

kemasan yang akan beredar di pasaran?

4.12 Memberi label yang benar pada contoh pertinggal?

4.13 Menyimpan catatan analisis? F.9. Catatan Analisis 1. Apakah catatan analisis memuat: 1.1. Suatu keputusan akhir yang menetapkan bahwa bets yang diperiksa sesuai

atau tidak dengan spesifikasi?

1.2. Sumber spesifikasi? 1.3. Tanda tangan petugas yang melakukan pemeriksaan? 1.4. Penilaian akhir dan tanggal serta tanda tangan pendamping dari tenaga

kompeten penanggung jawab?

F.10. Audit Internal

1. Apakah dilakukan audit internal secara teratur sesuai CPKB? 2. Apakah ada pencatatan? 3. Apakah ada laporan hasil audit dan tindak lanjut?

F.11. Catatan Distribusi 1. Jika ada penarikan kembali produk, dapatkah distribusi bets tersebut ditelusuri

kembali?

2. Apakah catatan distribusi setiap bets tersimpan dengan baik? 3. Apakah catatan distribusi tersebut dapat digunakan untuk menelusuri kembali

bets yang bersangkutan?

* *) Keterangan : 1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 189

F.12. Keluhan dan Laporan

1. Apakah keluhan mengenai produk:

1.1. Diteruskan ke alamat yang bertanggung jawab di lingkungan perusahaan? 1.2. Disampaikan ke kantor lain di luar perusahaan? 1.3. Diperiksa secara menyeluruh?

1.4. Diambil tindakan yang perlu sesuai CPKB?

1.5. Apakah catatan keluhan produk disimpan dengan baik? * *) Keterangan :

1. Ya; 2.Tidak perlu; 3.Sebagian; 4.Tidak ; 5. Diragukan

1 2 3 4 5*

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 190

Lampiran X.3 (Contoh)

LAPORAN AUDIT INTERNAL

LAPORAN AUDIT INTERNAL

Tim Audit : 1. ……………………………….. Bagian ………………………… 2. ……………………………….. Bagian ………………………… 3. ……………………………….. Bagian ………………………… HASIL PEMANTAUAN:

1. Hasil Pemantauan Data Pabrik …………………………………………………………………………………

2. Hasil Pemantauan Program Perencanaan Pembuatan …………………………………………………………………………………

3. Hasil Pemantauan Personalia …………………………………………………………………………………

4. Hasil Pemantauan Bangunan …………………………………………………………………………………

5. Hasil Pemantauan Peralatan …………………………………………………………………………………

6. Hasil Pemantauan Sanitasi …………………………………………………………………………………

7. Hasil Pemantauan Bahan awal …………………………………………………………………………………

8. Hasil Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan Produksi …………………………………………………………………………………

9. Hasil Pemantauan Higienis …………………………………………………………………………………

10. Hasil Pemantauan Pencegahan Pencemaran …………………………………………………………………………………

11. Hasil Pemantauan Perilaku Personil Produksi …………………………………………………………………………………

12. Hasil Pemantauan Prosedur Produksi dan POB …………………………………………………………………………………

13. Hasil Pemantauan Catatan Produksi Bets …………………………………………………………………………………

14. Hasil Pemantauan Penandaan dan Pengemasan …………………………………………………………………………………

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 191

15. Hasil Pemantauan Sistem Pengawasan Mutu ………………………………………………………………………………….

16. Hasil Pemantauan Pelaksanaan Audit Internal sebelumnya ………………………………………………………………………………….

17. Hasil Pemantauan Catatan Distribusi ………………………………………………………………………………….

18. Hasil Pemantauan Keluhan dan Laporan ………………………………………………………………………………….

KESIMPULAN PENILAIAN:

1. …………………………………………………………………………………. 2. …………………………………………………………………………………. 3. ………………………………………………………………………………….

CATATAN MENGENAI HAL-HAL KHUSUS:

1. …………………………………………………………………………………. 2. …………………………………………………………………………………. 3. ………………………………………………………………………………….

REKOMENDASI PERBAIKAN:

1. …………………………………………………………………………………. 2. …………………………………………………………………………………. 3. ………………………………………………………………………………….

Hasil-hasil audit internal, catatan dan rekomendasi yang telah dibicarakan bersama dengan …………… Pada tanggal ………………………. Tanda tangan Pelapor Disampaikan kepada :

1. ……………………… 2. ……………………… (……………………...) 3. ………………………

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 192

XI. PENYIMPANAN

1. Area Penyimpanan 1.1. Area penyimpanan berkaitan dengan beberapa kegiatan yang ada di suatu pabrik. Area

ini akan berkaitan dengan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, baik dalam status karantina, ditolak, lulus uji, maupun yang dikembalikan dari dalam atau luar pabrik.

Untuk area bahan atau produk yang dikarantina, diluluskan, ditolak, dan yang

dikembalikan dari luar pabrik hendaknya masing-masing terpisah. Area tersebut hendaknya diberi batas secara jelas. Pemisahan ini dapat berupa sekat, tali atau rantai, penandaan jalur pada lantai dan sebagainya yang berfungsi sebagai sekat.

Untuk sistem penyimpanan yang dikelola secara komputerisasi dan terintegrasi,

pemisahan area secara fisik tidaklah terlalu mutlak karena hal tersebut dapat diatur/diproteksi secara sistem.

Dalam kaitannya dengan aspek kualitas, diperlukan suatu area penyimpanan untuk

contoh pertinggal produk jadi. Mengingat banyaknya bahan dan produk yang harus disimpan maka diperlukan suatu area yang cukup luas untuk menghindari campur baur atau kerusakan bahan maupun produk tersebut.

1.2. Guna menjamin agar bahan dan produk yang disimpan tetap dalam kondisi yang baik

maka area penyimpanan hendaklah dirancang sesuai dengan kebutuhan atau sifat dari bahan dan produk yang disimpan, misalnya: pengaturan suhu, terlindung dari cahaya, kelembaban, dan sebagainya. Contoh pengaturan suhu untuk penyimpanan bahan dan produk:

a. Suhu ruangan : 25 - 30°C b. Suhu ruangan yang dikendalikan: ≤ 25°C c. Sejuk : 8-15°C d. Dingin : 2-8°C e. Beku: di bawah 0°C

Secara umum, area penyimpanan hendaklah mempunyai alur/akses yang baik, aman

(seperti alat pelindung diri, tanda keamanan, tanda bahaya/sistem alarm, alat pemadam api) dari aspek bahan, produk maupun dari personil yang akan melaksanakan kegiatan di dalam area penyimpanan, memiliki penerangan yang cukup, bersih, kering, beraliran udara lancar, bebas hama dan serangga, suhu dan kelembaban yang sesuai dengan bahan yang disimpan.

Bahan dan produk yang harus disimpan dalam kondisi suhu dan kelembaban tertentu, hendaklah dipantau secara terus menerus dengan jumlah dan lokasi titik pemantauan sesuai dengan area penyimpanan.

Berdasarkan dari sifat bahan yang disimpan, hendaklah disediakan suatu area/ruangan penyimpanan terpisah untuk bahan sebagai berikut:

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 193

1.2.1 Bahan baku

Penyimpanan untuk bahan baku dapat dikelompokkan untuk bahan yang bersifat antara lain: mudah terbakar, eksplosif, toksik, Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dan korosif.

1.2.2 Bahan pengemas

Penyimpanan untuk bahan pengemas sebenarnya mempunyai persyaratan yang lebih ringan. Penyimpanan bahan pengemas hendaklah disesuaikan dengan fungsi dan sifat bahan misalnya: aluminium foil, label, stiker, karton yang sudah dilengkapi dengan bahan perekat/lem disimpan dalam gudang sejuk; bahan plastik yang mempunyai kecenderungan elektrostatik yang akan menarik debu disimpan sedemikian rupa sehingga terlindung dari debu.

1.2.3 Produk antara/produk ruahan

Perlu dipisahkan antara produk antara/produk ruahan yang sudah lulus uji dan yang masih dikarantina, untuk menghindari tercampur baurnya kedua produk tersebut. Untuk beberapa produk antara/produk ruahan yang mempunyai sifat mudah terbakar diperlukan suatu area penyimpanan yang khusus.

1.2.4 Produk jadi

Penyimpanan produk jadi harus dipisahkan areanya, sesuai status produk tersebut, antara lain: masih dikarantina, diluluskan, ditolak, dan produk kembalian. Penandaan terhadap status produk jadi ini harus jelas untuk menghindari kekeliruan pengiriman.

1.3. Area Penerimaan dan Area Pengiriman

1.3.1 Area penerimaan hendaknya: 1.3.1.1 dibuat sedemikian rupa untuk memudahkan pembongkaran dan

penurunan barang dari truk/kontainer dan aman bagi para personil dan barang.

1.3.1.2 terlindung dari hujan, paparan panas yang tinggi dan mempunyai akses yang cukup luas guna kegiatan bongkar barang.

1.3.1.3 dilengkapi dengan peralatan untuk membersihkan, memeriksa, menghitung barang–barang yang baru datang sebelum disimpan di area penyimpanan.

1.3.2 Area pengiriman

Area pengiriman hendaknya dapat melindungi bahan dan produk dari pengaruh cuaca serta aman bagi personil dan barang.

1.4 Cukup jelas. 1.5 Penyimpanan bahan berbahaya

Bahan yang dapat menimbulkan bahaya, misalnya kebakaran atau ledakan, penyimpanannya harus dibuat sedemikian rupa untuk melindungi personil dan kualitas bahan tersebut.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 194

Area penyimpanan ini dapat berupa: 1.5.1 gedung yang terpisah 1.5.2 ruangan dengan suhu rendah 1.5.3 area yang dilengkapi dengan pelindung yang dapat menampung

kebocoran/tumpahan bahan tersebut. 1.5.4 ruangan terkunci dengan akses terbatas, contoh untuk bahan-bahan beracun.

2. Penanganan dan Pengawasan Persediaan

2.1. Penerimaan bahan awal, bahan pengemas dan produk. 2.1.1. Pada saat penerimaan barang, hendaklah dilakukan pemeriksaan

kelengkapan terhadap: 2.1.1.1 dokumen terkait antara lain:

a. kesesuaian antara surat pesanan dan surat pengiriman; b. Sertifikat analisis.

2.1.1.2 keadaan fisik barang seperti kerusakan kemasan (bocor, cacat, segel rusak, dan sebagainya).

2.1.1.3 jenis dan kuantitas barang yang diterima. Penyimpangan yang ada harus segera dilaporkan kepada bagian yang bertanggung jawab akan hal ini, misalnya bagian pembelian. Bila tidak ada kesepakatan/pemecahan tentang penyimpangan yang terjadi secara internal, barang–barang tersebut dapat dikembalikan kepada pihak pemasok.

2.1.2. Dilakukan pencatatan terhadap barang yang diterima, baik dalam bentuk

kartu stok ataupun dengan cara lain misalnya pencatatan dengan komputer. Pada tahapan ini dapat juga dilakukan pemberian nomor identitas intern dari barang yang diterima, sesuai dengan sistem yang dianut. Bila semua aspek pemeriksaan administratif, identitas dan kuantitas telah terpenuhi dapat dilakukan pengambilan contoh untuk pemeriksaan kualitas oleh Bagian Pengawasan Mutu.

2.2. Pengawasan

2.2.1. Semua aktifitas penerimaan dan pengeluaran bahan/produk haruslah dicatat dan disimpan.

2.2.2. Pengeluaran bahan/produk harus mengikuti sistem First In First Out (FIFO) yaitu bahan/produk yang diterima awal harus dikeluarkan terlebih dahulu dan sistem First Expired First Out (FEFO) yaitu bahan/produk yang mempunyai tanggal kedaluwarsa lebih awal digunakan terlebih dahulu walaupun diterima lebih akhir.

2.2.3. Bahan/produk yang karena alasan tertentu tidak dapat digunakan lagi, kedaluwarsa, atau rusak, harus segera diberi tanda dan dikeluarkan dari stok. Pemisahan ini harus menyangkut dua aspek yaitu secara administratif dan fisik.

2.2.4. Hindari penggantian wadah dan label identitas asli. Bila memang diperlukan, harus dilakukan dengan persetujuan Kepala Bagian Pengawasan Mutu.

2.2.5. Penempelan label baru tidak boleh menutupi label identitas asli.

Contoh Kartu Persediaan tercantum pada Lampiran XI.1. dan Lampiran XI.2. Contoh Catatan Distribusi Kosmetik tercantum pada Lampiran XI.3.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 195

Lampiran XI.1 (Contoh)

KARTU PERSEDIAAN BAHAN BAKU

NAMA PERUSAHAAN

................................................................................... KARTU PERSEDIAAN BAHAN BAKU

........................................................................... NOMOR KODE .................. NAMA BAHAN BAKU / PENGEMAS

.......................................................................

UNIT ..................

MASUK

KELUAR

TGL NO. LP

PEMASOK JML NO. BETS

TGL. KEDALU WARSA

TGL UTK PRODUK

NO. BETS (BAHAN BAKU)

JML SISA PARAF

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 196

Lampiran XI.2 (Contoh)

KARTU PERSEDIAAN PRODUK JADI

NAMA PERUSAHAAN ..........................................................................

KARTU PERSEDIAAN PRODUK JADI ........................................................................

NOMOR KODE ..................... NAMA PRODUK .......................................... UNIT .....................

MASUK

KELUAR

TGL JML NO. BETS PARAF TGL TUJUAN NO. BETS JML PARAF

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 197

Lampiran XI.3 (Contoh)

CATATAN DISTRIBUSI KOSMETIK

BENTUK SEDIAAN KOSMETIK: ..................... NAMA PRODUK: .......................................

KEMASAN: ......................................

TGL. NO. SURAT PENYERAHAN

TUJUAN NO. BETS

JUMLAH PARAF KETERANGAN

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 198

XII. KONTRAK PRODUKSI dan KONTRAK PENGUJIAN KONTRAK PRODUKSI

Kontrak produksi di bidang kosmetik adalah kerjasama untuk memproduksi suatu produk kosmetik berdasarkan kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberi kontrak adalah pihak yang karena suatu hal belum mampu membuat produksi kosmetik sendiri, misal belum memiliki fasilitas produksi kosmetik. Penerima kontrak adalah pihak yang mampu membuat produksi kosmetik yang telah menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).

Kontrak produksi merupakan salah satu upaya kemudahan bagi setiap pelaku usaha di

bidang kosmetik karena memungkinkan untuk memproduksi kosmetik oleh industri kosmetik lain berdasarkan kesepakatan kedua belak pihak, selama penerima kontrak telah menerapkan CPKB. Kontrak produksi dapat dimulai dari pengadaan bahan awal hingga menjadi produk jadi atau dapat pula hanya pada proses tertentu misalnya pengemasan.

Hal-hal yang harus mendapat perhatian untuk membuat kesepakatan tertulis antara pihak

pemberi kontrak dan penerima kontrak, antara lain : 1. Nama lengkap dan nama panggilan pemberi kontrak ; 2. Nama lengkap dan nama panggilan penerim kontrak ; 3. Alamat domisili tetap pemberi kontrak ; 4. Alamat domisili tetap penerima kontrak ; 5. No telp rumah dan no hp pemberi kontrak ; 6. No telp rumah dan no hp penerima kontrak ; 7. Ruang lingkup kontrak kosmetik ; 8. Periode kontrak ; 9. Kepemilikan nomor izin edar ; 10. Kepemilikan nama dagang ; 11. Kepemilikan desain label ; 12. Kepemilikian formula dan pengembangan formula ; 13. Kepemilikian dokumen informasi produk kosmetik ; 14. Yang berwenang melakukan evaluasi contoh baku produk (prototype) dan

penerimaannya; 15. Yang berwenang melakukan uji keamanan, manfaat dan mutu ; 16. Yang berwenang melakukan pengemasan dan pengembangan kemasan ; 17. Yang berwenang melakukan pendistribusian kosmetik ; 18. Yang berwenang melakukan penarikan produk dan penanganan keluhan

konsumen ; 19. Yang berwenang melakukan pendaftaran kosmetik ; 20. Yang berwenang melakukan penyimpanan dokumen informasi produk kosmetik ; 21. Yang berwenang melakukan penetapan spesifikasi bahan baku, kemasan,

penandaan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 199

KONTRAK PENGUJIAN

Kontrak pengujian di bidang kosmetik adalah kerjasama untuk melakukan pengujian suatu produk kosmetik berdasarkan kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerima kontrak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberi kontrak adalah pihak yang karena suatu hal belum mampu melakukan penguijian sendiri, misal belum memiliki fasilitas laboratorium di bidang kosmetik. Penerima kontrak adalah pihak yang mampu melakukan pengujian kosmetik yang telah terakreditasi laboratorium dan metode pengujiannya oleh pemerintah.

Kontrak pengujian merupakan salah satu upaya kemudahan bagi setiap pelaku usaha di

bidang kosmetik karena memungkinkan untuk melakukan pengujian kosmetik oleh laboratorium lain berdasarkan kesepakatan kedua belak pihak, selama penerima kontrak pengujian merupakan laboratorium yang terakreditasi laboratorium dan metode pengujiannya. Kontrak pengujian dapat dimulai dari pengujian bahan awal hingga menjadi produk jadi atau dapat pula hanya pada in proses control (IPC) untuk memastikan bahwa kosmetik berada pada rentang mutu sesuai persyaratan. Meskipun kontrak pengujian merupakan upaya kemudahan bagi pemberi kontrak yang belum memiliki fasilitas laboratorium, namun tetap diharapkan bahwa pemberi kontrak telah memiliki fasilitas mini laboratorium untuk melakukan pengujian sederhana, misal untuk melakukan uji bobot. Disarankan bahwa pemberi kontrak pengujian secara rutin melakukan pengujiannya pada laboratorium yang sama untuk melihat dan memantau ketetapan terhadap hasil pengujiannya.

Hal-hal yang harus mendapat perhatian untuk membuat kesepakatan tertulis antara pihak

pemberi kontrak pengujian dan penerima kontrak pengujian, antara lain : 1. Nama lengkap dan nama panggilan pemberi kontrak ; 2. Nama lengkap dan nama panggilan penerim kontrak ; 3. Alamat domisili tetap pemberi kontrak ; 4. Alamat domisili tetap penerima kontrak ; 5. No telp rumah dan no hp pemberi kontrak ; 6. No telp rumah dan no hp penerima kontrak ; 7. Ruang lingkup kontrak kosmetik ; 8. Periode kontrak ; 9. Kepemilikian dokumen pengujian ; 10. Yang berwenang melakukan pengambilan contoh (waktu, jumlah contoh beserta

wadah) ; 11. Yang berwenang melakukan uji keamanan, manfaat dan mutu ; 12. Kepemilikan format pengujian ; 13. Kepemilikan protokol uji ;

Dengan tertulisnya kesepakatan antara pihak pemberi kontrak dan pihak penerima kontrak baik kontrak produksi dan atau kontrak pengujian, terdapat hal-hal yang harus pula dicantumkan dalam kontrak tersebut, antara lain :

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 200

1. Dalam hal kontrak produksi dan kontrak pengujian, kedua belah pihak

bertanggungjawab bersama terhadap keamanan, manfaat dan mutu ; 2. Pihak penerima kontrak berhak untuk melakukan audit sarana produksi dan atau

sarana pengujian terhadap produk yang dikontrakkan selama periode kontrak ; 3. Pihak penerima kontrak dilarang mengubah formula dan atau proses produksi dan

atau pengujian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak pemberi kontrak.

Contoh Prosedur Operasional Baku (POB) Kontrak Produksi tercantum pada Lampiran XII.1. Contoh Daftar Penanggung Jawab Aktivitas tercantum pada Lampiran XII.2. Contoh Perjanjian Kontrak Produksi Kosmetik tercantum pada Lampiran XII.3. Contoh POB Kontrak Pengujian tercantum pada Lampiran XII.4. Contoh Perjanjian Kontrak Pengujian Kosmetik tercantum pada Lampiran XII.5.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 201

Lampiran XII.1 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU

KONTRAK PRODUKSI

Halaman 1 dari 7 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Nomor : ………………

NAMA PERUSAHAAN

........................................ BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

1. Pendahuluan Adakalanya suatu produk dengan alasan tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) tidak dapat diproduksi oleh pabrik yang bersangkutan, sehingga produk tersebut diproduksi oleh pabrik lain yang ditunjuk. Dalam hal ini, semua Penerima Kontrak atau pabrik yang ditunjuk untuk memproduksi produk tersebut, harus telah menerapkan CPKB sebelum perjanjian kontrak produksi disetujui bersama. Di samping hal-hal yang mencakup perjanjian kerja sama, maka kontrak produksi harus mencakup persetujuan yang berkaitan dengan mutu kosmetik. Persetujuan tersebut harus mencerminkan semua aktivitas CPKB pada proses pengolahan, pengemasan, analisis, penyimpanan dan distribusi yang baik dan mencakup sebagian atau seluruh aktivitas. Prosedur ini berlaku untuk semua produk yang dikontrakkan pada pabrik yang ditunjuk.

2. Tujuan

Untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh Pemberi Kontrak melalui Penerima Kontrak.

3. Ruang Lingkup

POB ini meliputi: a. Pemilihan pabrik Penerima Kontrak b. Persetujuan kontrak

4. Prosedur

4.1 Pemilihan pabrik Penerima Kontrak 4.1.1 Sebelum perjanjian kontrak produksi dibuat, hendaklah dilakukan evaluasi

pendahuluan antara lain audit pendahuluan, untuk mengetahui dan mengevaluasi kemampuan pabrik Penerima Kontrak dalam hal sarana produksi, teknologi, mutu dan lain-lain.

4.1.2 Pemberi Kontrak dapat menyetujui atau menolak kontraktor potensial yang diajukan berdasarkan hasil audit atau bisa juga merekomendasikan langkah- langkah lebih lanjut sehingga kontrak tersebut dapat disetujui setelah dilakukan perbaikan terhadap kekurangan yang ditemukan.

4.1.3 Sebelum memulai aktivitas produksi, perjanjian kontrak harus sudah ditandatangani.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 202

NAMA PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 2 dari 7

Nomor : ……………… BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.2 Persetujuan Kontrak 4.2.1 Pembuatan dan persetujuan kontrak dilakukan oleh tim yang terdiri dari:

4.2.1.1 Bagian Pengawasan Mutu : Untuk hal-hal yang berhubungan dengan mutu produk dan persyaratan CPKB.

4.2.1.2 Tim Teknis : Untuk hal-hal yang berhubungan dengan masalah antara lain teknis produksi, metode analisis dan pemeriksaan mutu produk.

4.2.1.3 Bagian Pembelian : Untuk hal-hal yang berhubungan dengan pengadaan bahan awal. 4.2.1.4 Bagian Hukum :

Untuk hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan legal beserta ketentuan-ketentuan lain.

4.2.2 Isi dari persetujuan kontrak paling sedikit mencakup antara lain: Hal-hal yang berhubungan dengan pembuatan kosmetik sesuai CPKB. 4.2.2.1 Penerima Kontrak harus melakukan seluruh operasional produksi

sebagaimana tercantum dalam Daftar Penanggung Jawab Aktivitas (Lampiran XII.1). Gedung dan peralatan yang digunakan untuk pembuatan produk harus sesuai dengan Standar Pemeriksaan serta persyaratan CPKB yang berlaku.

4.2.2.2 Penerima Kontrak harus telah menerapkan CPKB untuk memproduksi kosmetik tersebut.

4.2.2.3 Bahan awal yang dibeli oleh Penerima Kontrak yang digunakan untuk memproduksi harus sesuai dengan spesifikasi dari Pemberi Kontrak.

4.3 Persetujuan Catatan Bets

Catatan bets harus dibuat untuk setiap produk menggunakan format yang disetujui kedua belah pihak.

4.4 Proses Produksi

4.4.1 Produk harus dibuat dan dikemas sesuai persyaratan pembuatan dengan menggunakan alat dan prosedur antara lain: Formula Induk, Proses Produksi, Prosedur Pengambilan Contoh, umur produk (Shelf Life), kondisi penyimpanan dan karantina, spesifikasi bahan baku dan pengemas, spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadi.

4.4.2 Setiap ada perbedaan harus didokumentasikan dan disetujui kedua belah pihak. 4.4.3 Proses produksi harus dilakukan dalam kondisi lingkungan terkendali dan

dipantau secara berkala agar selalu memenuhi persyaratan CPKB.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 203

NAMA

PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 3 dari 7

Nomor : ……………… BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.5 Nomor Bets Penomoran bets produk ruahan dan produk jadi harus disetujui oleh Pemberi Kontrak.

4.6 Tanggal Pembuatan dan Tanggal Kedaluwarsa

Tanggal pembuatan produk jadi adalah saat bahan baku pertama kali dicampur. Tanggal kedaluwarsa ditetapkan berdasarkan hasil uji stabilitas.

4.7 Proses Ulang Tidak diperbolehkan kecuali sudah disetujui oleh Pemberi Kontrak dan harus terdokumentasi.

4.8 Data Pembuatan dan Alat

Catatan Penggunaan dan Pembersihan Mesin dan Peralatan, Data Bahan Baku. Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets, Data Pengawasan Mutu harus disimpan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan POB Penanganan Dokumen.

4.9 Pengawasan Mutu 4.9.1 Contoh dan pengambilan contoh

Pemberi Kontrak harus mempunyai Prosedur Pengambilan Contoh sehingga contoh yang diambil mewakili untuk pemeriksaan, contoh pertinggal dan untuk uji stabilitas.

4.9.2 Pemeriksaan Spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus sesuai dengan yang diberikan Pemberi Kontrak. Pemeriksaan identifikasi hendaklah dilakukan pada tiap wadah jika menggunakan pemasok bahan baku dan bahan pengemas dari Pemberi Kontrak. Terhadap bahan yang dibatasi kadarnya dilakukan uji kuantitatif.

4.9.3 Pengawasan selama proses (In Process Control/IPC) Pengawasan selama proses dan pemantauan lingkungan harus dilakukan.

4.9.4 Produk Jadi Harus diperiksa sesuai dengan prosedur pemeriksaan dan spesifikasi produk yang bersangkutan.

4.9.5 Prosedur pelulusan Harus dilakukan dan diperiksa berikut dokumen yang menyertainya oleh Penanggung Jawab Pengawasan Mutu. Pemberi Kontrak bertanggung jawab dalam pelulusan produk jadi berdasarkan hasil evaluasi dari Bagian Pengawasan Mutu.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 204

NAMA

PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 4 dari 7

Nomor : ……………… BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.9.6 Dokumentasi 4.9.6.1 Dokumentasi bets yang diperlukan terdiri dari:

4.9.6.1.1 Sertifikat analisis 4.9.6.1.2 Laporan kesesuaian yang meliputi: penyimpangan proses dan

penyimpangan hasil pengawasan selama proses (IPC), pemantauan lingkungan dan lain-lain.

4.9.6.2 Untuk 3 (tiga) bets pertama yang diproduksi harus disiapkan dokumen pembuatan lengkap terdiri dari: Catatan Pengolahan/Pengemasan Bets; Lembar Pemeriksaan IPC; Hasil Print-out/chart Alat; Catatan Hasil Pemeriksaan; Hasil Pemeriksaan Produk Jadi; Laporan Investigasi Kegagalan dan Out of Specification (OOS); Laporan Validasi Produk; Sertifikat Analisis dan Laporan Kesesuaian; Kelengkapan dokumen harus diberikan segera setelah produk dibuat.

4.9.6.3 Penyimpanan dokumen Seluruh dokumen yang berhubungan dengan produksi dan pemeriksaan harus disimpan dalam jangka waktu tertentu.

4.9.6.4 Contoh pertinggal Harus disiapkan sesuai kondisi penyimpanan produk dan disimpan dalam jangka waktu: 4.9.6.4.1 Produk jadi: Selama masa kedaluwarsa + 1 tahun. 4.9.6.4.2 Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan sebagai

rujukan selama masih digunakan untuk produksi. 4.9.6.5 Uji Stabilitas

Tembusan protokol dan laporan uji stabilitas rutin yang telah dilakukan oleh Penerima Kontrak diberikan kepada Pemberi Kontrak.

4.9.6.6 Penolakan produk oleh Pemberi Kontrak Setiap masalah yang menyebabkan penolakan produk harus segera diberitahukan ke Penerima Kontrak dan paling lambat 45 hari terhitung dari tanggal penerimaan produk oleh Pemberi Kontrak.

4.9.6.7 Konflik hasil pemeriksaan Jika terjadi ketidaksesuaian Out of Specification (OOS) pada hasil analisis, maka hasil tersebut harus dievaluasi berdasarkan Pedoman CPKB. Penerima Kontrak harus mengevaluasi secara internal dan mengirim contoh ke Pemberi Kontrak untuk pemeriksaan ulang.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 205

NAMA

PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 5 dari 7

Nomor : ……………… BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.9.6.8 Masalah Penjaminan Mutu (Quality Assurance) dan Hasil Pemantauan Lingkungan. Jika terjadi ketidaksesuaian hasil maka: 4.9.6.8.1 Diskusikan antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak

mengenai hasil laporan investigasi. 4.9.6.8.2 Jika gagal mendapatkan kesepakatan, konsultan dari pihak ketiga

yang disetujui oleh kedua pihak akan diminta melakukan investigasi.

4.9.6.8.3 Produk yang diluluskan ke pasar tetap merupakan hak dan tanggung jawab dari Pemberi Kontrak.

4.9.6.9 Kajian Produk Tahunan (Annual Product Review/APR) Harus menyiapkan Kajian Produk Tahunan sesuai dengan persyaratan Pemberi Kontrak.

4.9.6.10 Hak audit 4.9.6.10.1 Pemberi Kontrak diperbolehkan mengaudit aspek produksi,

penyimpanan, laboratorium beserta seluruh dokumen yang berkaitan dengan produk yang dikontrakkan.

4.9.6.10.2 Frekuensi audit minimal satu tahun sekali atau jika dianggap perlu.

4.9.6.10.3 Pemberi Kontrak harus mengikuti sistem dan prosedur Penerima Kontrak agar keselamatan, kerahasiaan dan keamanan proses, fasilitas dan personil selama dilakukan audit terjamin.

4.9.6.10.4 Tindak lanjut audit Tindak lanjut audit harus dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan harus dikaji ulang oleh Pemberi Kontrak.

4.9.7 Masalah produk yang telah dipasarkan

4.9.7.1 Kerusakan Produk Jika ditemukan produk yang tidak memenuhi syarat, Pemberi Kontrak harus segera melakukan investigasi dan tindak lanjut yang diperlukan.

4.9.7.2 Keluhan Produk Pemberi Kontrak bertanggung jawab mengkoordinasikan penyelidikan dengan Penerima Kontrak atas keluhan produk. Apabila keluhan berkaitan dengan mutu produk, Pemberi Kontrak memberitahu Penerima Kontrak untuk segera meneliti dan memberikan tanggapan awal disertai laporan lengkap.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 206

NAMA

PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 6 dari 7

Nomor : ………………

BAGIAN ......................................

SEKSI ..............................

Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.9.7.3 Penarikan produk Pemberi Kontrak bertanggung jawab dalam penarikan produk. Pemberi Kontrak akan memberitahu Penerima Kontrak setiap ada kasus penarikan produk yang disebabkan oleh kesalahan pembuatan. Penerima Kontrak harus segera memberikan tanggapan awal dan laporan lengkap ke Pemberi Kontrak. Kedua belah pihak harus bekerja sama dalam merespon kasus penarikan produk.

4.9.7.4 Deviasi dan Investigasi Setiap penyimpangan proses produksi harus dicatat dalam Catatan Bets dan dicantumkan dalam Laporan Kesesuaian berikut penjelasan dan penilaian dari Bagian Pengawasan Mutu Penerima Kontrak. Setiap hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi spesifikasi harus diinvestigasi untuk melakukan tindak lanjut perbaikannya.

4.9.7.5 Pengawasan Terhadap Perubahan (Change Control) Setiap proses perubahan formal harus sesuai POB Pengawasan Terhadap Perubahan (Change Control) dan harus disiapkan bersama antara pemberi dengan Penerima Kontrak. Setiap ada perubahan proses, alat atau pemeriksaan atau hal-hal lain yang terkait pada dokumen registrasi satu sama lain harus saling memberitahukan.

4.9.7.6 Hal-hal yang perlu persetujuan antara lain: spesifikasi dan sumber material serta komponen; alat yang digunakan di bagian produksi; proses produksi dan dokumen yang berhubungan; metode uji dan spesifikasi; fasilitas.

4.9.7.7 Verifikasi Setiap kegiatan verifikasi harus dibuat protokol dan laporan serta mendapat persetujuan Pemberi Kontrak sebelum produksi dimulai.

4.9.7.8 Laboratorium Laboratorium harus memenuhi peraturan/standar CPKB dan laboratorium eksternal harus sudah terakreditasi.

4.9.7.9 Karyawan, Kesehatan dan Keselamatan Penerima Kontrak memberikan data karyawan dan daftar staf yang mendukung proses produksi kepada Pemberi Kontrak.

4.9.7.10 Penyimpanan dan pengiriman Penerima Kontrak harus bertanggung jawab terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan, pencurian, kontaminasi dan tercampur dengan produk lain selama penyimpanan dan pengiriman produk.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 207

NAMA PERUSAHAAN

........................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PRODUKSI

Halaman 7 dari 7

Nomor : ……………… BAGIAN

...................................... SEKSI

.............................. Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

5 Lampiran : 2 (dua)

5.1 Daftar Penanggung Jawab Aktivitas 5.2 Contoh Persetujuan Kontrak

6 Distribusi : 6.1 Asli : 6.2 Tembusan :

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 208

Lampiran XII.2 (Contoh)

DAFTAR PENANGGUNG JAWAB AKTIVITAS

No. Penanggung Jawab Pemberi Kontrak Penerima Kontrak

1 Analisis, Laboratorium, Sampling dan Pemeriksaan 1.1 Penyimpanan contoh pertinggal bahan baku,

pengemas, komponen dan produk jadi

1.2 Pengambilan contoh, analisis dan pelulusan bahan baku dan bahan pengemas

1.3 Analisis selama proses pengolahan dan pengemasan

1.4 Pengambilan contoh dan pemeriksaan produk jadi Kecuali diwajibkan oleh peraturan

pemerintah

1.5 Analisis bahan pembanding standar 1.6 Pelaksanaan, pemantauan, pemeriksaan dan

laporan program stabilitas produk yang dipasarkan.

2 Pemastian Mutu (QA/QC) 2.1 Persetujuan Dokumen Prosedur Pengolahan dan

Pengemasan Induk

2.2 Persetujuan pengiriman produk ke Pemberi Kontrak

2.3 Pelulusan produk jadi 2.4 Nomor bets 2.5 Penjaminan kesesuaian kondisi penyimpanan

produk sebelum pengiriman ke Pemberi Kontrak

2.6 Pembuatan dan kaji ulang catatan pengolahan dan pengawasan bets

2.7 Catatan dan pemeriksaan pengolahan dan pengemasan bets berikut dokumen pendukungnya

2.8 Sertifikat analisis 2.9 Penyelidikan kegagalan 2.10 Pengiriman dokumen 2.11 Pengadaan data Material Safety Data Sheet (MSDS)

3 Bahan baku dan bahan pengemas 3.1 Kualifikasi pemasok

3.2 Persetujuan pengawasan terhadap perubahan

3.3 Spesifikasi dan prosedur pemeriksaan 3.4 Material Safety Data Sheet (MSDS)

4 Penanganan Keluhan dan Keamanan Produk Penelusuran balik dan menjawab keluhan

5 Penyimpanan artwork bahan pengemas Perubahan dan pengadaan

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 209

Lampiran XII.3 (Contoh)

PERJANJIAN KONTRAK PRODUKSI KOSMETIK

No. ……………………….. Antara

A - dalam perjanjian ini selanjutnya disebut “Pemberi Kontrak”, juga disebut “Pihak I” B - dalam perjanjian ini selanjutnya disebut “Penerima Kontrak”, juga disebut “Pihak II”

Mengingat bahwa kedua pihak terlibat dalam pembuatan produk Kosmetik.

Mengingat bahwa Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak bekerja sama dalam pembuatan produk-produk Kosmetik bermutu tertentu oleh Penerima Kontrak ; Mengingat bahwa Pihak I dan II menyadari akan kenyataan bahwa kesesuaian dengan prinsip- prinsip dan peraturan-peraturan di bidang Kosmetik yang secara umum diterima dalam pembuatan dan pengawasan dari produk Kosmetik bermutu (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik/CPKB) adalah sangat penting; Mengingat bahwa Pihak I dan II berkeinginan untuk menentukan kewajiban dan tanggung jawab mereka sehubungan dengan kerjasama dalam pembuatan dan pengawasan produk Kosmetik; maka, Pihak I dan II membuat kesepakatan kontrak sebagai berikut : 1. Pokok Perjanjian

1.1 Perjanjian ini berhubungan dengan penyediaan oleh Pihak II kepada Pihak I produk jadi bermutu, sebagaimana dinyatakan pada Lampiran A selanjutnya disebut sebagai “Produk”.

1.2 Kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab dari masing-masing pihak sehubungan dengan pembuatan dan pengawasan mutu dari produk dinyatakan pada Lampiran B.

1.3 Keterangan yang diperlukan untuk pembuatan, pengawasan mutu dan penyimpanan yang benar dijabarkan pada Lampiran C (selanjutnya disebut sebagai “Ketentuan Teknis”).

2. Pembuatan dan Pengawasan Mutu

Pihak II harus memastikan bahwa produk dibuat dan mutunya diawasi secara ketat sesuai dengan Ketentuan Teknis (termasuk spesifikasi), ketentuan registrasi Kosmetik, CPKB, hukum setempat dan hukum yang berlaku di tempat diadakan kegiatan.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 210

3. Perubahan, Penyimpangan

Semua perubahan atau penyimpangan dari yang tercantum pada Ketentuan Teknis hanya boleh dilaksanakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Pihak I.

4. Penanggung Jawab Penanggung jawab Pihak I dan II akan saling memberitahukan orang yang bertanggung jawab untuk pembuatan dan atau pengawasan mutu produk. Orang tersebut harus memenuhi kualifikasi yang diperlukan secara hukum dan kedua belah pihak hendaknya memberitahukan satu sama lain mengenai perubahan personalia.

5. Pelulusan Produk

Pihak II harus memberikan kepada Pihak I untuk setiap bets produk bersangkutan semua dokumen yang terkait berupa sertifikat analisis, contoh pertinggal, keterangan lebih lanjut dan dokumen mengenai pembuatan dan pengawasan mutu. Sertifikat analisis harus ditandatangani oleh penganggung jawab yang meluluskan bets produk tersebut yang kemudian akan menjadi bukti bahwa bets yang bersangkutan telah diluluskan sebagaimana mestinya.

6. Inspeksi Diri (Audit)

6.1. Pihak I berhak untuk mengunjungi dan mengaudit sarana produksi, pengolahan, pengawasan mutu dan fasilitas penyimpanan, termasuk dokumentasi yang bersangkutan dan Pihak II membantu pelaksanaan hal tersebut di atas.

6.2. Pihak I berhak untuk mengambil contoh. 6.3. Pihak II menyetujui untuk memberi bantuan dan keterangan yang diperlukan Pihak

I. 6.4. Pihak II akan memberi keterangan kepada Pihak I mengenai hasil inspeksi pihak

lain yang dilakukan oleh pejabat pemerintah di sarana Pihak II yang berhubungan dengan kegiatan CPKB yang berkaitan dengan Produk.

6.5. Bila ada permintaan dari pejabat yang berwenang di bidang Kosmetik kepada Pihak I, Pihak II harus mengizinkan wakil dari badan yang berwenang tersebut untuk mengunjungi bangunan Pihak II guna mengadakan audit yang berkaitan dengan sertifikasi CPKB. Pihak II harus memberikan bantuan dan informasi yang diperlukan kepada pejabat dari badan yang berwenang tersebut.

8. Keamanan Produk, Keluhan

Dengan tunduk pada hukum yang berlaku, Pihak II harus membantu Pihak I atas segala temuan yang berhubungan dengan keamanan Kosmetik atau mutu produk, dan menyediakan segala keterangan yang diperlukan dan bekerja sama untuk penyelidikan terhadap kasus tersebut.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 211

9. Kerahasiaan 9.1. Pihak II hendaknya menggunakan Ketentuan Teknis, dokumentasi mengenai

pembuatan dan pengawasan mutu dan sertifikat analisis yang diterima dari Pihak I hanya untuk tujuan pembuatan dan pengawasan mutu dari produk milik pihak I.

9.2. Pihak II hendaknya merahasiakan semua Ketentuan Teknis dan dokumentasi dan hanya memberikan kepada staf yang berkepentingan untuk tujuan pembuatan dan/ atau pengawasan mutu produk yang dimaksud.

9.3. Kewajiban tersebut di atas tetap berlaku selama masa perjanjian ini. 9.4. Kewajiban-kewajiban sesuai butir 9.1. sampai 9.3. tidak berlaku untuk ketentuan

teknis yang: 9.4.1. pada saat dipaparkan atau sesudahnya menjadi bagian dari milik umum

tanpa kesalahan dari Pihak II; 9.4.2. sudah diketahui oleh Pihak II; 9.4.3. telah diterima Pihak II secara tidak ada hubungan dari Pihak lain; 9.4.4. telah dikembangkan oleh Pihak II tanpa ada hubungannya dengan

pemberitahuan oleh Pihak I. 9.5. Pihak II berhak untuk memberitahukan ketentuan teknis dan dokumen serta

informasi rahasia kepada pejabat yang berwenang di bidang kosmetik atau pengadilan sejauh diperlukan secara hukum. Dalam hal demikian Pihak II akan memberitahukan Pihak I secara tertulis sebelum ketentuan teknis dan dokumentasi rahasia tersebut diberitahukan kepada pejabat atau pengadilan yang bersangkutan.

10. Ketentuan Lain

10.1. Perjanjian ini beserta Lampiran A, B dan C yang melengkapi Perjanjian seperti disebutkan pada halaman 1 bersifat mengikat.

10.2. Bila terjadi ketidaksesuaian dalam Perjanjian ini, maka ketentuan dalam Perjanjian ini akan tetap berlaku.

10.3. Dalam hal terjadi perubahan yang disebabkan oleh perubahan hukum, dasar dari Perjanjian ini harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga pihak yang terkena secara rasional dapat diharapkan mampu melaksanakan Perjanjian ini, untuk itu Pihak I dan Pihak II hendaklah bermusyawarah untuk menentukan perjanjian baru yang sesuai.

11. Syarat, Pemutusan dan Akibat dari Pemutusan Perjanjian

11.1. Perjanjian ini berlaku pada saat penandatanganan oleh pihak yang terakhir yang melakukannya dan akan tetap berlaku untuk jangka waktu tertentu.

11.2. Salah satu pihak berhak untuk memutuskan Perjanjian ini dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lain minimal 3 (tiga) bulan sebelumnya.

11.3. Pada pemutusan Perjanjian ini Pihak II akan berhenti untuk menggunakan ketentuan teknis dan dokumen yang diterima dari dan akan mengembalikannya kepada Pihak I.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 212

Bertindak sebagai saksi perjanjian ini telah dibuat dalam 2 (dua) bentuk asli.

Tempat, tanggal Tempat, tanggal Materai Materai ( ) ( ) Pihak I Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 213

Lampiran XII.3 (Contoh)

Lampiran A

PERJANJIAN KONTRAK PRODUKSI KOSMETIK

No. ………………………… Sejak tanggal ………………. antara Pihak I dan Pihak II

DAFTAR PRODUK

Satuan Kemasan untuk No. Nama Produk Jadi

No. Izin edar

Bentuk sediaan

Bahan dalam Satuan Takaran Penjualan Distribusi

Diketahui,

Tempat, tanggal Tempat, tanggal

( ) Pihak I

( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 214

Lampiran XII.3 (Contoh)

Lampiran B

PERJANJIAN KONTRAK PRODUKSI KOSMETIK

No. …………………………..

Sejak ............………………… antara Pihak I dan Pihak II

Daftar periksa (akan disesuaikan di kemudian hari bila ada suatu kasus spesifik) : Penanggung Jawab Pihak I Pihak II 1. Persetujuan Badan POM, Dokumentasi

1.1. Menyusun, mengajukan dokumen registrasi Kosmetik, menyediakan semua dokumentasi teknis yang berhubungan dengan pendaftaran kosmetik dan audit pada Pihak II dalam rangka sertifikasi/penerapan CPKB.

1.2. Memperbaharui mutu produk, spesifikasi, pengembangan metode, dan tanggal kedaluwarsa; mengkaji kesesuaian mutu, hubungan dengan konsumen.

2. Bahan Awal

2.1. Audit di bidang mutu pada pemasok bahan awal dan penindaklanjutan mutu bahan-bahan yang dibeli.

2.2. Bertanggung jawab untuk pengendalian perubahan pada pemasok bahan awal dan persetujuannya.

2.3. Pembelian, pengambilan contoh, pengujian, penyimpanan contoh pertinggal dan pelulusan bahan awal untuk produksi: 2.3.1. bahan baku; 2.3.2. baku pembanding untuk pengawasan mutu;

dan 2.3.3. bahan pengemas primer; 2.3.4. bahan pengemas sekunder/label/rancangan

panandaan (artwork); dan 2.3.5. perubahan dalam peraturan pemerintah yang

berhubungan dengan teks dan rancangan bahan pengemas.

3. Pembuatan, Pengemasan, Pengawasan selama proses dan Pengawasan Mutu Produk

3.1. Tata cara penomoran bets dan penentuan tanggal kedaluwarsa

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 215

Penanggung Jawab Pihak I Pihak II 3.2. Pembuatan produk antara dan produk ruahan,

pengawasan selama proses, pengambilan contoh untuk pemeriksaan dan contoh pertinggal, pemastian kondisi penyimpanan yang benar.

3.3. Pengujian analisis, pelulusan untuk pengemasan. 3.4. Pengemasan, pengawasan selama proses,

pengambilan contoh, pengawasan mutu, pemeriksaan produk akhir.

3.5. Tanggung jawab untuk pelaksanaan penyelidikan terhadap kegagalan bets (Menyusun Laporan Kegagalan Pembuatan)

3.6. Keputusan mengenai pengerjaan dan pengolahan ulang dari bets yang dibuat oleh Pihak II.

3.7. Penyimpanan contoh pertinggal dari produk- produk dalam jumlah yang cukup untuk 3 kali analisis lengkap.

3.8. Pengerjaan dan pelaporan dari tindak lanjut pengujian stabilitas pada produk jadi.

3.9. Penyusunan program pemantauan stabilitas. 3.10. Penyusunan produk jadi untuk dikirim ke Pihak I. 3.11. Pembuatan dan pengkajian catatan produksi bets. 3.12. Pengiriman salinan dari catatan produksi bets ke

Pihak I pada saat pelulusan produk jadi. 3.13. Pelulusan bets produk jadi untuk dipasarkan. 3.14. Pembuatan sertifikat analisis (yang

berisi/mencantumkan nomor bets dan satuan yang disetujui, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, hasil uji sesuai Ketentuan Teknis, pernyataan bahwa produk telah dibuat dan diuji sesuai CPKB dan memenuhi spesifikasi yang bersangkutan).

Membantu dalam Penanganan Keluhan dan Keamanan Produk 4.1. Pengkajian dan menjawab keluhan teknis 4.2. Keputusan tentang Tindakan Keamanan Produk 4.3. Penerapan dari Tindakan Keamanan Produk

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 216

Personalia yang bertanggung Jawab untuk Produk Pihak I Pihak II 1. Pembuatan ……….. ……….. 2. Pengemasan Primer dan Sekunder ……….. ……….. 3. Pengawasan Mutu ……….. ……….. 4. Keamanan Kosmetik ……….. ……….. 5. Petugas yang Bertanggung Jawab untuk pelulusan

Kosmetik Jadi ……….. ………..

Mengetahui,

Tempat, tanggal

( ) Pihak I

Tempat, tanggal

( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 217

Lampiran XII.3 (Contoh)

Lampiran C

PERJANJIAN KONTRAK PRODUKSI KOSMETIK

Nomor ………………………..

Penanggung Jawab Pihak I Pihak II

1. Produk X

1.1 Pembuatan 1.1.1. Spesifikasi bahan baku 1.1.2. Spesifikasi bahan pengemas 1.1.3. Spesifikasi produk jadi

1.2 Pengawasan Mutu 1.1.1. Metode analisis bahan baku 1.1.2. Metode analisis bahan pengemas 1.1.3. Metode analisis produk jadi

1.3 Laporan tentang kegagalan pada proses produksi, riwayat produk

1.4 Dokumentasi Pengolahan Induk 1.5 Dokumentasi Pengemasan Induk

2. Produk Y

2.1. Pembuatan 2.1.1. Spesifikasi bahan baku 2.1.2. Spesifikasi bahan pengemas 2.1.3. Spesifikasi produk jadi

2.2. Pengawasan Mutu 2.2.1. Metode analisis bahan baku 2.2.2. Metode analisis bahan pengemas 2.2.3. Metode analisis produk jadi 2.2.4. Pengawasan selama proses

2.3. Laporan tentang kegagalan pada proses produksi, riwayat produk

2.4. Dokumen Pengolahan Induk 2.5. Dokumen Pengemasan Induk

Mengetahui,

Tempat, tanggal ( ) Pihak I

Tempat, tanggal ( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 218

Lampiran XII.4 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PENGUJIAN

NAMA

PERUSAHAAN

......................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PENGUJIAN

Halaman 1 dari 3

Nomor : ……………… BAGIAN

.................................... SEKSI

........................... Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

1. Pendahuluan Adakalanya suatu produk disebabkan oleh suatu alasan tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) tidak dapat diuji oleh pabrik sendiri sehingga produk tersebut diuji oleh laboratorium lain yang ditunjuk. Dalam hal ini, laboratorium Penerima Kontrak yang ditunjuk harus sudah terakreditasi.

2. Tujuan

Untuk memenuhi persyaratan CPKB sehingga produk jadi dapat dipasarkan.

3. Ruang Lingkup POB ini meliputi: 3.1 Pemilihan laboratorium 3.2 Perjanjian kontrak

4. Prosedur 4.1 Pemilihan Laboratorium

Sebelum Perjanjian Kontrak disiapkan harus dilakukan peninjauan ke laboratorium Penerima Kontrak.

4.2 Perjanjian Kontrak 4.2.1 Pembuatan, pemeriksaan dan persetujuan dokumen Perjanjian Kontrak dilakukan

oleh Tim Teknis yang terdiri dari Pimpinan Perusahaan, Bagian Pengawasan Mutu dan Bagian Hukum atau Legal.

4.2.2 Isi dari Perjanjian Kontrak paling sedikit mencakup: 4.2.2.1 Metode, peralatan, material pengujian yang digunakan harus sesuai

dengan ketentuan CPKB. 4.2.2.2 Waktu pemeriksaan/pengujian 4.2.2.3 Jumlah pengujian per produk 4.2.2.4 Dokumentasi yang menyangkut hasil pengujian berbentuk Sertifikat

Analisis. 4.2.2.5 Keraguan hasil pengujian hendaklah diselesaikan dengan cara pengujian

ulang, jika belum terselesaikan maka dilakukan pengujian ulang oleh laboratorium independen yang lain.

4.2.2.6 Aspek yang berkaitan dengan hukum yang berlaku. 4.3 Dokumentasi meliputi: cara pemeriksaan; penyimpanan dokumen.

Seluruh dokumen yang berhubungan dengan pengujian harus disimpan dalam jangka waktu tertentu (Lihat POB Penanganan Dokumen).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 219

NAMA PERUSAHAAN

......................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PENGUJIAN

Halaman 2 dari 3

Nomor : ……………… BAGIAN

.................................... SEKSI

........................... Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

4.3.1 Contoh Pertinggal: harus disimpan sesuai kondisi penyimpanan produk jadi selama masa kedaluwarsa + 1 tahun.

4.3.2 Perbedaan hasil pemeriksaan: 4.3.2.1 Hasil analisis

Jika terjadi ketidaksesuaian pada hasil analisis, maka hasil tersebut harus dievaluasi berdasarkan peraturan CPKB yang berlaku dalam hal Out of Spesification (OOS). Penerima Kontrak harus mengevaluasi secara internal dan mengirim contoh ke Pemberi Kontrak untuk pemeriksaan ulang. Penambahan biaya pelulusan dibebankan kepada pihak yang salah memberikan hasil analisis.

4.3.2.2 Masalah Pemastian Mutu dan Lingkungan 4.3.3 Audit

4.3.3.1 Bagian Pemastian Mutu atau perwakilan Bagian Pemastian Mutu Pemberi Kontrak diperbolehkan mengaudit setiap laboratorium beserta seluruh dokumennya.

4.3.3.2 Frekuensi minimal satu tahun sekali atau lebih jika dianggap perlu atau dilakukan audit khusus.

4.3.3.3 Pemberi Kontrak harus mengikuti sistem dan prosedur Penerima Kontrak agar terjamin keselamatan, kerahasiaan dan keamanan proses, fasilitas dan personil selama dilakukan audit.

4.3.3.4 Tindak lanjut audit. 4.3.4 Masalah produk yang telah dipasarkan menjadi tanggung jawab Pemberi Kontrak. 4.3.5 Deviasi dan investigasi

Harus dicatat setiap penyimpangan proses pengujian dalam Catatan Bets berikut penjelasan dan penilaian Pemastian Mutu Penerima Kontrak. Prosedur Penanganan Penyimpangan sesuai POB Penyelidikan Terhadap Kegagalan.

4.3.6 Verifikasi Metode dan analisis Harus membuat protokol dan laporan Verifikasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak sebelum analisis rutin dimulai. Protokol dan Laporan Verifikasi untuk analisis harus disetujui oleh Pemberi Kontrak. Verifikasi harus diperbaharui jika ada tambahan produk menggunakan mesin yang sama.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 220

NAMA PERUSAHAAN

......................................

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU KONTRAK PENGUJIAN

Halaman 3 dari 3

Nomor : ……………… BAGIAN

.................................... SEKSI

........................... Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh …………………………

Tanggal ………………………..

Diperiksa oleh ……………………..

Tanggal …………………………

Disetujui oleh …………………

Tanggal ……………………..

Mengganti Nomor …………………………

Tanggal …………………………

5. Lampiran : 2 (dua)

5.1 Contoh Technical Agreement 5.2 Daftar Penanggung Jawab Aktivitas

6. Distribusi 6.1 Asli : 6.2 Tembusan :

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 221

Lampiran XII.5 (Contoh)

PERJANJIAN KONTRAK PENGUJIAN KOSMETIK

No. ……………………….. Antara A - dalam perjanjian ini selanjutnya disebut “Pemberi Kontrak”, juga disebut “Pihak I” B - dalam perjanjian ini selanjutnya disebut “Penerima Kontrak”, juga disebut “Pihak II” Mengingat bahwa kedua pihak terlibat dalam pengujian produk Kosmetik. Mengingat Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak bekerja sama dalam Perjanjian Pengujian Produk Kosmetik oleh Penerima Kontrak ;

Mengingat Pihak I dan II menyadari akan kenyataan bahwa kesesuaian dengan prinsip-prinsip dan peraturan mengenai kosmetik yang secara umum diterima dalam pembuatan dan pengujian produk Kosmetik yang bermutu (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik/CPKB) adalah sangat penting ; Mengingat Pihak I dan II berkeinginan untuk menentukan kewajiban dan tanggung jawab mereka sehubungan dengan kerjasama mereka dalam pengujian produk kosmetik ; maka, Pihak I dan II membuat kesepakatan kontrak sebagai berikut : 1. Pokok Perjanjian

Perjanjian ini berhubungan dengan penyediaan oleh Pihak II kepada Pihak I, sebagaimana dinyatakan pada Lampiran A selanjutnya disebut sebagai “Jasa Pengujian”. Kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab dari masing-masing pihak sehubungan dengan pengujian dari Produk dinyatakan pada Lampiran B. Keterangan yang diperlukan untuk pengujian yang benar dijabarkan pada Lampiran C (selanjutnya disebut sebagai “Ketentuan Teknis”).

2. Pengujian Mutu

Pihak II harus memastikan bahwa produk diuji sesuai dengan Ketentuan Teknis (termasuk spesifikasi), Ketentuan Registrasi Kosmetik, CPKB dan hukum yang berlaku di tempat diadakan kegiatan.

3. Perubahan, Penyimpangan

Semua perubahan atau penyimpangan dari yang tercantum pada Ketentuan Teknis hanya boleh dilaksanakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Pihak I.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 222

4. Penanggung Jawab

Penanggung jawab Pihak I dan II akan saling memberitahukan orang yang bertanggung jawab untuk pengujian mutu produk. Orang tersebut harus memenuhi kualifikasi yang diperlukan secara hukum dan kedua belah pihak hendaknya memberitahukan kepada satu sama lain mengenai perubahan personalia.

5. Sertifikat Produk

Pihak II harus memberi sertifikat analisis kepada Pihak I untuk setiap bets dari produk bersangkutan, contoh pertinggal, keterangan lebih lanjut dan dokumen mengenai pengujian mutu. Sertifikat analisis harus ditandatangani oleh penganggung jawab yang memeriksa bets produk tersebut dan kemudian menjadi bukti bahwa bets yang bersangkutan telah diperiksa sebagaimana mestinya.

6. Inspeksi Diri (Audit)

6.1 Pihak I berhak untuk mengunjungi dan mengaudit sarana pengujian mutu, termasuk dokumentasi yang bersangkutan dan Pihak II membantu pelaksanaan dari hal tersebut di atas.

6.2 Pihak I berhak untuk mengambil contoh. 6.3 Pihak II menyetujui untuk memberi bantuan dan keterangan yang diperlukan kepada

Pihak I. 6.4 Pihak II akan memberi keterangan kepada Pihak I mengenai hasil dari inspeksi lain yang

dilakukan oleh pejabat pemerintah di sarana Pihak II yang berhubungan dengan kegiatan pengujian yang berkaitan dengan produk.

6.5 Bila ada permintaan audit dari pejabat yang berwenang di bidang Kosmetik pada Pihak I, Pihak II harus mengizinkan wakil dari pejabat yang berwenang tersebut untuk mendatangi fasilitas pengujian Pihak II guna mengadakan audit yang berkaitan dengan pengujian mutu produk.

6.6 Pihak II harus memberikan bantuan dan informasi yang diperlukan kepada pejabat yang berwenang tersebut.

8. Keamanan Produk, Keluhan

Dengan mengikuti hukum yang berlaku, Pihak II harus membantu Pihak I atas segala temuan yang berhubungan dengan keamanan produk atau mutu produk, dan menyediakan segala keterangan yang diperlukan dan bekerja sama untuk penyelidikan terhadap kasus tersebut.

9. Kerahasiaan

9.1 Pihak II hendaknya menggunakan Ketentuan Teknis, Dokumen Pengujian Mutu dan Sertifikat Analisis yang diterima dari Pihak I hanya untuk tujuan pengujian produk milik Pihak I.

9.2 Pihak II hendaknya merahasiakan segala dan semua Ketentuan Teknis dan Dokumentasi dan memberikannya hanya kepada staf yang berkepentingan untuk tujuan pengujian mutu dari produk.

9.3 Kewajiban tersebut di atas tetap berlaku selama masa perjanjian ini dan untuk 10 tahun sesudahnya.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 223

9.4 Kewajiban-kewajiban sesuai butir 9.1. sampai 9.3. tidak berlaku untuk ketentuan teknis yang: 9.4.1 pada saat dipaparkan atau sesudahnya menjadi bagian dari milik umum tanpa

kesalahan dari Pihak II; 9.4.2 sudah diketahui oleh Pihak II; 9.4.3 telah diterima Pihak II secara tidak ada hubungannya dari Pihak lain; 9.4.4 telah dikembangkan oleh Pihak II tanpa ada hubungannya dengan

pemberitahuan oleh Pihak I. 9.5 Pihak II berhak untuk memberitahukan Ketentuan Teknis, Dokumen dan Informasi

Rahasia kepada pejabat yang berwenang di bidang kosmetik atau pengadilan sejauh diperlukan secara hukum. Dalam hal demikian Pihak II akan memberitahukan Pihak I secara tertulis sebelum Ketentuan Teknis dan Dokumentasi Rahasia tersebut diberitahukan dan kepada pejabat atau pengadilan yang bersangkutan.

10. Ketentuan Lain

10.1 Perjanjian ini dan Lampiran A, B dan C yang melengkapi Kontrak yang disebutkan pada halaman 1 bersifat mengikat.

10.2 Bila terjadi ketidaksesuaian antara Perjanjian ini dan Kontrak tersebut, ketentuan dalam Perjanjian ini akan tetap berlaku.

10.3 Dalam hal mana terjadi perubahan, yang disebabkan oleh perubahan hukum, dasar dari Perjanjian ini harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga pihak yang terkena secara rasional tidak dapat diharapkan untuk lebih lanjut melaksanakan Perjanjian ini, maka Pihak I dan Pihak II hendaklah bermusyawarah untuk menentukan perjanjian baru yang sesuai.

11. Syarat, Pemutusan dan Akibat dari Pemutusan Perjanjian

11.1 Perjanjian ini berlaku pada saat penandatanganan oleh pihak yang terakhir melakukannya dan tetap berlaku untuk waktu yang tertentu.

11.2 Salah satu pihak berhak untuk memutuskan Perjanjian ini dengan pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lain minimal 3 (tiga) bulan sebelumnya.

11.3 Pada pemutusan Perjanjian ini Pihak II berhenti untuk menggunakan ketentuan teknis dan dokumen yang diterima dari dan mengembalikannya kepada Pihak I.

Bertindak sebagai saksi perjanjian ini telah dibuat dalam 2 (dua) bentuk asli. Tempat, tanggal Tempat, tanggal materai materai ( ) ( ) Pihak I Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 224

Lampiran XII.5 (Contoh)

Lampiran A

PERJANJIAN KONTRAK PENGUJIAN KOSMETIK

JASA PENGUJIAN No. ………………………… Sejak tanggal ………………. antara Pihak I dan Pihak II

DAFTAR PRODUK

No. Nama Produk Jadi

No. Izin edar Bentuk sediaan Parameter uji Bahan dalam Satuan Takaran

Diketahui

Tempat, tanggal Tempat, tanggal

( ) Pihak I

( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 225

Lampiran XII.5 (Contoh)

Lampiran B

PERJANJIAN KONTRAK PENGUJIAN KOSMETIK KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

No. ………………………….. Sejak ………………… antara Pihak I dan Pihak II Daftar periksa (akan disesuaikan dikemudian hari bila ada suatu kasus spesifik) :

Penanggung Jawab Pihak I Pihak II

1. Bahan Awal 1.1 Pengambilan contoh

1.1.1 Bahan baku; 1.1.2 Baku pembanding untuk pengawasan mutu; 1.1.3 Bahan pengemas primer; 1.1.4 Bahan pengemas sekunder/label/rancangan

panandaan (artwork); dan 1.1.5 Perubahan dalam peraturan pemerintah yang berhubungan

dengan teks dan rancangan bahan pengemas

1.2 Pengujian 1.2.1. Bahan baku; 1.2.2. Baku pembanding untuk pengawasan mutu; 1.2.3. Bahan pengemas primer; 1.2.4. Bahan pengemas sekunder/label/rancangan panandaan

(artwork); dan 1.2.5. Perubahan dalam peraturan pemerintah yang berhubungan

dengan teks dan rancangan bahan pengemas

1.3 Penyimpanan contoh pertinggal 1.3.1 Bahan baku; 1.3.2 Baku pembanding untuk pengawasan mutu; 1.3.3 Bahan pengemas primer; 1.3.4 Bahan pengemas sekunder/label/rancangan panandaan

(artwork); dan 1.3.5 Perubahan dalam peraturan pemerintah yang berhubungan

dengan teks dan rancangan bahan pengemas 1.4 Pelulusan bahan awal untuk produksi:

1.4.1 Bahan baku; 1.4.2 Baku pembanding untuk pengawasan mutu; 1.4.3 Bahan pengemas primer; 1.4.4 Bahan pengemas sekunder/label/rancangan panandaan

(artwork); dan 1.4.5 Perubahan dalam peraturan pemerintah yang berhubungan

dengan teks dan rancangan bahan pengemas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 226

Penanggung Jawab Pihak I Pihak II

2. Pengawasan Selama Proses dan Pengawasan Mutu Produk.

2.1 Pembuatan produk ruahan: 2.1.1 Pengawasan selama proses; 2.1.2 Pengambilan contoh untuk pemeriksaan dan contoh

pertinggal; 2.1.3 Pemastian kondisi penyimpanan yang benar; 2.1.4 Pengujian; 2.1.5 Pelulusan untuk pengemasan.

2.2 Pengemasan: 2.2.1 Pengawasan selama proses; 2.2.2 Pengambilan contoh untuk pemeriksaan dan contoh

pertinggal; 2.2.3 Pemeriksaan produk akhir; 2.2.4 Pelulusan produk akhir

2.3 Tanggung jawab untuk pelaksanaan penyelidikan terhadap kegagalan bets (Menyusun Laporan Kegagalan Pembuatan)

2.4 Keputusan mengenai pengerjaan dan pengolahan ulang dari bets

yang dibuat oleh Pihak II. 2.5 Penyimpanan contoh pertinggal dari produk dalam jumlah yang

cukup untuk 3 (tiga) kali analisis lengkap. 2.6 Pengerjaan dan pelaporan dari tindak lanjut pengujian stabilitas

pada produk jadi. 2.7 Penyusunan program pemantauan stabilitas. 2.8 Pelulusan bets produk jadi untuk dipasarkan. 2.9 Pembuatan sertifikat analisis (yang berisi/mencantumkan nomor

bets dan satuan yang disetujui, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, hasil uji sesuai Ketentuan Teknis, pernyataan bahwa produk telah dibuat dan diuji sesuai CPKB dan memenuhi spesifikasi yang bersangkutan).

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 227

Personalia yang bertanggung jawab untuk: Pihak I Pihak II

1. Pengujian Mutu ……….. ……….. 2. Petugas yang bertanggung jawab untuk Sertifikasi produk ……….. ………..

Mengetahui

Tempat, tanggal materai ( ) Pihak I

Tempat, tanggal

materai

( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 228

Lampiran XII.5 (Contoh)

Lampiran C

PERJANJIAN KONTRAK PENGUJIAN KOSMETIK

KETENTUAN TEKNIS

Nomor ………………………..

Penanggung Jawab Pihak I Pihak II 1. Produk X

1.1 Pengujian mutu 1.2 Metode Analisis bahan baku 1.3 Metode Analisis bahan pengemas 1.4 Metode Analisis produk jadi 1.5 Dokumentasi Verifikasi Metode Analisis

2. Produk Y 2.1 Pengujian mutu 2.2 Metode Analisis bahan baku 2.3 Metode Analisis bahan pengemas 2.4 Metode Analisis produk jadi 2.5 Dokumen Verifikasi Metode Analisis

Mengetahui,

Tempat, tanggal materai ( ) Pihak I

Tempat, tanggal materai ( ) Pihak II

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 229

XIII. PENANGANAN KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK

1. Penanganan Keluhan

1.1 Keluhan adalah laporan ketidakpuasan pelanggan atau pihak lain (internal atau eksternal) tentang cacat produk, efek yang tidak diinginkan atau merugikan atau kejadian merugikan terkait dengan produk yang dipasarkan.

1.2 Hendaklah perusahaan menunjuk seorang personil yang bertanggung jawab terhadap

penanganan keluhan dan mempunyai wewenang untuk: 1.2.1 Melakukan investigasi terhadap keluhan produk 1.2.2 Mengidentifikasi dan mengevaluasi produk secepatnya 1.2.3 Mengelola penarikan produk 1.2.4 Memantau efek yang merugikan/tidak dikehendaki Bila personil yang bertanggung jawab berhalangan maka harus ditunjuk personil lain yang sebelumnya telah diberi pelatihan dan arahan yang cukup untuk menangani kasus keluhan.

1.3 Hendaklah dibuat Prosedur Operasional Baku (POB) Penanganan Keluhan yang menerangkan tindakan apa saja yang harus diambil mulai dari menerima sampai menjawab keluhan dan bila perlu dilakukan tindakan awal hingga penarikan produk (recall) dari peredaran. Contoh POB Penanganan Keluhan tercantum pada Lampiran XIII.1.

1.4 Keluhan dapat berupa: 1.4.1 Medis (misal reaksi merugikan yang tidak diinginkan/adverse event). 1.4.2 Teknis (misal yang terkait dengan kualitas secara fisik yang tidak berhubungan

langsung dengan kualitas produk seperti antara lain: tutup atau wadah bocor, label tidak lurus, informasi pada penandaan tidak lengkap; dapat juga yang terkait dengan kualitas produk seperti antara lain: kekentalan, kekeruhan, dan partikel dalam larutan).

Untuk ini perlu dibuatkan suatu formulir laporan. Contoh Formulir Laporan Keluhan Kosmetik tercantum pada Lampiran XIII.2.

1.5 Kerusakan produk yang ditemukan perlu diteliti dan dievaluasi apakah ini meliputi suatu bets atau bukan dan segera dilakukan tindakan pencegahan agar tidak terulang pada bets berikutnya.

1.6 Dari hasil evaluasi dan penyelidikan atas keluhan hendaklah dilakukan tindak lanjut

antara lain: 1.6.1 perbaikan kualitas bahan baku; 1.6.2 kualitas bahan pengemas; 1.6.3 teknologi pembuatan; 1.6.4 kondisi penyimpanan; dan 1.6.5 penanganan transportasi.

1.7 Cukup jelas.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 230

1.8 Semua keluhan yang masuk perlu dicatat dan dibuat laporan. Laporan ini secara periodik

direkapitulasi untuk melihat keluhan apa saja dan berapa kali ditemukan dalam suatu periode tertentu untuk diambil kebijakan dan perbaikan yang diperlukan.

1.9 Dalam hal dimana terjadi kegagalan dan kerusakan produk yang berkaitan dengan

keamanan konsumen hendaklah diberitahukan kepada instansi yang berwenang.

2. Penarikan Produk

Penarikan produk adalah proses eliminasi produk dari semua jaringan distribusi yang dilakukan oleh perusahaan yang bertanggung jawab menempatkan produk di pasar. 2.1 Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir penarikan

produk dari peredaran. Hal ini perlu agar pelaksanaan penarikan produk dari peredaran dapat berlangsung cepat dan lancar.

2.2 Hendaklah dibuat POB Penarikan Produk dari peredaran yang mencakup keputusan

penarikan sampai semua produk ditarik dari peredaran. POB ini hendaklah ditinjau ulang secara periodik. Contoh POB Penarikan Produk dari Peredaran tercantum pada Lampiran XIII.3. 2.2.1 Penarikan produk dapat disebabkan oleh:

2.2.1.1 Cacat kualitas estetika adalah cacat yang secara langsung tidak membahayakan konsumen tetapi harus ditarik dari peredaran, misalnya kerusakan label/kemasan, pemasangan tutup botol yang tidak sempurna.

2.2.1.2 Cacat kualitas teknik produksi adalah cacat kualitas yang dapat menimbulkan risiko yang merugikan konsumen, misalnya salah isi, salah kadar atau salah label.

2.2.1.3 Reaksi yang merugikan Reaksi yang merugikan dari produk jadi adalah reaksi yang menimbulkan risiko serius terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan frekwensi efek samping produk jadi yang dikeluhkan oleh perseorangan atau lembaga.

2.2.2 Penarikan produk dapat dilakukan:

2.2.2.1 Perusahaan sendiri, karena adanya antara lain: a. keluhan pelanggan; b. ditemukan kegagalan mutu dan keamanan setelah pelulusan; c. hasil pengujian stabilitas yang sedang berjalan; d. hasil inspeksi; e. kerusakan; f. pelaporan efek samping yang merugikan.

2.2.2.2 Atas instruksi instansi yang berwenang.

2.2.3 Keputusan penarikan produk dapat berupa: 2.2.3.1 Penarikan satu bets bila ada kesalahan teknis kualitas produk pada satu bets

tertentu saja; 2.2.3.2 Penarikan beberapa bets bila ada kesalahan teknis kualitas produk pada

lebih dari satu bets; 2.2.3.3 Penarikan seluruh produk yang bersangkutan bila ditemukan ada reaksi

merugikan dari produk yang tidak diduga sebelumnya namun berakibat

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 231

serius terhadap kesehatan, dan apabila frekuensi dari reaksi merugikan yang sudah dilaporkan meningkat.

2.3 Catatan distribusi segera dikirimkan kepada koordinator penarikan produk untuk

ditindaklanjuti. Disamping itu perlu dibuatkan formulir untuk pencatatan produk yang ditarik serta dibuatkan perhitungan persentasi jumlah produk yang ditarik dibandingkan dengan jumlah yang terdistribusi. Data ini harus mencakup nomor bets, nama distributor dan alamatnya (cabang), kuantitas dan tanggal pengiriman. Contoh Catatan Distribusi tercantum pada Lampiran XI.3.

2.4 Cukup jelas

Contoh Laporan Penarikan Produk tercantum pada Lampiran XIII.4.

2.5 Cukup jelas. 2.6 Barang kembalian ini hendaklah disimpan di gudang dengan penandaan status karantina.

Pihak Pengawasan Mutu perlu melakukan penyelidikan dan pengecekan akan mutu dari produk kembalian ini untuk ditindaklanjuti. Hasil tindak lanjut barang kembalian dapat berupa pengemasan kembali, pengolahan kembali atau pemusnahan apabila barang tersebut dinyatakan rusak dan tidak layak lagi. Pemusnahan barang harus dilakukan sesuai dengan POB Pemusnahan. Tata cara pemusnahan barang harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan mencegah terjadinya pencemaran (tanah, air dan udara). Pemusnahan barang akibat perintah dari instansi berwenang (Badan POM) harus diberitahukan dan disaksikan oleh Petugas Badan/Balai POM.

Contoh Rekomendasi Pemusnahan Bahan Awal / Produk Jadi tercantum pada Lampiran XIII.5.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 232

Lampiran XIII.1

(Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN KELUHAN

Halaman 1 dari 1 PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENANGANAN KELUHAN

Nomor:.................….

NAMA PERUSAHAAN

…………………..

BAGIAN ...............................

SEKSI ................................

Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh ………………….. Tanggal ………….………..

Diperiksa oleh ………………………. Tanggal ………………………

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ……………..…………

Mengganti Nomor ……………………… Tanggal ………………………

1. Tujuan 1.1 Agar keluhan yang diterima mendapat penanganan yang cepat dan tepat. 1.2 Agar keluhan dievaluasi dan ditindaklanjuti untuk menghindari terulang

kembali. 1.3 Untuk meninjau kembali formula atau proses pengolahan. 1.4 Masukan untuk pengambilan keputusan penarikan kembali produk dari

peredaran. 2. Sumber keluhan

Keluhan dapat berasal dari pelanggan, distributor atau pihak lain dari luar atau dari dalam perusahaan.

3. Penerimaan Keluhan 3.1 Semua keluhan yang disampaikan secara lisan atau tertulis dengan atau tanpa

contoh diterima oleh bagian yang bertanggungjawab atas penanganan keluhan konsumen.

3.2 Dalam kejadian yang serius, keluhan harus segera ditindaklanjuti dalam waktu 24 jam dan tidak boleh ditunda.

3.3 Tindak lanjut keluhan dapat menggunakan sarana komunikasi yang paling efektif seperti telepon, fax atau email.

3.4 Laporan disampaikan dengan atau tanpa contoh produk kosmetik. 4. Personil yang bertanggung jawab

Keluhan dan laporan yang diterima hendaklah ditangani oleh bagian yang bertanggungjawab atas penanganan keluhan pelanggan.

5. Tindak lanjut Hasil evaluasi dari bagian yang bertanggungjawab atas penanganan keluhan pelanggan agar dibahas bersama Bagian Pengawasan Mutu, Pemasaran, Produksi dan Pimpinan Pabrik untuk: 5.1 menjawab semua keluhan; 5.2 mengambil tindakan pengamanan seperti perbaikan formula atau proses

produksi dan bila perlu penarikan produk dari pasaran. 6. Dokumentasi

Semua keluhan perlu didokumentasikan dan disimpan dengan baik. 7. Formulir

Laporan Keluhan Kosmetik

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 233

Lampiran XIII. 2

(Contoh)

FORMULIR LAPORAN KELUHAN KOSMETIK

Nama Produk: ................................ No. Produk:....................

Diterima dari : ................................ No. Bets :....................

Alamat : ................................ Tanggal : ...................

Jenis keluhan :

Bagian yang dikeluhkan Kondisi Catatan

Pembungkus Rusak / kotor

Label Rusak / kotor /miring

Botol Bocor / isi kurang

Cairan isi botol Keruh / ada partikel asing

Tube Bocor / cacat

Lain-lain: (mohon dirinci)

Dilaporkan oleh Nama jelas: .........................................

ttd

(.......................) Alamat : ...................................

....................................

Laporan diterima oleh: ................................................ tanggal: ..........................................

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 234

NAMA PERUSAHAAN ..............................

FORMULIR KELUHAN PELANGGAN

PENTING

Kepada : Bagian Penanganan Keluhan PENGIRIM Nama : .....................................

Tanggal / Jam ..................................

Tanda Tangan .....................

Alamat : .....................................

Telepon / Fax ......................................

NAMA PRODUK ...................................................................

No. ........

Ukuran (ml, l, g, Kg) ...................................

Jumlah Contoh ..................... ........

Keadaan Contoh RUSAK-TERBUKA-KOTOR . . . . . .

Bets / lot ....................................

Jumlah Produk ..................... .......

NAMA PELANGGAN / PERUSAHAAN ..............................................................................

Telepon/ Fax .........

L/ P

Alamat : ...................................................

Umur (Tahun) ..............................

Pekerjaan .........................

KELUHAN Biasa - Cedera - Kerugian - Keracunan - KOMENTAR DARI PENJAMINAN MUTU

Contoh diterima tanggal ........

TandaTangan .........................

Pengganti dikirim tanggal ..........

Tanda Tangan ..........................

Keluhan secara tertulis harus dilampirkan bersama formulir ini

KELUHAN DARI PELANGGAN TIDAK PERLU HARUS DISAMPAIKAN SECARA TERTULIS. YANG PENTING ADALAH DATA PRODUK DAPAT DISAMPAIKAN KONSUMEN KEPADA PRODUSEN.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 235

Lampiran XIII. 3 (Contoh)

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK DARI PEREDARAN

NAMA

PERUSAHAAN …………………..

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK DARI PEREDARAN

Halaman 1 dari 2

Nomor:.................… BAGIAN SEKSI Tanggal berlaku

……………………… Disusun oleh ………………….. Tanggal ………….………..

Diperiksa oleh ………………………. Tanggal ………………………

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ……………..…………

Mengganti Nomor ……………………… Tanggal ………………………

1. Tujuan Prosedur ini dipakai apabila ada produk yang telah dipasarkan dan ternyata merugikan pelanggan karena cacat kualitas atau reaksi samping produk.

2. Alasan Penarikan 2.1 Temuan cacat mutu:

2.1.1 Kritis yaitu cacat yang dapat membahayakan hidup dan mewajibkan perusahaan untuk mengambil tindakan cepat dengan segala cara, baik pada saat atau di luar jam kerja, contoh: produk diberi label dengan nama yang salah atau formula tidak benar, pemalsuan atau dengan sengaja merusak produk.

2.1.2 Mayor yaitu berupa produk yang tidak memenuhi syarat, dapat dilihat dengan jelas di mata pelanggan tetapi tidak membahayakan, contoh: kontaminasi mikroorganisme, produk sub-standar, kurangnya informasi penggunaan produk atau peringatan yang menggambarkan bahaya bagi pengguna.

2.1.3 Minor yaitu tidak mempunyai efek yang bermakna pada penggunaan kosmetik dan tidak menimbulkan bahaya, contoh: penandaan dan pengemasan yang kurang memadai.

2.2 Adanya laporan mengenai efek samping kosmetik yang bersifat serius, yang mungkin dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi para pengguna selama atau sesudah penggunaan produk.

3. Pemrakarsa Penarikan Penarikan produk dapat diprakarsai oleh:

3.1 Produsen sendiri. 3.2 Pemerintah (Instansi yang berwenang/Badan POM)

4. Tingkat Penarikan Produk Tingkat penarikan produk ini ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya produk ini beredar di pasaran. 4.1 Tingkat A: Apabila produk ini telah didistribusikan secara luas dan telah mencapai ke

konsumen. 4.2 Tingkat B : Apabila produk ini baru mencapai distributor. 4.3 Tingkat C : Apabila produk ini belum diedarkan, masih di pabrik.

5. Tingkat Pengamanan Pendahuluan Dengan adanya laporan keluhan terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, terutama yang menyangkut efek samping yang merugikan pelanggan, maka Bagian Pemasaran harus segera melakukan tindakan pengamanan berupa pembekuan peredaran produk tersebut dan menginformasikan kepada para distributor dengan menggunakan alat komunikasi seperti telepon, faksimili atau email sesuai dengan tingkat risiko dan tingkat peredaran.

6. Pertimbangan untuk Penarikan Setelah mengevaluasi hasil pemeriksaan laboratorium Bagian Pengawasan Mutu juga pemeriksaan terhadap contoh pertinggal, informasi tertulis dari pelanggan, maka produk tersebut mungkin perlu ditarik dari peredaran. Keputusan penarikan produk diambil setelah diadakan pembahasan secara mendalam antara Bagian Pemasaran, Bagian Pengawasan Mutu dan Bagian Produksi.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 236

NAMA PERUSAHAAN

…………………..

PROSEDUR OPERASIONAL BAKU PENARIKAN PRODUK DARI

PEREDARAN

Halaman 2 dari 2

Nomor:.................….

BAGIAN ..................................

SEKSI ...............................

Tanggal berlaku ………………………

Disusun oleh ………………….. Tanggal ………….………..

Diperiksa oleh ………………………. Tanggal ………………………

Disetujui oleh ……………………… Tanggal ……………..…………

Mengganti Nomor ……………………… Tanggal ………………………

7. Pelaksanaan Penarikan

7.1 Setelah ada keputusan penarikan produk, Bagian Pemasaran segera menginformasikan para distributor melalui peralatan komunikasi dan surat edaran pembekuan pengeluaran produk tersebut serta memerintahkan untuk mengembalikan produk ke pabrik secepatnya.

7.2 Manajer dan penanggung jawab memberitahukan hal penarikan ke Badan POM. 7.3 Distributor membuat laporan pelaksanaan penarikan dan mengirimkan laporan

bersama produk kosmetiknya ke pabrik. 7.4 Bagian Penyimpanan menerima kembali produk yang dikembalikan dan melaporkan

kepada Pimpinan Pabrik, Bagian Pengawasan Mutu dan Bagian Pemasaran. 7.5 Pimpinan Pabrik merencanakan dan memerintahkan untuk dilakukan pemusnahan

produk tersebut dan dibuatkan Berita Acara Pemusnahan. 7.6 Penarikan atas instruksi Badan POM maka pemusnahannya harus disaksikan oleh

Petugas Balai Besar/Balai POM setempat.

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 237

Lampiran XIII.4

(Contoh)

LAPORAN PENARIKAN PRODUK

Nama Produk Bentuk Produk No. Produk Ukuran Kemasan Mulai Penarikan Selesai Penarikan

: ............................ : ............................ : ............................ : ............................ : ............................ : ............................

No. Bets Besar Bets Diterima oleh Gudang Didistribusi Sisa di Gudang

: ............................... : ............................... : ............................... : ............................... : ...............................

Penerimaan Penarikan

Tanggal Penerimaan

No. Surat Pengiriman Dikembalikan oleh Jumlah yang kembali

Jumlah

% Tingkat Pengembalian : Jumlah yang kembali x 100% = ......%

Jumlah yang dikirim

Tanggal : ...............

www.djpp.depkumham.go.id

2010, No.361 238

Lampiran XIII. 5 (Contoh)

REKOMENDASI PEMUSNAHAN BAHAN AWAL / PRODUK JADI

Bahan awal / Produk jadi yang dimusnahkan adalah bahan awal / produk jadi yang telah kedaluwarsa atau yang ditolak oleh Bagian Pengawasan Mutu. Pelaksanaan pemusnahan bahan awal / produk jadi adalah sebagai berikut : 1. Lakukan pemusnahan berdasarkan surat penolakan oleh Bagian Pengawasan Mutu. 2. Simpan bahan awal/produk jadi yang akan dimusnahkan di Gudang Barang Ditolak dan beri

label DITOLAK. 3. Keluarkan bahan awal/produk jadi yang akan dimusnahkan dari persediaan gudang.

Pemusnahan dilaksanakan dengan cara dibakar dalam insinerator atau dengan cara melarutkan dan kemudian dibuang melalui proses pengolahan limbah.

4. Buat Berita Acara Pemusnahan. Cantumkan pada Berita Acara Pemusnahan nama bahan awal/produk jadi, nomor bets, nomor produk, jumlah dan bentuk kemasan. Berita Acara Pemusnahan bahan awal/produk jadi ditandatangani oleh Kepala Gudang, Manajer Pengawasan Mutu dan Direktur Pabrik.

5. Distribusikan Berita Acara Pemusnahan kepada Direktur Pabrik dan Bagian Akunting.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2010

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Kustantinah

www.djpp.depkumham.go.id